JAKARTA (Waspada): Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengidentifikasi, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelemahan daya beli bisa menjadi ancaman peningkatan risiko pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bermasalah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kualitas kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) KPR pada Maret 2025 berada pada level 2,93%. Jumlah itu meningkat dari Maret 2024 yang sebesar 2,49%, meskipun masih di bawah ambang batas 5%.
“Seiring masih berlanjutnya gelombang PHK dan indikasi pelemahan daya beli masyarakat, perlu peningkatan kewaspadaan terhadap potensi perburukan risiko kredit pada sektor KPR bagi debitur yang berada pada level middle-low income,” katanya di Jakarta m, Senin (26/5/2025).
Dijelaskan berdasarkan hasil survei properti Bank Indonesia (SHPR), KPR masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk mengakses pembelian rumah di pasar primer.
“Penyaluran KPR tumbuh 8,89% YoY hingga bulan ketiga tahun ini, melambat dari pertumbuhan 14,26% YoY pada periode sama tahun lalu,” ujar Dian.
SHPR Bank Indonesia, menurut Dian, juga mengindikasikan pertumbuhan harga dan penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal/I 2025 yang masih tumbuh terbatas.
“Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi dan kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat,” tuturnya.
Melihat perkembangan sepanjang April 2024-Mei 2025, OJK mencatat kepemilikan KPR baru sekitar 531.000 rekening dengan nilai realisasi mendekati Rp200 triliun.
“Sekitar 85% dari rekening tersebut adalah KPR tipe 22 sampai dengan 70. Debitur tipe rumah tersebut juga menjadi penyumbang porsi terbesar KPR, yakni 60,27% dari keseluruhan pembiayaan. Sedangkan porsi kredit pemilikan rumah tipe di atas 70 mencapai 28,96% dari total KPR,” terang Dian.
Dikatakan, bahwa porsi kredit KPR terhadap total kredit cukup stabil pada kisaran 10% selama 4 tahun terakhir. Porsi kredit KPR terhadap total kredit nasional sebesar 10,16% hingga bulan ketiga 2025.
“OJK terus meminta perbankan untuk mendukung program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik,” ucapnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan terjadi perlambatan di kredit pemilikan rumah (KPR) sejalan dengan perkembangan penyaluran pinjaman secara umum.
Ketidakpastian ekonomi global di sebut-sebut ikut membawa dampak pada kinerja KPR hingga April tahun ini.
Berdasarkan data Analisis Uang Beredar yang dirilis BI, terlihat pertumbuhan KPR mengalami perlambatan sepanjang empat bulan terakhir tahun ini.
Pada Januari 2025, KPR dan KPA masih tumbuh sebesar 10,6% YoY dan turun tipis pada bulan kedua menjadi 10,5% YoY. Kemudian melambat menjadi 8,9% YoY pada Maret 2025 dan semakin lesu pada April 2025 menjadi 8,5% YoY.
Secara umum, kredit konsumsi juga mengalami perlambatan berturut-turut dalam empat bulan, yaitu sebesar 9,5% YoY; 9,4% YoY; 9,2% YoY, dan 8,9% YoY. (J03)