Features

MDP Bukan Lembaga Penghukum: Menjaga Keseimbangan Hak Pasien dan Tenaga Kesehatan

MDP Bukan Lembaga Penghukum: Menjaga Keseimbangan Hak Pasien dan Tenaga Kesehatan
Kecil Besar
14px

DALAM beberapa waktu terakhir, kasus pelayanan kesehatan semakin sering menjadi sorotan publik. Sayangnya, diskursus yang berkembang kerap menyederhanakan persoalan, seolah tenaga kesehatan selalu berada di posisi yang salah.

Sementara Majelis Disiplin Profesi (MDP) dipersepsikan semata sebagai lembaga pemberi sanksi. Pandangan ini keliru dan berpotensi mengganggu keseimbangan sistem kesehatan, karena tidak hanya melemahkan rasa aman tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya, tetapi juga dapat merugikan kepentingan pasien.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Tulisan ini dimaksudkan untuk meluruskan pemahaman tersebut bahwa MDP hadir bukan untuk menghukum, melainkan menjaga keadilan, melindungi hak pasien, dan memastikan mutu pelayanan kesehatan.

MDP dibentuk dalam kerangka reformasi hukum kesehatan nasional untuk memastikan praktik pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar disiplin profesi.

Dalam ekosistem kesehatan, MDP memegang mandat strategis untuk melindungi hak pasien atas pelayanan yang aman dan bermutu, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bekerja sesuai standar profesi dan prosedur operasional.

Sengketa medis yang muncul tidak serta-merta harus ditarik ke ranah pidana atau perdata, tetapi terlebih dahulu dinilai secara profesional melalui mekanisme MDP. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2025 menegaskan MDP sebagai lembaga yang otonom dan independen, sekaligus penjaga keseimbangan antara perlindungan pasien dan profesi.

Kehadiran Majelis Disiplin Profesi (MDP) di tingkat provinsi memiliki arti strategis dalam menjaga kualitas dan keadilan pelayanan kesehatan, tidak hanya secara normatif tetapi juga secara kelembagaan. Hal ini tercermin melalui Keputusan Ketua MDP tentang Pengangkatan Tim Pemeriksa Provinsi Periode 2025–2026 yang membentuk tim ad hoc di berbagai provinsi, termasuk Sumatera Utara, dengan melibatkan unsur dinas kesehatan, profesi, fasilitas pelayanan kesehatan, dan masyarakat, sehingga penanganan kasus benar-benar mempertimbangkan konteks lokal, sistem rujukan daerah, serta dinamika hubungan pasien dan tenaga kesehatan. Penguatan peran MDP Provinsi juga terlihat dari keterlibatan aktif dalam forum-forum nasional, seperti Focus Group Discussion Penanganan Pengaduan dan Pemberian Rekomendasi oleh MDP bersama aparat penegak hukum, Kementerian Kesehatan, konsil, dan kolegium kesehatan, yang menjadi ruang penyamaan persepsi dan peningkatan kapasitas agar penegakan disiplin di daerah tetap objektif dan selaras dengan kebijakan nasional.

Dalam praktik pelayanan kesehatan, tidak jarang tenaga kesehatan yang telah bekerja sesuai prosedur dan standar profesi tetap harus menghadapi proses hukum yang panjang dan melelahkan. Proses tersebut sering kali berjalan sejak tahap awal pengaduan, bahkan sebelum ada penilaian profesional yang memadai terhadap konteks medis, kompleksitas kasus, serta risiko klinis yang melekat pada tindakan pelayanan.

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada aspek hukum, tetapi juga memengaruhi psikologis tenaga kesehatan dan keberlangsungan pelayanan kepada pasien lainnya. Situasi semacam ini menunjukkan betapa pentingnya kehadiran Majelis Disiplin Profesi (MDP) sebagai ruang penilaian objektif dan berbasis keahlian. Melalui mekanisme ini, setiap dugaan pelanggaran dapat dinilai secara adil dan proporsional sebelum persoalan dibawa ke ranah hukum.

Masih berkembang mitos bahwa MDP adalah “pengadilan” bagi tenaga kesehatan dan setiap pengaduan pasti berujung sanksi. Fakta menunjukkan sebaliknya, dari lebih seratus pengaduan yang masuk, sebagian besar telah diselesaikan melalui proses pemeriksaan profesional, dan sekitar 90 persen dinyatakan tidak terbukti melanggar disiplin. Hal serupa terlihat pada permintaan rekomendasi, di mana mayoritas kasus juga berakhir tanpa penetapan pelanggaran. Setiap laporan diperiksa melalui proses yang objektif, transparan, dan menjunjung prinsip due process, dengan mempertimbangkan fakta, konteks medis, serta standar profesi yang berlaku. Mekanisme ini justru berperan penting mencegah kriminalisasi yang tidak tepat terhadap tenaga kesehatan, sekaligus menjaga keadilan bagi pasien dan mutu layanan kesehatan.

Penegakan disiplin oleh MDP dijalankan melalui alur kerja yang utuh dan berorientasi pada perbaikan sistem. Proses dimulai dari upaya preventif melalui sosialisasi dan pembinaan keprofesian, dilanjutkan dengan layanan pengaduan masyarakat yang tertib dan bertanggung jawab. Pemeriksaan dilakukan secara profesional, dan sanksi hanya diterapkan sebagai pilihan terakhir apabila terbukti terjadi pelanggaran disiplin. Yang tidak kalah penting, MDP menempatkan pembinaan pasca putusan sebagai bagian integral dari proses, dengan pendekatan rehabilitatif untuk memperbaiki kompetensi dan praktik profesional tenaga kesehatan. Dengan demikian, penegakan disiplin profesi merupakan proses pembelajaran sistemik, bukan penghukuman personal.

Pemahaman publik terhadap peran MDP menjadi kunci dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan. Masyarakat berhak memperoleh layanan yang aman dan bermutu, sekaligus menyampaikan pengaduan apabila merasa dirugikan. Namun, pengaduan tersebut perlu disalurkan melalui mekanisme yang benar agar dapat ditangani secara adil dan profesional. Kesalahpahaman publik, termasuk pelaporan yang emosional tanpa pemahaman prosedur, justru berpotensi memperkeruh persoalan dan menurunkan rasa aman tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Di sinilah MDP berperan sebagai jembatan keadilan antara pasien dan tenaga kesehatan.

Di sisi lain, MDP juga menghadapi tantangan nyata, seperti belum terintegrasinya kanal pengaduan, keterbatasan kapasitas pemeriksa, serta lemahnya pemahaman prosedur di daerah. Karena itu, penguatan sistem pengaduan satu kanal terintegrasi, peningkatan peran MDP di tingkat provinsi, serta sinergi dengan dinas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan aparat penegak hukum menjadi kebutuhan mendesak.

Kehadiran MDP Provinsi, termasuk di Sumatera Utara, memungkinkan penanganan kasus yang lebih responsif terhadap konteks lokal, sekaligus memperkuat fungsi edukasi publik dan pembinaan tenaga kesehatan.
Pada akhirnya, MDP harus dipahami sebagai instrumen untuk membangun kepercayaan, bukan menumbuhkan ketakutan. Dengan pemahaman yang tepat dan kolaborasi yang kuat, MDP dapat menjadi pilar penting dalam mewujudkan sistem kesehatan yang adil, profesional, dan berkeadilan di mana hak pasien terlindungi, mutu layanan terjaga, dan tenaga kesehatan dapat menjalankan tugas mulianya dengan rasa aman. (Oleh: Destanul Aulia, SKM, MBA, MEc, Ph.D, ( Anggota Ad hoc MDP Provinsi Sumatera Utara)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE