Scroll Untuk Membaca

Features

PTAR Dan Upaya Perlindungan Keanekaragaman Hayati

PTAR Dan Upaya Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Berkat jembatan arboreal yang dibuat PTAR, lutung Huliap dapat terhubung dan bermigrasi dari satu sisi hutan ke sisi lainnya. (waspada.id/doc. PTAR)
Kecil Besar
14px

Huliap batang hapeya, manakko hepeng sarupia. Tudia ibaen ia ? Dilehen ia di umak nia… (Huliap di pohon karet, mencuri uang satu rupiah. Kemana dibuatnya ? Diberikannya ke ibunya…)

Sebait lagu yang tak jelas penciptanya ini, sering dinyanyikan anak-anak tahun 1980-an saat melihat segerombolan Huliap (Presbytis Sumatrana) di kebun maupun di jalan menuju kebun.

Mendengar nyanyian ini, Huliap terdiam dan mencari sumber suara. Lalu berpencar melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Disinilah anak-anak merasa riang dan gembira melihat Huliap berhamburan.

Tahun 1980-an, kami sering berlibur ke Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Rumah di sebelah kantor Polsek Batangtoru itu adalah rumah bibinya ayah. Saat musim durian, sanak saudara diajak ke kebun.

Bersama para sepupu yang merupakan cucu-cucunya bibi ayah, berangkat bawa bekal nasi ke kebun durian di dekat sungai Batangtoru, sekitar 800 meter di hulu sebelah kiri Jembatan Trikora dari arah Padangsidimpuan.

Di pohon karet dekat pondok durian, sering sekali Huliap bergelantungan, dan ada yang sambil gendong anak. Saat dinyanyikan “Huliap batang hapea…” primata itu berhamburan, seolah benar-benar mencuri uang dan ketahuan oleh anak-anak yang bernyanyi tersebut.

Kini, kebun itu berada di sekitar area Tambang Emas Martabe milik PT. Agincourt Resources (PTAR). Ditarik gari ke Barat, mungkin selurusan Open Pit Purnama atau Pit Barani. Ke Utara atau seberang sungai Batang Toru, kebun itu sejajar Hutan Ulu Ala.

Dua bulan lalu, seorang anak dari bibi ayah bercerita bahwa durian tinggal 10 batang lagi. Sedangkan Huliap masih banyak dan sudah lebih keren. Karena dari Hutan Ulu Ala ke arah kebun tinggal menyeberangi jembatan tali yang dibuat PTAR.

Penyeberangan dimaksud adalah jembatan arboreal, yang memudahkan hewan primata menyeberangi kawasan berbeda, khususnya yang dipisah sungai. Arboreal bridge dibuat PTAR dengan maksud agar ekosistem di sekitar area operasional tambang tidak tergangu.

Operasional tambangan berjalan sesuai rencana, dan keberlangsungan keragaman hayati juga berjalan seperti biasa. Sehingga tercipta kehidupan selaras yang harmony antara operasional tambang dengan kehidupan fauna di sekitarnya.

Hal ini mengigatkan pada apa yang pernah disampaikan Presiden Direktur Agincourt Resources, Muliady Sutio, saat pembukaan media capacity building di Pulau Samosir pada akhir bulan Mei kemarin.

Saat mempresentasikan kebijakan lingkungan dan energi serta kebijakan keanekaragaman hayati. Pada poin d pengintegrasian hasil utama pengelolaan lingkungan, Presdir PTAR menjelaskan tentang perlindungan keanekaragaman hayati. Termasuk arboreal bridge.

HULIAP

Senior Manager Corporate Communication Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, kepada waspada.id menjelaskan, perusahaan berupaya melakukan perlindungan primata endemik Tapanuli Selatan seperti Lutung Huliap (Presbytis Sumatrana).

Dengan metode Ecological Reintegration di Hutan Ulu Ala, perusahaan memasang jembatan arboreal sebagai sarana perlintasan satwa di areal aliran sungai. Hal ini sekaligus sebagai upaya untuk menghubungkan kembali antar bagian hutan.

Perusahaan melakukan pengayaan sumber pakan dengan penanaman tanaman pakan alami seperti cempedak air, habau dan jambu hutan. Sehingga derdasarkan hasil proram ini, PTAR mendapati jumlah individu dan perhitungan indeks absolut keanekaragaman hayati.

Sebagai contoh Huliap (Presbytis Sumatrana) di kurun waktu Januari-Juni 2025, jumlah individu tercatat 105 ekor. Bajing Kelapa (Callosciurus notatus) 19 ekor dan Jelarang Bilalang (Ratufa affinis) 9 ekor. Total 78 ekor fauna dengan indeks keragaman jenis 0,88.

Untuk pengayaan sumber pakan alami, program ini telah menghasilkan cempedak air (Artocarpus champeden lour) 105 batang, habau (Archidendron bubalinum) 182 batang, dan jambu hutan (Syzygium lineatum) 112 batang. Indeks keragaman jenis 1,07.

Selain itu, bersama Yayasan Scorpion Indonesia bekerjasama dengan Balai Besar KSDA Sumut, PTAR berkolaborasi dalam program konservasi Macaca Sp atau jenis primata monyet dunia lama yang tersebar di Asia Tenggara.

