Jasamu Selamatkan Lingkungan Dan Berantas Maksiat Tetap Dikenang
MANTAN Bupati Langkat, H Ngogesa Sitepu, telah pergi untuk selama-lamanya menghadap Sang Kholik pada, Sabtu (27/9) malam. Kabar duka yang dengan cepat menyebar luas di group WhatsApp dan platform media sosial ini sontak menyentak warga Langkat.
Selama dua priode menjabat sebagai orang nomor satu di Langkat, sosok bupati ini tentu banyak meninggalkan kenangan, terutama dalam urusan pelayan publik yang membawa nilai kemanfaatan bagi lapisan masyarakat kecil.
Khusus bagi masyarakat pesisir di Kec. Besitang, kepemimpinan Ngogesa memiliki catatan tersendiri. Komunitas nelayan menilai, almarhum termasuk sosok pemimpin yang peduli terhadap jeritan nasib rakyat kecil.
Osman, salah seorang nelayan tradisonal di Besitang mengatakan, berkat ketegasan bupati, hutan di Pulau Sadapan ini berhasil diselamatkan. “Sikap tegas bupati tidak bisa kami kupakan,” kata spesialis pancing ikan itu.
Di masa kepemimpinannya, mantan Ketua DPD Golkar Sumut pernah membuat catatan yang bersejarah buat nelayan. Bagaimana tidak, ia telah menyelamatkan Pulau Sadapan dari tangan makelar tanah dan oknum pengusaha.
Pulau kecil seluas kurang lebih 60 hektare yang ditumbuhi berbagai pohon jenis mangrove tersebut pada tahun 2011 sempat dikuasai oleh para makelar tanah dan pengusaha asal Medan.
Pulau tak berpenghuni tersebut sudah sempat dibendung pengusaha dengan menggunakan alat berat excavator. Bendungan sepanjang ribuan meter telah menutup akses nelayan tradisional di daerah ini untuk mengais rezeki.
Para nelayan melakukan protes keras, bahkan mereka melakukan aksi demo menentang praktik konversi yang dianggap merugikan nelayan. Tapi, aksi protes warga marginal ini tak mampu menghentikan ambisi pengusaha.
Aksi konversi ilegal ini menjadi sorotan media Harian Waspada. Pemberitaan kritis menyoroti aktivitas alih fungsi hutan di wilayah pesisir Pulau Sadapan ini terus mengalir lewat follow up yang berseri.
Ternyata, jeritan rakyat kecil yang terancam akan kehilangan salah satu wilayah tangkap yang diberitakan salah satu koran tertua di Indonesia ini menggugah hati nurani Bupati Langkat.
Ngogesa pada tahun 2012 memerintahkan Kadis Kehutanan dan Perkebunan, Satpol PP dan Camat Besitang semasa dijabat, Nuriadi, untuk melakukan eksekusi terhadap benteng, termasuk satu unit bangunan dua tingkat.
Untuk menurunkan excavator ke kawasan pulau, Pemkab Langkat mencarter ponton LC Niaga Jaya. Ponton ini juga digunakan untuk mengeluarkan excavator yang disewa oknum pengusaha untuk menghancurkan hutan.
Tak sampai satu hari, tim yang ditugaskan sang bupati berhasil meratakan bangunan milik pengusaha, termasuk menghancurkan bendungan yang telah melingkupi pulau dan menutupi seluruh paluh.
Tindakan tegas ini spontan mendapat aplaus dari komunitas nelayan yang menyaksikan secara langsung proses eksekusi. Setelah bendungan dijebol, air laut yang sebelumnya tertahan, kembali mengalir secara alamiah.
Upaya penyelamatan alam yang sudah berjalan selama 13 tahun silam ini membawa dampak positif untuk jangka panjang bagi warga. Bagaimana tidak, hutan di pulau kecil ini berfungsi sebagai tempat reproduksi ikan, udang dan kepiting. Potensi mangrove di pulau ini juga menjadi sumber rezeki yang terus mengalir hingga kini buat nelayan.
Semasa dua priode memimpin Langkat, pria berdarah Karo kelahiran tahun 1962 ini memperlihatkan komitmennya untuk menyelamatkan kawasan pesisir dari praktik alih fungsi hutan mangrove untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Lubuk Kertang
Masih pada tahun yang sama, Ngogesa juga pernah turun ke daerah pesisir Desa Lubuk Kertang, Kec. Brandan Barat. Saat itu, ia menyerahkan bantuan peralatan jetor dan bibit kepada para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA).
Di lokasi ini, sang bupati melihat praktik alih fungsi hutan mangrove yang dilakukan UD SS berlangsung masif. Ribuan hektare kawasan hutan mangrove Register 8/L di daerah ini punah akibat keserakahan oknum pengusaha.
Dalam catatan Waspada.id, saat kunjungan ke pesisir Lubuk Kertang tersebut, Ngogesa, mengeluarkan statment yang lugas dan keras. Di hadapan para pejabat dan kalangan aktivis lingkungan, ia memerintahkan warga untuk menjebol benteng yang dibangun pengusaha.
“Hancurkan benteng ini. Siapa bekingnya saya yang menghadapi,” kata sang bupati dengan nada suara yang tegas. Perintah sang bupati ini menjadi dorongan spirit bagi komunitas warga pesisir, termasuk aktivis lingkungan yang sedang berjuang menyelematkan hutan.
Salah seorang aktivis lingkungan di Langkat, Azhar Kasin, dimintai Waspada.id komentarnya, Minggu (28/9), mengatakan, Ngogesa adalah sosok pahlawan bagi warga pesisir karena ia telah memberikan perhatian dan andil yang besar untuk menyelamatkan hutan mangrove.
Dukungan bupati, lanjutnya, membangkitkan semangat masyarakat pesisir yang sudah berjuang sejak tahun 2010 melawan oknum pengusaha yang mengkonservasi hutan. Support dari bupati bak seperti menambah amunisi baru bagi masyarakat dan aktivis untuk terus berjuang menghancurkan tanggul.
Perjuangan panjang yang cukup menguras energi dan penuh teror, bahkan kriminalisasi ini akhirnya berhasil. Sikap militansi warga akhirnya berhasil merebut kembali ratusan hektare kawasan hutan mangrove yang sudah dikonversi dengan tanaman kelapa sawit.
Oleh warga, kawasan hutan yang sempat dikuasai pengusaha, kembali ditanami dengan bibit mangrove. Hamparan hutan yang luas dan sempat dijadikan kebun sawit ini kembali dihijaukan warga dengan tanaman mangrove.
“Dukungan yang diberikan Pak Ngogesa untuk penyelamatan kawasan hutan mangrove di daerah pesisir ini ketika itu sangat luar biasa,” kenang aktivis lingkungan, Azhar Kasim.
Kondisi alam pesisir yang sempat punah akibat alih fungsi hutan, kembali hijau dan asri. Warga mengelola kawasan hutan ini secara berkelanjutan dan dijadikan objek eko wisata sehingga membawa dampak positif bagi perekonomian bagi pesisir.
Daerah pesisir ini sempat berhasil menyedot kunjungan wisatawan. Bahkan, Menteri LHK semaja dijabat Siti Nurbaya pernah datang berkunjung ke kawasan hutan mangrove ini.
Namun sayangnya, jutaan pohon mangrove yang tumbuh subur menjadi sasaran aksi kejahatan dari pelaku illegal logging. Kini, objek eko wisata ini mati total karena pohon bakau yang tumbuh subur dan lebat nyaris punah akibat aksi penebangan liar yang berlangsung masif.
Pemberantasan Maksiat
Ngogesa juga memiliki catatan sejarah dalam pemberantasan bisnis prostitusi di wilayah Kec. Besitang. Ratusan warung esek-esek yang menghiasi pinggiran Jalinsum Medan-Aceh, tepatnya di Desa Bukitselamat dan Desa Halaban dieksekusi.
Kala itu, Ngogesa turun langsung ke lapangan menyaksikan alat berat excavator meratakan seluruh bangunan ilegal tempat maksiat yang sudah beroperasi sejak tahun 1980-an ini. Saat itu, para wanita pekerja seks komersial (PSK), termasuk mucikari tampak kucar kacir.
Tindakan tegas dari sang bupati mendapat apresiasi yang luas dari kalangan alim ulama, tokoh agama dan masyarakat Langkat, khususnya warga Besitang yang sudah sangat resah dengan aktivitas prostitusi di daerah ini.
Mangkatnya mantan Bupati Langkat periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini, membuat warga Langkat berduka. Warga mengucapkan selamat jalan buat mantan penguasa Langkat dua periode untuk menuju alam keabadian.
“Kami mendokan, semoga kebaikan yang pernah almarhum perbuat untuk kemaslahtan masyarakat menjadi catatan amal ibadah,” ujar Azhar dengan suara parau seraya berharap, kepada keluarga almarhum tetap sabar dan tabah menerima cobaan ini. Asrirrais/Waspada.id