DI USIA yang tak lagi muda, naluri bertualang seorang wartawan senior Aceh, Adenan NS, tetap menyala. Bagi dia, perjalanan bukan semata urusan berpindah tempat, melainkan juga menelusuri jejak peradaban, menggali makna dari setiap sudut desa, jembatan, hingga rumah tua yang ditemuinya.
Petualangan terbarunya, Sabtu, (27/9), membawanya ke Desa Terbanggi, Lampung Tengah—sebuah kawasan yang menyimpan denyut sejarah dalam diam.
Menapak di Atas Sejarah
Untuk tiba ke Terbanggi, Adenan harus menyeberangi jembatan besi tua berusia hampir dua abad. Usianya membuat setiap derit besi yang beradu seolah menyalakan gema masa lampau.

“Melintasi jembatan itu seperti berjalan di atas lembaran sejarah yang masih hidup. Saya membayangkan betapa banyak kisah, langkah, dan doa yang pernah melintasinya,” ungkap Adenan.
Jembatan ini bukan hanya penghubung antarwilayah, tetapi juga simbol keteguhan—bertahan dari guncangan zaman, dari kolonial hingga kemerdekaan, hingga kini ketika modernisasi semakin deras.
Rumah Kuno, Penjaga Ingatan
Di seberang jembatan, mata Adenan disuguhi pemandangan deretan rumah kuno. Kayu-kayunya mungkin sudah menghitam, catnya memudar, tapi auranya tetap kuat. Bagi Adenan, setiap rumah adalah lembaran kisah.
Ada rumah yang tampak sepi, jendelanya tertutup rapat, seolah menyimpan rahasia keluarga yang pernah tinggal di dalamnya. Ada pula rumah yang masih dihuni, di mana suara anak-anak berlari di halaman memberi kehidupan baru pada bangunan tua.
“Rumah-rumah ini bukan sekadar dinding dan atap, melainkan pengingat bahwa di sini pernah tumbuh tradisi, doa, dan cinta yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya,” ungkap Adenan.
Renungan Seorang Wartawan
Sebagai wartawan, Adenan terbiasa mencatat peristiwa politik, sosial, hingga tragedi. Namun di Terbanggi, ia lebih banyak berdiam, menyerap makna dari kesunyian. Ia menyadari bahwa perjalanan kali ini bukan tentang headline, melainkan tentang merawat memori kolektif bangsa.
Desa tua seperti Terbanggi, menurutnya, adalah cermin yang memantulkan wajah Indonesia di masa lampau. “Menyambangi desa ini ibarat menatap akar yang menopang kita hari ini. Tanpa akar itu, kita bisa kehilangan arah,” tuturnya.
Jejak yang Abadi
Perjalanan Adenan NS ke Terbanggi mungkin hanya hitungan hari, tapi kesannya abadi. Jembatan tua dan rumah-rumah kuno itu akan terus bercerita, kepada siapa pun yang datang dengan hati terbuka.
Dan di sanalah letak indahnya sebuah perjalanan: bukan sekadar mengukur jarak, tetapi menemukan diri sendiri dalam pantulan sejarah yang tak pernah benar-benar hilang.(id94)