“Sabarlah, karena sabar itu separuh dari keberhasilan dalam menuntut ilmu dan mengurus umat” (KH. Solihin Addin)
Mentari belum tinggi saat Musholla Pesantren Wakaf Darunnajah Asahan (PDNA) mulai ramai oleh santri bersarung dan santriwati berkerudung putih. Sabtu pagi itu (21/6), udara terasa berbeda. Sejuk bukan hanya karena semilir angin perkebunan Asahan, tapi karena hadirnya tokoh penting dari rahim yang sama, Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan.
Silaturahmi Pengurus IKRH Pusat dan Direktur Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, KH. Solihin Addin, S.Ag, MM, bersama IKRH ABATASA, menjadi momentum sakral yang tak sekadar mempertemukan alumni, tapi juga menyatukan jiwa, visi, dan cinta kepada ilmu agama.
Acara dibuka dengan lantunan volksong yang merdu dari para santri, disusul pidato Bahasa Arab dan Inggris yang mengalir dengan percaya diri. Namun puncak haru terasa ketika salah seorang santriwati diuji langsung hafalan Al-Qur’annya oleh Direktur Raudlah.
Sebait ayat dari Surah Al-Baqarah dilantunkan, dan tanpa ragu, sang santriwati menyambungnya dengan fasih, tajwid sempurna, dan mata berkaca. Tepuk tangan tak cukup menampung rasa bangga saat itu.
Ketua IKRH Asahan, Batubara, dan Tanjungbalai sekitarnya (ABATASA), Ziko Hamdi, S.Hi, M.H, C.L.A, menyampaikan sambutan menyentuh. Ziko menyatakan PDNA bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi rumah bagi ruh perjuangan alumni Raudhah.
“Kami buka pintu 24 jam untuk siapa pun yang ingin pulang, menyalakan kembali semangat perjuangan,” ucapnya dengan suara bergetar.
Ziko juga mengumumkan bahwa Bimbingan Masuk Raudlah (BOMAROH) akan kembali digelar di PDNA, sebagai penguat jalur kaderisasi dan pemantapan sistem pendidikan yang tetap berakar pada Raudlah, namun dimodifikasi dengan penekanan program tahfidz Qur’an.
Dalam tausiyahnya, KH. Solihin Addin menegaskan, menuntut ilmu di pesantren adalah bentuk jihad paling nyata di zaman ini. Ia menguraikan, ilmu itu cahaya, dan cahaya tak akan sampai kepada hati yang malas dan gelisah.
“Sabarlah, karena sabar itu separuh dari keberhasilan dalam menuntut ilmu dan mengurus umat,” pesannya.
Acara silaturahmi ditutup dengan doa yang khidmat dan makan bersama sederhana ala pesantren. Tapi lebih dari itu, yang dibawa pulang para peserta adalah keyakinan, bahwa ruh Raudlah terus hidup di Asahan, menyala di hati para santri yang sedang menapak jalan panjang menuju cahaya ilmu dan keteguhan iman. WASPADA.id/Rasudin Sihotang