Kolaborasi ini diharap memberikan solusi yang holistik dalam mengatasi populasi Macaca Sp yang tidak terkendali akibat konflik dengan masyarakat. Melalui penanganan dan pengendalian terpadu, populasinya diharap dapat terkelola dengan efektif dan berkelanjutan.

KOLABORASI

Katarina menjelaskan, sebagai bentuk komitmen dalam konservasi, PTAR berkolaborasi dengan banyak pihak. Seperti halnya dalam konservasi Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatera).

Program ini didasari oleh kebutuhan yang mendesak untuk melindungi Harimau Sumatera. PTAR berkolaborasi dengan Yayasan Persmahuna Bodhicitta Mandala Medan (YPBMM) yang bekerjasama dengan Balai Besar KSDA Sumatera Utara.

Harimau Sumatera yang berhasil dikonservasi dan dilepas liarkan kembali ke habitat aslinya. (waspada.id/doc. PTAR)

“PTAR turut berperanserta dalam upaya konservasi Harimau Sumatera dengan memberikan dukungan dan bantuan kepada Sanctuary Harimau Sumatera Barumun,” sebut Katarina Siburian Hardono.

Kolaborasi konservasi ini sudah berjalan sejak tahun 2020, dan sudah mencapai hasil yang positif. Sebanyak 13 ekor Harimau Sumatera diselamatkan dan dirawat melalui kegiatan ini. Kemudian 5 ekor diantaranya telah berhasil dilepasliarkan ke habitat aslinya.

“Keberhasilan ini menunjukkan bahwa program kolaborasi memberikan manfaat signifikan dalam penyelamatan dan rehabilitasi Harimau Sumatera. Program ini juga sangat penting dalam rangka melindungi spesies yang langka dan dilindungi,” tutupnya.

SUNGAI

Sebagai bentuk komitmen serius dalam perlindungan keanekaragaman hayati, PTAR melaksanakan program revitalisai sungai melalui lubuk larangan di Desa Batuhoring, Desa Garoga, Desa Sumuran, Desa Batuhula, Desa Padang Lancat, Kecamatan Batagtoru.

Revitalisasi sungai ini bertujuan untuk melestarikan budaya lubuk larangan serta pengembangbiakan ikan jurung sebagai spesies endemik Tapanuli Selatan. Juga sebagai bentuk konservasi ekosistem dan biodiversity sungai.

Lubuk larangan merupakan bagian dari kearifan lokal yang berpengaruh kuat dalam ptaktik-praktik adat pada konservasi alam. Mampu menjaga kelestarian sungai dari pencemaran, perusakan maupun eksploitasi berlebihan.

“Lubuk larangan adalah kebijakan adat kolektif untuk memperkuat kesadaran masyarakat melestarikan jenis ikan lokal yang kian jarang dijumpai di sungai, utamanya ikan jurung,” sebut Katarina.

Revitalisasi sungai melalui program lubuk larangan dengan menabur bibit ikan, khususnya ikan jurung, sebagai spesies endemik Tapanuli Selatan. (waspada.id/doc. PTAR)

Dengan lubuk larangan, masyarakat dilarang mengambil ikan dan biota sungai dalam batasan waktu tertentu, sehingga bibit ikan dapat berkembang dengan baik. Masyarakat juga bersepakat dan bertanggungjawab menjaga ikan dan melestariakan sungai.

Komitmen ini diperkuat dengan peraturan desa, yang berisi larangan dan sanksi bagi yang melanggar aturan. Di Desa Batuhoring misalnya, ada Peraturan Desa nomor 01/04/DTD/V/2022 tentang Lubuk Larangan.

Dengan adanya dasar hukum ini, konservasi ikan jurung sebagai spesies endemik Tapanuli Selatan dapat terus dilestarikan dan tetap terjaga populasinya. Melalui kegiatan ini, warga sekitar sungai juga memperoleh edukasi mengenai budidaya serta perawatan ikan jurung.

Di Desa Batugoring ada 5.000 ekor ikan jurung dan 10.000 ikan mas yang ditabur di lubuk larangan. Di Desa Garoga 5.000 ikan jurung dan 17.300 ikan mas, satu kelompok di Desa Sumuran 7.000 ikan jurung dan 4.100 ikan mas.

Kelompok kedua di Desa Sumuran ada 5.000 ikan jurung, 700 ikan mas, 5.700 ikan nila dan 1.500 ikan gurami. Di Desa Batu Hula ada 6.500 ikan jurung, 1.200 ikan mas, dan 700 ikan nila. Desa Padang Lancat ada 6.000 ikan jurung.

Terakhir, Senior Manager Corporate Communication Agincourt Resources Katarina Siburian Hardono mengungkapkan bahwa, PTAR sedang menjalankan program pengayaan meranti tembaga (shorea leprosula). Saat ini ada 700 batang yang telah berhasil dikonservasi.

Meranti tembaga adalah tanaman endemik dengan status endangered pada hutan original, pengayaan dengan metode nursry sedang dijalankan. Program ini, bagian bentuk komitmen PTAR untuk meningkatkan indeks keragaman pada hutan original Tambang Emas Martabe. Sukri Falah Harahap/Waspada.id

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba karya jurnalistik yang diselenggarakan PTAR atau Tambang Emas Martabe.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE