JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai permintaan domestik masih perlu dorongan lebih lanjut seiring moderasi inflasi dan turunnya daya beli. Hal ini terkait aktivitas ekonomi internasional yang tengah melambat di berbagai kawasan.
“Seperti kondisi ekonomi Amerika Serikat sedang melemah ditandai dengan pasar tenaga kerja tertekan serta ancaman goverment shutdown,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar saat konferensi Pers virtual bulanan, Jumat Sore (7/11/2025).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga menurun karena lemahnya konsumsi rumah tangga dan melambatnya sektor properti.
Mahendra menegaskan, OJK tetap berkomitmen memperluas akses pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Seiring adanya stabilitas sektor jasa keuangan nasional hingga Oktober 2025 tetap terjaga stabil.
“Bahkan IMF dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2025 merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, seiring dengan peningkatan volume perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif,” tandasnya.
Sementara, sambungnya, perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja solid di tengah perlambatan ekonomi global. Dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III sebesar 5,04 persen, dan indeks PMI manufaktur tetap berada di zona ekspansi.
Sedangkan kinerja sektor perbankan nasional tetap stabil hingga akhir September 2025, dengan fungsi intermediasi perbankan berjalan baik dan profil risiko yang terkendali serta likuiditas memadai.
Kepala Ekskutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, kredit perbankan tumbuh 7,70 persen secara tahunan menjadi Rp 8.162,8 triliun dari posisi Agustus 2025 yang sebesar 7,56 persen.
“Kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 15,18 persen, diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 7,4 persen dan kredit modal kerja sebesar 3,37 persen,” jelasnya.
Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh 11,53 persen, sementara kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) naik tipis 0,23 persen. (Id88)












