MEDAN (Waspada.id): Meski indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia pada Agustus 2025 masih bertahan di level optimis, yakni 117,2, turun tipis dari Juli sebesar 118,1, namun ada catatan penting yang tidak boleh diabaikan.
Salah satu indikator yang patut mendapat perhatian adalah Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK), yang justru terjebak di level pesimis, yakni 93,2. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat menilai prospek lapangan kerja ke depan belum menjanjikan.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, menilai temuan ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah.
“IKLK ini memang berbasis pada persepsi masyarakat, bukan data riil dari penyedia kerja. Tetapi jika masyarakat sudah pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja, maka bisa berpengaruh pada perilaku konsumsi dan ekspektasi mereka terhadap perekonomian. Ini sinyal yang tidak boleh disepelekan,” ujar Gunawan, Kamis (11/9).
Menurutnya, optimisme konsumen memang masih mampu menjaga ekspektasi belanja rumah tangga di level yang cukup baik. Namun, pesimisme terhadap lapangan kerja bisa memicu tekanan terhadap IKK di periode berikutnya.
“Kalau masyarakat merasa sulit mencari pekerjaan, maka ke depan mereka cenderung lebih hati-hati dalam belanja. Padahal konsumsi rumah tangga adalah motor utama pertumbuhan ekonomi kita,” tambah Gunawan.
Ia juga menyinggung faktor eksternal yang berpotensi memperburuk kondisi ketenagakerjaan, mulai dari melambatnya ekonomi global, tensi geopolitik yang berkepanjangan, hingga disrupsi pasar akibat perkembangan ekonomi digital.
“Kombinasi faktor eksternal dan domestik bisa menekan ketersediaan lapangan kerja. Pemerintah harus menjadikan IKLK sebagai referensi penting dalam merancang kebijakan penciptaan lapangan kerja, bukan sekadar melihat pertumbuhan ekonomi makro,” tegas Gunawan.
Gunawan mengingatkan, bila pesimisme soal lapangan kerja terus berlanjut, maka indeks kepercayaan konsumen pun berpotensi ikut tertekan. “Jadi sekali lagi, jangan anggap enteng sinyal dari IKLK ini,” pungkasnya. (id09)