EkonomiNusantara

Pertumbuhan Kredit Rendah Hingga November Hanya 7,74 Persen

Pertumbuhan Kredit Rendah Hingga November Hanya 7,74 Persen
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro (ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Bank Indonesia (BI) melaporkan, pertumbuhan kredit perbankan rendah hingga November 2025 tercatat hanya 7,74 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,79 persen (yoy).

BI menilai, pertumbuhan kredit tahun ini tertahan disebabkan oleh dua faktor utama, yakni permintaan pembiayaan yang belum kuat serta biaya dana perbankan yang masih tinggi.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro dalam taklimat media di Jakarta, Selasa (23/12/2025), menjelaskan, dari sisi permintaan (demand side), korporasi cenderung masih berhati-hati (wait and see) dalam mengambil keputusan pembiayaan.

“Sikap tersebut tecermin dari tingginya fasilitas kredit yang belum ditarik (undisbursed loans) yang tercatat sebesar Rp 2.509,4 triliun pada November 2025,” ujarnya.

Menurut Solikin, sebagian korporasi masih mengandalkan dana internal dan cenderung menunda penarikan kredit, karena suku bunga yang dinilai masih relatif tinggi.

Tren serupa juga terlihat pada permintaan kredit rumah tangga. BI menilai kondisi ini dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan penghasilan yang belum cukup kuat, sehingga konsumsi berbasis kredit masih tertahan. Meski BI gencar memberikan insentif, namun belum cukup untuk mendorong kinerja permintaan.

“BI sudah banyak memberikan insentif kepada perbankan untuk pembiayaan. Tapi, kalau itu tidak diserap oleh permintaan, ya sama saja,” jelas Solikin.

Sementara dari sisi penawaran (supply side), BI mencermati masih tingginya biaya dana atau cost of loanable funds (CoLF) yang membuat penurunan suku bunga kredit berjalan terbatas.

Solikin menyebut, masih maraknya praktik pemberian suku bunga khusus (special rate) kepada deposan besar membuat biaya penghimpunan dana bank meningkat dan mempersempit ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit.

Selain biaya dana, BI menyebut komponen lain seperti biaya operasional, margin, dan premi risiko turut memengaruhi tingkat suku bunga kredit, termasuk kecenderungan perbankan menyesuaikan premi risiko di tengah ketidakpastian ekonomi.

Untuk mendorong penyaluran kredit dan memperkuat transmisi kebijakan, BI memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) melalui dua jalur, yakni jalur kuantitas (lending channel) dan jalur harga (interest rate channel).

BI juga menyatakan akan memperkuat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan pemerintah. (Id88)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE