Scroll Untuk Membaca

Ekonomi

Pasar Indonesia Dibanjiri Produk Baja Impor Dari China Dan Vietnam

Pasar Indonesia Dibanjiri Produk Baja Impor Dari China Dan Vietnam
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Pasar Indonesia dibanjiri arus deras produk baja konstruksi impor dari China dan Vietnam. Kondisi tersebut membuat gundah pelaku industri baja lokal, seiring tidak adanya proteksi dari pemerintah.

Kondisi ini dinilai telah menekan kinerja industri baja dalam negeri yang tengah berjuang menjaga keberlanjutan produksi di tengah harga baja global yang fluktuatif.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata mengatakan, masifnya impor baja dari kedua negara tersebut telah menciptakan distorsi pasar dan menurunkan daya saing produsen lokal.

Menurutnya, produk baja impor dijual dengan harga yang tidak mencerminkan biaya produksi wajar, sehingga memicu praktik predatory pricing di pasar domestik

“Praktik ini telah menyebabkan distorsi pasar, menekan utilisasi pabrik domestik, mengganggu rantai nilai industri baja nasional, dan berpotensi menghapus kapasitas produksi strategis dalam negeri,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Rabu (29/10/2025).

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor besi dan baja dari China mencapai US$2,39 miliar dengan volume 3,81 juta ton sepanjang Januari–Agustus 2025. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$2,16 miliar dengan volume 2,85 juta ton.

“Tren tersebut terus menanjak sejak 2023 ketika volume impor dari China masih berada di level 2,31 juta ton dengan nilai US$2 miliar,” ulasan BPS.

Sementara itu, impor baja dari Vietnam tercatat mencapai US$246,75 juta dengan volume 404,34 ribu ton pada periode yang sama tahun ini.

Meski nilainya sedikit turun dibandingkan tahun sebelumnya, tapi Vietnam tetap menjadi salah satu negara dengan suplai baja konstruksi terbesar ke Indonesia.

Budi menegaskan, persoalan ini bukan disebabkan oleh kurangnya kapasitas produksi baja nasional, melainkan oleh perbedaan regulasi, lemahnya pengawasan jalur impor, dan praktik dumping dari negara eksportir.

Jika situasi ini dibiarkan, ia menilai Indonesia berisiko kehilangan fondasi industrinya dan hanya menjadi pasar bagi kelebihan produksi negara lain.

“Industri baja adalah tulang punggung kemandirian konstruksi nasional. Negara yang kehilangan industrinya, kehilangan kendali atas masa depannya,” tegasnya.

Demo Di Bea Cukai

Karena minimnya respons pemerintah atas berbagai usulan dan keluhan dari ISSC, maka pada Selasa (28/10/2025), ratusan pelaku industri baja menggelar aksi demonstrasi damai di Kantor Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Jakarta Timur.

Massa hadir sejak pagi mengenakan seragam khas kontraktor lengkap dengan helm proyek dan rompi oranye. Dalam aksi tersebut, ISSC menuntut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk segera membatasi dan menghentikan impor baja konstruksi yang merugikan industri dalam negeri.

Mereka juga meminta pemerintah menindak tegas praktik mafia impor yang dinilai mempermainkan pasar dengan memanfaatkan celah regulasi.

“Kami sampaikan kepada Bea Cukai bahwa impor konstruksi baja ini sangat merugikan profesi kami sebagai pengusaha baja dan pekerja konstruksi. Sudah saatnya pemerintah menertibkan semua produk baja yang masuk tanpa pengawasan ketat,” kata Budi.

Ia menuturkan, serbuan baja impor telah membuat banyak pabrik dan kontraktor lokal kehilangan proyek, bahkan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah industri seperti Karawang, Cikarang, Subang, dan Batang.

“Dulu mal, pabrik, dan gudang dikerjakan oleh bangsa sendiri. Sekarang, proyek-proyek itu dengan mudahnya menggunakan baja impor,” tandas Budi.

Dalam catatan ISSC, impor baja konstruksi dari China dan Vietnam telah terjadi sejak 2017 dengan volume mencapai 600.000 ton per tahun. Padahal, industri dalam negeri memiliki kapasitas produksi hingga 1 juta ton per tahun.

Namun, tekanan harga murah dari luar negeri membuat produk lokal sulit terserap pasar. ISSC pun menegaskan kembali perlunya tindakan cepat dan tegas dari pemerintah agar industri baja nasional tetap bertahan.

Tanpa perlindungan yang memadai, Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi pasar bagi baja murah dari luar negeri, sementara industri strategis nasional kehilangan daya hidupnya. (Id88)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE