JAKARTA (Waspada): Kawasan Danau Toba sudah dikenal sebagai destinasi wisata spektakuler akan keindahannya. Tidak hanya di Indonesia, wisata Danau Toba juga sangat mendunia. Bersama keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir yang luar biasa ini, berdiri Menara Doa Sinatapan. Menara ini tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati panorama alam Danau Toba dan Pulau Samosir, tetapi juga menjadi simbol keimanan dan tempat perenungan bagi pengunjung dari berbagai daerah.
Menara Doa Sinatapan resmi berdiri di 2017 lalu sebagai salah satu destinasi rohani dan wisata terbaru di Samosir. Terletak di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Menara Doa Sinatapan dibangun dengan arsitektur sederhana namun sarat makna.
Kata Sinatapan sendiri berarti “melihat” atau “menatap,” mencerminkan fungsi utama tempat ini sebagai lokasi untuk merenung sambil menatap keagungan ciptaan Tuhan.
Dari menara setinggi sekitar 10 meter ini, pengunjung dapat melihat hamparan Danau Toba, pulau Samosir, dan perbukitan hijau yang memesona.
Pemilik Menara Doa Sinatapan, Brigjen Pol (P) Adv. Drs. Jannes Sinurat, S.H. dan dr. Hawani F.R. br. Nadeak, M.Th mengatakan, mereka penuh sukacita menyampaikan bahwa Menara Doa Sinatapan terbukauntuk siapa saja, tanpa memandang usia maupun latar belakang agama.
“Setiap orang,dari anak-anak hingga lansia, dari latar belakang kepercayaan apapun, dipersilakan datang dan merasakan ketenangan, keindahan, serta kekuatan doa di tempat ini,” ujar Jannes dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).
“Kami percaya bahwa kehadiran Menara Doa Sinatapan bukan hanya sebagai tempat peribadahan atau perenungan semata, tetapi juga sebagai ruang bersama untuk semua orang yang ingin menikmati kedamaian dan keindahan ciptaan Tuhan dari ketinggian Danau Toba,” sambungnya.
Menara Doa Sinatapan juga dapat dijadikan tempat melangsungkan upacara pernikahan. Seperti pasangan Hendry Donald Hanesty Sinurat dan Efriska Ginasti Mayangsari Br.Nadeak. Keduanya memilih merayakan hari bahagia dengan mengikat janji suci pernikahan di tepi danau kebanggaan Sumatera Utara ini. Meski bukan warga asli Samosir dan besar di luar Pulau Sumatera, pasangan ini tetap bersikukuh menikah di tepian Danau Toba, tepatnya di Menara Doa Sinatapan.
“Kerinduan kami terhadap kampung halaman leluhur begitu besar, hingga mendorong kami menikah di jantung budaya Batak, di pulau Samosir yang dikelilingi keindahan DanauToba.Ini adalah wujud syukur kami sekaligus bentuk kepedulian untuk ikut melestarikankeindahan alam dan budaya Samosir. Kami berharap semakin banyak generasi mudayang juga mencintai tanah leluhur,” ujar Efriska.
Acara pernikahan yang dilangsungkan pada 28 Juni 2025 ini mengusung konseptradisional dengan sentuhan adat Batak, dipadukan dengan suasana alam terbuka yangmenawan.
Dengan latar belakang birunya Danau Toba dan sejuknya angin perbukitan,prosesi pernikahan berlangsung penuh makna dan kekhidmatan, disaksikan keluarga besar, sahabat, kerabat terdekat hingga pejabat Polri dan pejabat pemerintahan.
Pemilihan lokasi di Menara Doa Sinatapan, Samosir, bukan hanya sekadar tempat, tetapi juga menjadi simbol harapan dan doa bagi masa depan mereka. Pasangan ini berharap kehadiran mereka turut menginspirasi lebih banyak orang untuk berkunjungdan mendukung kemajuan pariwisata Samosir.
“Meski kami lahir dan besar jauh dari Sumatera Utara, hati kami selalu terpanggil untukkembali. Kami ingin pernikahan ini menjadi pengingat bahwa kecintaan pada tanah kelahiran tidak pernah luntur,” ungkap Hendry.
Melalui momentum ini, Hendry dan Efriska berharap bisa berkontribusi dalam memperkenalkan keindahan Samosir kepada lebih banyak orang, sekaligus mengajakgenerasi muda untuk melestarikan adat dan budaya Batak.Untuk informasi lebih lanjut terkait acara dan inisiatif pelestarian budaya