PERKEMBANGAN ekonomi digital saat ini tak terbantahkan: sangat cepat. Ini menjadi masa depan dan menjadi mesin pertumbuhan yang penting bagi Indonesia.
Sebab, pergeseran besar dari ekonomi tradisional, di mana kegiatan bisnis dan transaksi dilakukan secara fisik, menjadi ekosistem yang memanfaatkan jaringan, data, dan platform digital itu, menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih cepat dan efisien.
Ekonomi digital mencakup semua transaksi ekonomi yang dimediasi oleh teknologi digital, termasuk perdagangan barang, jasa, dan informasi yang terjadi melalui internet dengan menggunakan meliputi perangkat keras (komputer, smartphone), perangkat lunak, dan jaringan (internet, cloud computing).
Itu artinya cakupan kinerja bisa meliputi pelaksanaan aktivitas bisnis dan operasional internal perusahaan dengan menggunakan sistem digital, termasuk transaksi jual beli barang dan jasa secara daring (online), seperti melalui marketplace atau toko online mandiri.
Terlebih dengan hadirnya Artificial Intelligence (AI) dalam pemasaran produk yang sangat luas dan memberikan manfaat signifikan. AI membantu pemasar menjadi lebih efisien, personal, dan mampu memprediksi tren.
AI memungkinkan pemasar untuk beralih dari pemasaran massal ke pengalaman individu, karena AI menganalisis dapat riwayat pembelian, perilaku penjelajahan, dan data demografis pelanggan untuk merekomendasikan produk yang sangat relevan secara real-time.
Selain itu, dari sudut padang segmentasi mikro, AI dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok kecil (mikro-segmen) pelanggan dengan kesamaan perilaku yang sangat spesifik, memungkinkan pengiriman pesan promosi yang jauh lebih tertarget.
Serta personalisasi konten (Dynamic Content), yakni menyesuaikan layout situs web, email marketing, atau iklan digital secara otomatis berdasarkan siapa yang melihatnya. Dengan peran itu, AI mengambil alih tugas-tugas yang repetitif dan memakan waktu, sehingga tim pemasaran dapat fokus pada strategi.
Kemudian, otomatisasi kampanye Email yakni mengirim email tindak lanjut, email keranjang belanja yang ditinggalkan, atau ucapan ulang tahun secara otomatis dan pada waktu yang paling optimal untuk setiap individu.
Tak heran, ekonomi digital sudah dilirik serius Lazada salah satu perusahaan e-commerce atau marketplace terbesar dan terkemuka di Asia Tenggara. Jenis Bisnis: Lazada beroperasi sebagai platform jual beli online (e-commerce marketplace) yang menghubungkan penjual (individu, UMKM, hingga merek besar/resmi) dengan pembeli.
Adapun wilayah operasi berfokus utamanya adalah pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Didirikan pada tahun 2012 oleh Rocket Internet dan kepemilikan, sejak tahun 2016, kepemilikan saham mayoritas Lazada Group dipegang oleh raksasa teknologi asal Tiongkok, yaitu Alibaba Group.
Akuisisi ini memberikan Lazada akses ke teknologi, logistik, dan pengalaman Alibaba, Lazada menyediakan berbagai macam kategori produk, mulai dari elektronik, fesyen, peralatan rumah tangga, kecantikan, hingga kebutuhan sehari-hari.
Lazada memainkan diketahui memegang peran penting dalam ekosistem ekonomi digital di Indonesia dan Asia Tenggara sebagai salah satu pelopor yang mempopulerkan belanja online.
Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah AI Lazzie, teknologi yang dapat menganalisis perilaku konsumen, memberikan panduan bagi penjual, hingga menyusun strategi berbasis data untuk meningkatkan performa toko.
AI Lazzie adalah contoh bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) diintegrasikan ke dalam platform e-commerce untuk membantu penjual mengoptimalkan kinerja mereka.
Diketahui Lazzie adalah solusi berbasis data yang dirancang untuk memberikan keunggulan kompetitif bagi para seller (penjual) di Lazada, karena mampu memproses data transaksi, pencarian, dan klik untuk mengidentifikasi tren, preferensi, dan pola pembelian pelanggan.
Contoh: Mengetahui jam berapa pembeli paling aktif mencari produk tertentu.
Berdasarkan analisis data, Lazzie memberikan saran yang spesifik dan actionable (dapat ditindaklanjuti) kepada penjual. Contoh: Rekomendasi produk mana yang harus di stok ulang, harga optimal untuk bersaing, atau kata kunci mana yang paling efektif.
Dan yang terpenting adalah penyusunan strategi berbasis data yakni membantu penjual merencanakan kampanye, promosi, dan penempatan produk secara lebih cerdas.
Contoh: Saran untuk menjalankan promosi voucher diskon pada tanggal kembar berdasarkan performa sebelumnya.
Penggunaan AI seperti Lazzie ini menunjukkan pergeseran dari sekadar berjualan online menjadi bisnis digital yang didorong oleh data dan teknologi. Ini membantu UMKM bertindak seperti perusahaan besar dengan akses ke analisis pasar yang canggih.
Kendati memberi peluang yang sangat besar, penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam pemasaran produk dihadapkan pada sejumlah kendala dan tantangan yang signifikan.
Di antaranya, AI sangat bergantung pada data dan infrastruktur, yang seringkali menjadi hambatan utama: Ketergantungan pada Kualitas dan Kuantitas Data: Model AI membutuhkan data dalam jumlah besar (Big Data) dan berkualitas tinggi (bersih, lengkap, dan relevan) untuk menghasilkan prediksi yang akurat. Jika data yang digunakan tidak lengkap atau tidak akurat, hasil personalisasi dan prediksi akan bias atau salah (Garbage In, Garbage Out).
Biaya Implementasi dan Infrastruktur Tinggi yakni mengembangkan dan mengintegrasikan solusi AI yang canggih (seperti Machine Learning untuk prediksi churn) memerlukan investasi besar pada perangkat keras, perangkat lunak, dan daya komputasi yang kuat. Ini menjadi hambatan signifikan bagi UMKM atau perusahaan dengan anggaran terbatas.
Kemudian masalah integrasi sistem karena mengintegrasikan alat AI baru dengan sistem pemasaran, penjualan, dan basis data pelanggan yang sudah ada (legacy systems) seringkali rumit dan memakan waktu.
AI unggul dalam logika dan perhitungan, tetapi memiliki batasan dalam elemen pemasaran yang memerlukan sentuhan manusia. Meskipun AI generatif dapat membuat copy iklan atau gambar, AI masih terbatas dalam menghasilkan ide-ide kampanye yang benar-benar orisinal, inovatif, dan sarat emosi. Kreativitas, humor, dan pemahaman mendalam tentang budaya masih membutuhkan arahan dan sentuhan akhir dari manusia.
Selain itu, AI kesulitan dalam menganalisis dan menanggapi emosi pelanggan yang sangat kompleks atau ambigu di luar pola yang sudah diprogram (misalnya, sarcasm atau kebingungan yang halus), yang vital dalam interaksi layanan pelanggan yang kritis.
Risiko Uncanny Valley, terutama pada konten yang dihasilkan AI (seperti avatar chatbot atau video), visualisasi yang “nyaris sempurna” namun tidak alami dapat menimbulkan perasaan ganjil, tidak nyaman, dan mengurangi kepercayaan konsumen.
Sejauh ini, kekurangan keahlian digital sering terjadi karena banyak tim pemasaran kekurangan talenta dengan keahlian mendalam di bidang data science, Machine Learning, dan pemeliharaan model AI. Kurva pembelajaran untuk menggunakan alat AI yang kompleks bisa sangat curam.
Kemudian, dukungan stakeholder belum begitu terasa karena adopsi AI sering kali gagal karena kurangnya dukungan atau pemahaman dari manajemen tingkat atas (stakeholder) yang ragu terhadap manfaat investasi mahal ini.
Cermati Tantangan
Sebagai perusahaan terbesar dan sudah memiliki nama besar pula, Lazada diharapkan mampu mencermati segala bentuk tantangan menjadi peluang agar AI yang bertaut dalam program Ai Lazzie harus komit bahwa dengan memperkuat ekosistem ekonomi digital, mampu menjangkau masyarakat lebih cepat dan efisien, sehingga memerlukan fokus pada dua aspek utama yakni Infrastruktur Dasar dan Inklusi Digital.
Di antaranya mempercepat dan memeratakan Infrastruktur Digital, karena laju dan efisiensi jangkauan ditentukan oleh kualitas konektivitas:
Kemudian berkaitan dengan pemerataan akses berkecepatan tinggi hednaknya fokus pada pembangunan jaringan fiber optik dan adopsi teknologi 4G/5G, khususnya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Agar lebih efisien perlu oneksi cepat sehingga memungkinkan transaksi yang lebih lancar, mengurangi waktu tunggu, dan mendukung aplikasi berat (video call, streaming) yang diperlukan untuk pendidikan dan layanan kesehatan digital.
Berkaitan dengan akses harga terjangkau, Lazada perlu bekerja sama dengan penyedia layanan untuk memastikan harga paket data dan perangkat seluler (smartphone) terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, dalam meraih tujuan tersebut , perlu dilakukan pula program pelatihan di tingkat komunitas, sekolah, dan UMKM tentang cara menggunakan perangkat dan aplikasi digital secara aman dan produktif. Sehingga masyarakat yang melek digital dapat memanfaatkan layanan secara mandiri tanpa perlu bantuan pihak ketiga, mempercepat adopsi teknologi.
Adapun terhadap digitalisasi UMKM (Go Digital), dipandang perlu menyediakan panduan dan platform yang disederhanakan agar UMKM dapat cepat on-boarding ke marketplace atau menggunakan alat pembayaran digital (seperti QRIS).
Dengan fokus pada peningkatan kecepatan akses (infrastruktur) dan kemampuan adopsi (inklusi), ekosistem ekonomi digital akan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara lebih efisien dan efektif. (Partono Budy, penulis wartawan Waspada.id, artikel ini disertakan dalam lomba karya tulis Kompetisi Menulis Media Nasional 2025)












