Pada suatu siang di Aula Kantor Gubernur Sumatera Utara, 20 Maret 2025, 33 bupati dan wali kota menandatangani dokumen yang sederhana wujudnya, tapi besar artinya: Komitmen Bersama Universal Health Coverage (UHC).
Di balik pena yang mereka goreskan, tergambar perjalanan panjang sebuah program besar bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)—yang selama lebih dari satu dekade telah menyatukan ragam Indonesia dalam ikhtiar yang sama.
“Target kita jelas memastikan seluruh penduduk terlindungi JKN, tanpa terkecuali,” ujar Deputi Direksi Wilayah I BPJS Kesehatan, Nuim Mubaraq, melalui Asisten Deputi SDMUK Wilayah I, Iwan Adriady.
Kalimat itu bukan sekadar retorika. Di Sumatera Utara, komitmen tersebut telah nyata dalam angka, sistem, dan sentuhan digital yang menjangkau pesisir hingga pedalaman.
Sumatera Utara: Bergerak Nyata Menuju UHC
Per 1 April 2025, jumlah peserta JKN di Sumatera Utara mencapai 14.747.422 jiwa dari total 15.640.905 penduduk, atau 94,29% cakupan. Sebanyak 12 kabupaten/kota telah melampaui angka 98,6%, bahkan tiga di antaranya—Batu Bara, Pakpak Bharat, dan Sibolga—telah menyentuh 100%. Kabupaten/kota lainnya yang telah melampaui target UHC adalah Medan, Tebing Tinggi, Toba, Gunungsitoli, Binjai, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, dan Humbang Hasundutan.
Secara segmentasi, peserta JKN di Sumut terdiri atas PBI JK sebanyak 5,5 juta jiwa, PBPU Pemda 3,4 juta, PPU 2,8 juta, PBPU Mandiri 2,4 juta, dan segmen lainnya melengkapi total cakupan. Upaya ini tak sebatas dokumen atau rapat koordinasi.
BPJS Kesehatan wilayah Sumut menggelar roadshow ke 13 kabupaten/kota, membentuk forum komunikasi lintas sektor, serta memperkuat rekrutmen dan aktivasi peserta. “Tidak boleh ada satu pun warga tertinggal dari hak dasar kesehatan,” tegas Iwan.
30 Juta Layanan, Rp43 Triliun untuk Rakyat
Sejak 2014 hingga Maret 2025, lonjakan pemanfaatan JKN di Sumut meningkat signifikan: dari 2,9 juta kasus (2014) menjadi 30,7 juta (2024)—atau rata-rata 84.120 pemanfaatan per hari. Sepanjang 2023, tercatat 12,6 juta kunjungan sehat dan 10,5 juta kunjungan sakit di FKTP, dengan jumlah rawat inap di FKRTL terus meningkat tiap tahun.
Selama periode 2018–2025, BPJS Kesehatan mengucurkan dana manfaat sebesar Rp43 triliun untuk Sumut—dengan Rp36,4 triliun (84,77%) dialokasikan ke FKRTL dan sisanya ke FKTP.
Digitalisasi dan Akses Tanpa Sekat
Transformasi digital menjadi tulang punggung layanan. Dokter kini dapat mengakses riwayat medis pasien dalam satu tahun terakhir melalui fitur i-Care JKN. Di sisi peserta, Mobile JKN menyediakan fitur antrean online, status rujukan, histori pelayanan, dan pengisian survei kepuasan.
Pelayanan administratif pun dilakukan daring via PANDAWA (WhatsApp), VIKA (Voice Interactive JKN), dan bahkan video call Zoom melalui kanal BPJS Kesehatan Online.
“Cukup dengan NIK. Tanpa fotokopi, tanpa biaya tambahan, tanpa batas hari rawat. Obat tersedia, layanan setara dan ramah,” tegas Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti.
Hingga 2024, layanan telekonsultasi telah digunakan oleh 17,2 juta peserta di 21.929 FKTP. Sistem juga menampilkan informasi jadwal operasi, ketersediaan tempat tidur, serta mempermudah pasien PRB untuk memperpanjang rujukan dan menebus resep secara daring.
