Scroll Untuk Membaca

Ekonomi

Sumut Catat Inflasi Tertinggi Nasional, Pengamat: Peluang Deflasi Masih Terbuka

Sumut Catat Inflasi Tertinggi Nasional, Pengamat: Peluang Deflasi Masih Terbuka
Pengamat Ekonomi Sumut Gunawan Benjamin
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kembali mencatatkan inflasi tertinggi secara nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2025 mencapai 4,97 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,89. Meski begitu, secara bulanan (month-to-month/mtm) Sumut justru mengalami deflasi 0,2 persen.

Pengamat Ekonomi Sumut Gunawan Benjamin menilai, capaian deflasi Oktober sudah sesuai dengan perkiraan sebelumnya, dan peluang untuk kembali mencetak deflasi pada November semakin besar.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Harga cabai merah yang kini turun ke kisaran Rp45 ribu hingga Rp55 ribu per kilogram, bahkan diproyeksikan bisa menyentuh Rp35–40 ribu pada dua pekan terakhir November, menjadi pendorong utama deflasi lanjutan,” jelas Gunawan di Medan, Selasa (4/11).

Menurutnya, selain cabai merah, penurunan harga sejumlah komoditas seperti cabai hijau, wortel, emas perhiasan, dan kemungkinan bawang merah, juga akan menekan inflasi bulan ini. Namun demikian, Gunawan mengingatkan adanya sejumlah komoditas yang berpotensi menyumbang inflasi baru.

“Minyak goreng, beras, dan daging ayam bisa menjadi penyumbang inflasi yang cukup signifikan. Kenaikan harganya lebih dipicu oleh faktor pasokan, sementara cuaca buruk tetap menjadi ancaman yang bisa memicu lonjakan harga tak terduga,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Gunawan menyoroti bahwa perbedaan tingkat inflasi antara Sumut dan wilayah lain cukup mencolok. Di luar Pulau Sumatera, sebagian besar provinsi mencatatkan inflasi di bawah 3 persen.

“Sumut, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat berpotensi bergantian menempati posisi inflasi tertinggi hingga akhir tahun. Saya memperkirakan Riau dan Sumut akan menjadi dua wilayah dengan inflasi tertinggi di penghujung 2025,” tuturnya.

Gunawan juga menilai tingginya inflasi di kawasan Sumatera tidak lepas dari lemahnya mitigasi terhadap dampak kemarau panjang yang melanda tiga hingga empat bulan terakhir. Kondisi tersebut mengganggu produksi hortikultura, terutama cabai, yang menjadi komoditas sensitif penyumbang inflasi di wilayah ini.

“Minimnya mitigasi terhadap kemarau membuat pasokan terganggu, sementara permintaan tetap tinggi. Akibatnya, harga menjadi sulit dikendalikan,” pungkas Gunawan. (id09)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE