Scroll Untuk Membaca

Features

Menyusuri Jejak Waktu Bersama Adenan NS Di Desa Terbanggi

Menyusuri Jejak Waktu Bersama Adenan NS Di Desa Terbanggi
Adenan NS di dalam rumah tua.(Ist)
Kecil Besar
14px

DI USIA yang tak lagi muda, naluri bertualang seorang wartawan senior Aceh, Adenan NS, tetap menyala. Bagi dia, perjalanan bukan semata urusan berpindah tempat, melainkan juga menelusuri jejak peradaban, menggali makna dari setiap sudut desa, jembatan, hingga rumah tua yang ditemuinya.

Petualangan terbarunya, Sabtu, (27/9), membawanya ke Desa Terbanggi, Lampung Tengah—sebuah kawasan yang menyimpan denyut sejarah dalam diam.

Menapak di Atas Sejarah

Untuk tiba ke Terbanggi, Adenan harus menyeberangi jembatan besi tua berusia hampir dua abad. Usianya membuat setiap derit besi yang beradu seolah menyalakan gema masa lampau.

Adenan NS di atas jembatan tua menuju Desa Terbanggi. (Ist)

“Melintasi jembatan itu seperti berjalan di atas lembaran sejarah yang masih hidup. Saya membayangkan betapa banyak kisah, langkah, dan doa yang pernah melintasinya,” ungkap Adenan.

Jembatan ini bukan hanya penghubung antarwilayah, tetapi juga simbol keteguhan—bertahan dari guncangan zaman, dari kolonial hingga kemerdekaan, hingga kini ketika modernisasi semakin deras.

Rumah Kuno, Penjaga Ingatan

Di seberang jembatan, mata Adenan disuguhi pemandangan deretan rumah kuno. Kayu-kayunya mungkin sudah menghitam, catnya memudar, tapi auranya tetap kuat. Bagi Adenan, setiap rumah adalah lembaran kisah.

Ada rumah yang tampak sepi, jendelanya tertutup rapat, seolah menyimpan rahasia keluarga yang pernah tinggal di dalamnya. Ada pula rumah yang masih dihuni, di mana suara anak-anak berlari di halaman memberi kehidupan baru pada bangunan tua.

“Rumah-rumah ini bukan sekadar dinding dan atap, melainkan pengingat bahwa di sini pernah tumbuh tradisi, doa, dan cinta yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya,” ungkap Adenan.

Renungan Seorang Wartawan

Sebagai wartawan, Adenan terbiasa mencatat peristiwa politik, sosial, hingga tragedi. Namun di Terbanggi, ia lebih banyak berdiam, menyerap makna dari kesunyian. Ia menyadari bahwa perjalanan kali ini bukan tentang headline, melainkan tentang merawat memori kolektif bangsa.

Desa tua seperti Terbanggi, menurutnya, adalah cermin yang memantulkan wajah Indonesia di masa lampau. “Menyambangi desa ini ibarat menatap akar yang menopang kita hari ini. Tanpa akar itu, kita bisa kehilangan arah,” tuturnya.

Jejak yang Abadi

Perjalanan Adenan NS ke Terbanggi mungkin hanya hitungan hari, tapi kesannya abadi. Jembatan tua dan rumah-rumah kuno itu akan terus bercerita, kepada siapa pun yang datang dengan hati terbuka.

Dan di sanalah letak indahnya sebuah perjalanan: bukan sekadar mengukur jarak, tetapi menemukan diri sendiri dalam pantulan sejarah yang tak pernah benar-benar hilang.(id94)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE