TAHUN 1809 Masehi, Habib Bugak Asyi bersama beberapa saudagar asal Aceh sepakat membeli sebidang tanah di Makkah, Arab Saudi. Tujuannya untuk diwakafkan kepada jemaah haji asal Aceh yang menunaikan ibadah haji setiap tahun.
Lokasi sebidang tanah ini yang dibeli saat itu berada di antara Bukit Safa dan Masjidil Haram. Ketika Kerajaan Arab Saudi melakukan perluasan Masjidil Haram, tanah tersebut ikut berdampak dan diganti rugi pihak kerajaan. Sebagai penggantinya, lalu dibeli sebidang tanah sedikit menjauh dari lokasi awal, namun masih di sekitaran Masjidil Haram.
Pengembang kemudian membangun hotel di tanah tersebut dan dikelola secara profesional. Sejak saat itu, setiap musim haji jemaah haji asal Aceh akan mendapat bagi hasil dari keuntungan wakaf tersebut hingga saat ini. Tahun 2025, bagi hasil yang diterima jemaah haji mencapai 2.000SR atau setara Rp8,7 juta. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya yang diperoleh 1.500SR atau sekitar Rp6 juta.
Setelah 200 tahun pengelolaan wakaf Habib Bugak Asyi tersebut berjalan, kini wakaf tersebut memiliki sejumlah aset produktif, seperti Hotel Elaf Masyaer dengan kapasitas 650 kamar sekitar 250 meter dari Masjidil Haram. Lalu, Hotel Ramada dengan kapasitas 1.800 kamar sekitar 300 meter dari Masjidil Haram dan Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi dengan daya tampung 750 jemaah di kawasan Aziziah serta tanah dan bangunan di kawasan Aziziah dan Syaekiyah.
Seharusnya, jemaah haji asal Aceh setiap tahun menginap di sejumlah hotel tersebut, namun karena pengelola haji seutuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah di Arab Saudi, maka sebagai bentuk kompensasi Nazir Wakaf Habib Bugak Asyi memberikan uang tunai dalam mata uang riyal terhadap seluruh jemaah haji, termasuk petugas haji asal Aceh.
“Dulu hanya bangunan kecil di area Sa’i. Lalu bangunan itu diganti rugi oleh Kerajaan Arab Saudi untuk perluasan Masjidil Haram, dan hasilnya dibelikan tanah dan pembangunan properti baru berupa hotel di dekat Terminal Ajyad, Makkah,” kata Prof Dr Muhammad Ahmad Abdullah Aisyi, Pengurus Wakaf Habib Bugak Asyi dalam Jamuan Makan Malam Bersama Wakil Gubernur Aceh, H Fadlullah, di Jeddah, Jumat (13/6).
Namun karena kebijakan Pemerintah Indonesia melarang jemaah haji asal Aceh menginap di hotel milik Wakaf Habib Bugak Asyi, lanjut mantan Wakil Menteri Haji dan Wakaf Kerajaan Arab Saudi, maka nazir wakaf memberikan dana kompensasi yang disalurkan dalam bentuk uang tunai kepada para jemaah haji. “Semoga ibadah jemaah haji Aceh mabrur,” kata Prof Dr Muhammad Ahmad Abdullah Aisyi, yang diterjemahkan Saifullah M. Yunus.
Jamuan makan malam tersebut berlangsung penuh nuansa kekeluargaan dan tujuan diselenggarakannya adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap jemaah haji dari keluarga Al-Asyi. “Semoga Allah menerima ibadah haji dan umrah mereka, Amin,” tulis Dr. Abdurrahman dalam pesan WhatsApp-nya ke H Jamaluddin Affan Asyi atau akrab disapa Syaikh Jamal.
Bersama Wakil Gubernur Aceh, hadir H Jamaluddin Affan Asyi, Dr Faisal Ali Hasyimi (Staf Ahli Menteri Agama RI). Kedatangan rombongan disambut dengan senyum hangat dan para tamu diarahkan menuju ‘Majelis Maghribi’. Di dalam ruangan, suasana elegan bercorak Arab modern menyapa, lengkap dengan kurma, manisan Timur Tengah, dan the arab serta aneka jus dingin.
Dalam suasana hangat dan santai, Dr. Abdurrahman membuka pertemuan dalam bahasa Inggris. Awalnya dia memperkenalkan diri sebagai salah seorang pengurus Wakaf Habib Bugak Asyi dan dia juga menjelaskan ketidakhadirannya saat pemberian kompensasi wakaf sebelumnya, karena arus lalu lintas jalan yang menyulitkan untuk masuk ke Makkah.
“Selamat datang Wakil Gubernur Aceh. Semoga semua jemaah haji dari Aceh memperoleh haji mabrur,” kata Dr Abdurrahman.
Menanggapi sambutan tersebut, H Fadlullah atau Dek Fad menyampaikan rasa terima kasih masyarakat Aceh atas kinerja pengurus wakaf yang telah menyalurkan dana kompensasi tempat tinggal kepada jemaah haji asal Aceh.
“Kami juga menyampaikan salam dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Dalam kesempatan ini kami ingin mengundang para pengurus wakaf untuk datang ke Aceh, agar masyarakat dan para tokoh daerah bisa lebih mengenal proses dan manfaat dari pengelolaan Wakaf Habib Bugak ini,” kata Dek Fad.
Dr. Abdurrahman menjelaskan bahwa Wakaf Habib Bugak telah berlangsung lebih dari 200 tahun, dikelola oleh para Nazir yang telah berganti beberapa kali. Dana yang disalurkan setiap tahunnya bervariasi, tergantung dari hasil usaha Baitul Aisy. Tahun ini, menurutnya, merupakan jumlah terbesar yang pernah disalurkan yakni sebesar 2.000SR per jemaah.
“Ini adalah kompensasi tempat tinggal, sebagaimana yang diikrarkan dalam wakaf tersebut,” kata spesialis bedah jantung itu seraya mengaku, pengelola atau nazir sama sekali tidak menerima gaji tetap, kecuali hanya mengambil secukupnya untuk kebutuhan dalam pengelolaan.
Usai perbincangan, jamuan makan malam prasmanan disajikan di tiga meja besar yang ditata di dekat kolam renang. Rerimbunan pohon kurma dan payung meja makan modern menambah suasana hangat nan berkesan. Setelah menikmati sajian penutup berupa buah dan manisan, acara ditutup dengan sesi foto bersama.
Malam itu, bukan hanya makanan dan minuman yang memuaskan para tamu, tetapi juga hangatnya persaudaraan yang membalut pertemuan antara Aceh dan tanah suci. Sebuah momen yang menjadi jembatan silaturahmi, dan semoga menjadi awal dari kerja sama pemerintah Aceh dengan pengurus wakaf yang lebih erat ke depannya.
Muhammad Ishak












