Senin, 13 Oktober 2025, bukan sekadar hari biasa. Di ruang inilah, babak baru bagi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Pidie (DWP) dimulai.
Cahaya matahari menembus jendela besar Oproom Sekretariat Daerah ( Sekda), Kabupaten Pidie, membiaskan kilau lembut pada deretan kursi yang tersusun rapi.
Di panggung depan, bunga segar berwarna putih dan kuning menghiasi meja panjang, memberi kesan anggun dan tenang. Suara riuh pelan terdengar dari barisan tamu undangan, tawa kecil, sapaan hangat, dan denting langkah sepatu yang menyatu dalam harmoni pagi itu.
Senin, 13 Oktober 2025, bukan sekadar hari biasa. Di ruang inilah, babak baru bagi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Pidie (DWP) dimulai. Para perempuan dengan pakaian seragam rapi dan selendang khas DWP berkumpul dalam suasana penuh kebanggaan.
Mereka bukan hanya tamu undangan, melainkan bagian dari gerakan yang perlahan tapi pasti membentuk fondasi kuat dalam pembangunan daerah.
Ketua DWP Kabupaten Pidie Saptati Rengganis Samsul Azhar berdiri dengan senyum tenang, menyapa satu per satu anggota yang hadir. Di hadapannya, Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie Samsul Azhar sekaligus Pembina DWP menyaksikan pengukuhan Pengurus DWP Masa Bakti 2024–2029. Momen ini bukan hanya formalitas. Bagi mereka yang hadir, ini adalah pernyataan niat, tekad, dan harapan.
Lebih dari Sekadar Acara Pelantikan
Ketika mikrofon berpindah ke tangan Samsul Azhar, suasana ruangan perlahan hening. Dengan suara tenang dan penuh keyakinan, ia menyampaikan pesan yang menyentuh.
“Pengukuhan ini bukan sekadar seremonial,” katanya. “Ini adalah tanggung jawab besar untuk melanjutkan estafet kepengurusan, memajukan organisasi, dan memberikan kontribusi nyata bagi Kabupaten Pidie,” tambahnya.
Kata-katanya sederhana, namun maknanya dalam. Dalam organisasi yang sering dipandang sebagai pendamping, DWP justru memegang peran yang kerap tak terlihat, tetapi sangat menentukan. Di balik setiap langkah para suami yang bekerja sebagai aparatur negara, ada perempuan yang menjadi penyemangat, penopang, dan penggerak semangat.
Saptati Rengganis, dalam balutan kebaya modern berwarna krem lembut, menyampaikan harapannya dengan mata berbinar.
“Kami ingin DWP bukan sekadar nama. Kami ingin menjadi gerakan yang hidup, memberi manfaat, dan menjadi mitra sejajar dalam pembangunan daerah,” ujarnya usai pengukuhan.
Dari barisan belakang, terlihat beberapa anggota saling berpelukan, ada yang menepuk bahu dengan bangga. Beberapa lainnya menyeka mata—bukan sedih, tapi terharu. Sebuah perasaan kuat bahwa mereka sedang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Bunga-bunga meja di panggung depan tampak semakin semarak. Lampu ruangan menyinari wajah-wajah perempuan yang dipenuhi semangat baru. Tidak ada atribut mewah, tidak ada kemegahan berlebihan, tapi ada kehangatan yang nyata.

Turut hadir dalam momen ini Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Pidie Rohana Razali Sarjani, Wakil Ketua TP-PKK Mona Rizki Arisanti Alzaizi, dan para ketua organisasi wanita lainnya. Mereka datang bukan sekadar menyaksikan, tetapi juga menyatukan langkah dalam semangat kebersamaan.
Perempuan di Garis Depan
DWP Kabupaten Pidie memiliki rencana besar. Mereka ingin memperkuat literasi keluarga, meningkatkan edukasi kesehatan, hingga mendorong pemberdayaan perempuan di desa-desa. “Kami percaya, perubahan besar berawal dari rumah,” tutur Saptati dengan mantap.
Perempuan, bagi DWP, bukan hanya pendamping. Mereka adalah pemantik semangat, penyalur energi, dan pembawa perubahan. Dalam kehidupan birokrasi yang sering kaku, peran mereka memberi sentuhan manusiawi — menyatukan struktur dengan nurani.
Saat acara berakhir, satu per satu tamu meninggalkan ruangan. Namun ada sesuatu yang tertinggal di udara: getar semangat yang tak terlihat tapi terasa. Para pengurus baru melangkah keluar dengan kepala tegak, membawa janji untuk berbuat lebih, tidak hanya bagi organisasi, tapi bagi masyarakat.
“Kalau kita ingin daerah maju, keluarga harus kuat. Dan perempuan ada di pusat kekuatan itu,” ujar Samsul Azhar sebelum meninggalkan ruangan.
Hari itu, pengukuhan bukan sekadar peristiwa administratif. Ia menjadi potret kecil tentang bagaimana perempuan mampu menjadi pilar kokoh sebuah daerah. Dari balik senyum dan kerja sunyi, mereka menanam benih perubahan.
Muhammad Riza