MEDAN (Waspada.id): Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalihkan dana cadangan sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank Himbara. Langkah ini diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi lewat penyaluran kredit kepada masyarakat.
Namun, Ekonom Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, menilai kebijakan tersebut tidak lepas dari risiko. Menurutnya, kondisi likuiditas perbankan saat ini sebenarnya masih solid, bahkan tanpa tambahan suntikan dana jumbo dari pemerintah.
“Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan masih berada pada level aman, yakni 78% hingga 92% per Juli 2025. Artinya, bank masih cukup likuid. Justru yang jadi persoalan adalah permintaan kredit yang melambat, karena pelaku usaha cenderung menahan ekspansi pinjaman,” jelas Gunawan di Medan, Sabtu (13/9).
Gunawan mengingatkan, alokasi dana jumbo ke sistem perbankan berpotensi membuat bank kurang berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
“Kalau perbankan gagal mengoptimalkan fungsi intermediasinya, maka rasio keuangan bisa tertekan. Salah satunya pendapatan bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) yang berpeluang turun,” katanya.
Menurutnya, dana cadangan pemerintah ini kemungkinan besar akan lebih banyak diarahkan ke pembiayaan proyek pembangunan yang sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dengan demikian, dampaknya bisa menjadi pemicu percepatan eksekusi proyek strategis nasional.
Meski begitu, Gunawan menilai langkah Menteri Keuangan tetap membawa sisi positif di tengah lesunya investasi swasta.
“Ini kabar baik untuk menjaga geliat ekonomi. Saat swasta melambat, pemerintah memang harus hadir memberikan stimulus,” ujarnya.
Namun ia mengingatkan, setiap kebijakan pasti memiliki risiko yang harus diperhitungkan matang.
“Tanpa langkah berani, stimulan ekonomi tidak akan terjadi. Bagaimanapun, dana itu adalah uang rakyat, dan rakyat saat ini membutuhkan dorongan ekonomi untuk memperbaiki daya beli yang tengah tertekan,” pungkas Gunawan. (id09)