JAKARTA (Waspada.id): PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) memproyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi terkoreksi dalam sepekan ke depan akibat tekanan katalis global. Kebijakan tarif baru AS terhadap China diperkirakan meningkatkan ketegangan perdagangan dan memicu kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global. Ketegangan AS-China juga berpotensi menaikkan harga emas sebagai safe haven.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah menegaskan, faktor-faktor eksternal ini bisa memicu aksi profit taking dan risiko keluarnya dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik.
“IHSG diprediksi berpotensi koreksi menguji support di 8.150 dengan resistance terdekat 8.272. Pelaku pasar disarankan bersikap defensif, fokus pada saham berfundamental kuat, dan menerapkan strategi buy on weakness secara selektif,” sarannya.
Ia menambahkan potensi koreksi IHSG ini terjadi setelah sepanjang pekan lalu (6–10 Oktober 2025) berhasil menguat dengan mencatatkan rekor tertinggi (ATH) baru di level 8.272 pada Kamis 9 Oktober 2025. ATH baru ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global akibat shutdown pemerintah AS dan fluktuasi harga komoditas.
“Meskipun tercatat ada net sell asing sebesar Rp1,3 triliun, tekanan jual tersebut berhasil diimbangi oleh kuatnya minat beli investor domestik, terutama pada saham-saham konglomerat seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA yang menjadi penggerak utama indeks,” tandas Hari.
Sentimen Global dan Domestik Pekan Lalu
Hari pun merinci sejumlah sentimen dari global dan domestik yang membuat IHSG bergerak di zona positif pada pekan lalu.
Dari global, terang Hari, sepanjang pekan ini pasar saham Amerika Serikat mengalami koreksi cukup tajam di tengah berlanjutnya shutdown pemerintah yang menunda rilis data ekonomi resmi. Indeks S&P 500 melemah sekitar 2,7%, Nasdaq turun 3,5%, sementara Dow Jones terkoreksi 1,9%, dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap ancaman tarif impor baru terhadap China.
Meski sempat mencetak rekor tertinggi di awal pekan berkat dorongan saham teknologi, tekanan jual kembali meningkat menjelang akhir pekan.
“Memasuki pekan depan, fokus investor akan tertuju pada dimulainya musim laporan keuangan (earnings season) yang diawali oleh Citigroup dan JPMorgan, yang diperkirakan dapat menahan laju koreksi indeks. Namun secara keseluruhan, pasar AS masih berpotensi melanjutkan pelemahan secara mingguan di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal dan tensi perdagangan yang meningkat,” ujarnya.
Sementara itu dari domestik, jelasnya, sejumlah isu domestik diperkirakan akan memengaruhi pergerakan pasar Indonesia. Pemerintah berencana mengalihkan sisa dana Rp15 triliun yang belum terserap, terutama dari BTN yang baru menyalurkan sekitar 19%, ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memperkuat likuiditas sektor perbankan di daerah.
Di sisi lain, kebijakan baru yang membuka peluang bagi koperasi dan UMKM untuk mengelola tambang hingga 2.500 hektar dinilai dapat memperluas partisipasi ekonomi masyarakat di sektor sumber daya alam. Selain itu, pemerintah juga menyerahkan enam smelter beserta aset sitaan negara kepada PT Timah (TINS) sebagai langkah konkret dalam pemberantasan tambang ilegal.
Proyeksi dan Rekomendasi IPOT Pekan Ini
Berbicara tentang potensi market pada pekan ini (13-17 Oktober 2025), Hari memperkirakan pergerakan IHSG akan dibayangi oleh sejumlah katalis global yang berpotensi menekan sentimen pasar. Tekanan diperkirakan muncul di awal pekan seiring kebijakan tarif baru yang diterapkan pemerintahan Trump terhadap China, yang dapat meningkatkan ketegangan perdagangan dan menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan global.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China juga berpotensi mendorong kenaikan harga emas sebagai aset lindung nilai. Kombinasi faktor eksternal tersebut dapat memicu aksi profit taking dan meningkatkan risiko terjadinya arus keluar dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik dalam jangka pendek.
“IHSG berpotensi koreksi menguji support di 8.150 dengan resist terdekat 8.272. Pelaku pasar disarankan bersikap defensif, fokus pada saham berfundamental kuat, serta menerapkan strategi buy on weakness secara selektif,” jelas Hari.
Merespons dinamika pasar ini, IPOT yang kini telah bertransformasi menjadi Wealth Creation Platform merekomendasikan strategi investasi yang berfokus pada saham-saham pilihan berfundamental kuat dengan Booster Modal dan instrumen obligasi yang kesemuanya ini bisa dikelola dengan fitur Multi-Account untuk memisahkan setiap strategi ataupun tujuan investasi sehingga risiko lebih mudah untuk dikelola dan fitur Shared Access yang dapat digunakan keluarga dan komunitas untuk berkolaborasi dan berinvestasi bersama.
1. Buy CDIA (Entry: 2,320, Target Price (TP): 2,670 dan Stop Loss (SL): 2,140). Sepanjang pekan terakhir, CDIA mencatat net buy asing Rp536 miliar, menandakan minat beli yang solid. Selama bertahan di atas EMA-5, saham ini berpotensi melanjutkan tren naik, didukung sentimen positif dari langkah perusahaan memperkuat kendali pada dua anak usahanya di sektor pelayaran, CSI dan MIM, dengan trading plan:
2. Buy ANTM (Entry: 3,310, Target Price (TP): 3,600 dan Stop Loss (SL): 3,190). Sepanjang pekan terakhir ANTM mencatat net buy asing sebesar Rp135 miliar, didorong oleh sentimen positif dari kenaikan harga emas yang signifikan akibat meningkatnya ketidakpastian global. Kondisi ini memberikan peluang bagi saham ANTM untuk melanjutkan potensi penguatan dalam waktu dekat. Dengan Trading plan.
3. Buy SSIA (Entry: 2,090, Target Price (TP): 2,320 dan Stop Loss (SL): 1,970). SSIA mulai menunjukkan perubahan arah dengan pergerakan harga yang berbalik ke tren uptrend, didukung oleh meningkatnya minat investor besar serta sentimen positif dari pengembangan proyek kawasan industri Subang Smartpolitan. Proyek ini menjadi katalis utama karena diharapkan menarik investasi dari berbagai sektor, termasuk otomotif dan manufaktur, yang dapat meningkatkan kinerja penjualan lahan dan pendapatan perusahaan ke depan. Dengan trading plan
4. Buy Obligasi PBS38 dan PBS3. Instrumen pendapatan tetap juga menarik untuk diperhatikan pekan ini di saat ketidakpastian yang tinggi. Bagi investor yang ingin memperoleh imbal hasil maksimal, seri PBS38 dengan YTM 6,73% dapat menjadi pilihan utama karena menawarkan return kompetitif dengan tenor panjang. Sementara itu, untuk investor yang lebih mengutamakan fleksibilitas dengan tenor jangka pendek, seri PBS3 dengan YTM 4,62% tetap memberikan peluang menarik. (id09)