Menyentuh Pedalaman, Menyamaratakan Layanan
Komitmen menjangkau daerah belum terpenuhi fasilitas kesehatan (DBTFMS) terus diperkuat. BPJS Kesehatan menggandeng rumah sakit apung, mengirim tenaga kesehatan, dan menjalin kerja sama dengan faskes khusus di wilayah seperti Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, NTT, Sulawesi Tenggara, hingga Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Barat Daya, dan Papua Pegunungan.
Tercatat, layanan BPJS Keliling telah menjangkau 37.858 titik lokasi dan menghasilkan 940.158 transaksi. Di 227 Mal Pelayanan Publik (MPP), layanan satu atap menghasilkan 379.921 transaksi hingga 2024.
Seperti di Medan, seorang warga bernama Andi, ayah dua anak, akhirnya bisa menjalani perawatan dengan rujukan digital dari puskesmas terdekat. “Dulu, saya harus bawa berkas dan uang pinjaman. Sekarang, cukup bawa KTP. Semua ditanggung. Seperti mimpi,” ujarnya terharu.
Nasional: Infrastruktur, Layanan, dan Kepesertaan
Per 1 April 2025, total peserta JKN nasional tercatat 279.631.615 jiwa atau 98,13% populasi Indonesia. Komposisi peserta:
• PBI JK: 115 juta
• PBPU Pemda: 58 juta
• PPU BU: 46 juta
• PBPU Mandiri: 33 juta
• Lainnya: 27+ juta
Jumlah fasilitas kesehatan terus meningkat:
• FKTP: dari 18.437 (2014) menjadi 23.682 (2024) – naik 28%
• RS Mitra: dari 1.681 menjadi 3.162 – naik 88%
Sepanjang 2024, tercatat 673,9 juta kunjungan layanan JKN, atau 1,8 juta per hari.
New Rehab 2.0: Solusi untuk Peserta Menunggak
Peserta dari segmen PBPU dan Bukan Pekerja (BP) yang menunggak iuran kini bisa mengaktifkan kembali kepesertaannya melalui program Rehab 2.0—mencicil tunggakan hingga 36 bulan, dengan setoran minimum Rp35.000/bulan. Program ini berlaku bagi peserta dengan tunggakan 2–24 bulan, dan saat aktif bisa langsung mengakses layanan tanpa harus melunasi seluruhnya.
KRIS: Menuju Pelayanan Setara Tanpa Kelas
Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) ditetapkan melalui Perpres No. 59 Tahun 2024, dengan batas waktu implementasi nasional hingga 30 Juni 2025. KRIS mengatur 12 kriteria minimum ruang rawat inap, termasuk pencahayaan, ventilasi, tirai pembatas, dan oksigen. Tujuannya jelas: menyetarakan kualitas pelayanan, tak memandang kelas ekonomi peserta.
Ketahanan Dana, Tata Kelola, dan Good Governance
Selama 11 tahun berturut-turut, BPJS Kesehatan memperoleh opini Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari BPK atas laporan Dana Jaminan Sosial (DJS). Tahun 2024, aset bersih DJS mencapai Rp49,52 triliun, cukup untuk menutup klaim hingga 3,4 bulan ke depan, dengan hasil investasi mencapai Rp5.395,6 miliar, melebihi target.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menegaskan bahwa tata kelola JKN dijalankan dengan pengawasan ketat, karena menyangkut kepercayaan rakyat terhadap negara.
Pilar Menuju Indonesia Emas 2045
Dalam Perpres No. 12 Tahun 2025, penguatan JKN ditetapkan sebagai salah satu pilar Asta Cita menuju Indonesia Emas 2045. Akses layanan kesehatan yang setara dan inklusif bukan lagi sekadar visi, tapi misi nasional yang dikawal bersama.
“JKN adalah gotong royong bangsa. Kita tidak bisa sehat sendiri. Kita harus sehat bersama,” tutup Ghufron.
Penutup: Dari Angka Menjadi Makna
Program JKN tidak berhenti pada angka. Ia hadir di ruang rawat inap, antrean puskesmas, hingga layar gawai peserta. Ia menjahit kepastian dalam simpul harapan. Seperti benang merah yang merajut pulau-pulau, JKN telah memaknai ulang kehadiran negara untuk seluruh rakyatnya—tanpa kecuali. (Mahbubah Lubis)