Matahari sore itu perlahan meluruh ke barat, menyisakan cahaya keemasan yang menari di atas permukaan laut.
Riuh tawa anak-anak bercampur dengan desir angin, menciptakan irama liburan yang sederhana namun hangat di Pantai Ujong Pie, Laweung, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Puluhan warga, dari anak-anak hingga orang dewasa, tumpah ruah di tepian pantai pada Kamis,(9/10). Libur Maulid Nabi, menjelma menjadi momen kebersamaan, dan Ujong Pie — yang dulunya hanya sekadar Tempat Pendaratan Ikan (TPI) — kini seakan berubah menjadi panggung kecil bagi kebahagiaan rakyat.

Di sudut pantai, asap tipis mengepul dari warung-warung sederhana. Aroma gurih ikan laut yang menyatu dalam semangkuk mie eungkot suree (mie ikan tongkol-Red), perlahan menggoda setiap indera penciuman yang melintas.
Sofyan, penduduk setempat, tersenyum kecil sambil menyuguhkan semangkuk mie panas kepada pembeli.
“Pantai ini selalu ramai kalau hari libur,” katanya, sembari menatap ombak kecil yang bergulung ke darat. “Mereka datang untuk bersantai dan tentu saja, menikmati mie eungkot suree.”
Salah satu pengunjung, Zaki, 19, remaja yang datang jauh dari Bireuen duduk di atas batu karang, menikmati semburat jingga yang mulai menyelimuti langit.

“Indah sekali momen sunset-nya,” ujarnya pelan, seolah tidak ingin suara angin kalah oleh suaranya sendiri.
Zaki mengaku, sebelum menjejak pasir Ujong Pie, ia lebih dulu bersilaturahmi dengan keluarga di Laweung. “Kebetulan ada yang ajak ke sini. Ya sudah, saya ikut. Ini pertama kalinya saya datang. Rasanya seperti menemukan tempat yang tenang.”
Di tangannya, sepiring mie eungkot suree mengepul. “Rasanya mantap. Selama ini saya cuma dengar ceritanya di Bireun. Ternyata, makan langsung di tepi pantai rasanya jauh lebih istimewa,” katanya sambil tersenyum.
Ujong Pie bukanlah destinasi wisata megah dengan papan nama besar atau lampu warna-warni. Ia hanyalah sebuah perkampungan nelayan di Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie Pidie. Namun justru kesederhanaannya itulah yang membuat orang kembali.
Perjalanan menuju pantai ini juga bukan sekadar perjalanan fisik. Dari Bireuen, pengunjung mesti melewati Simpang Beutong di perbukitan Seulawah, lalu menyusuri jalan sekitar tujuh kilometer menuju Laweung. Setiap tikungan seakan membawa kita lebih dekat pada keheningan yang ramah.
Sore itu, pantai seperti bersyukur. Ombak kecil menepuk bibir pasir dengan lembut. Anak-anak berlarian mengejar layang-layang yang tak lelah menari di langit. Para pedagang pun menuai rezeki dari keriangan itu.
Dan ketika senja akhirnya menutup tirainya, Ujong Pie kembali menjadi dirinya yang tenang: sebuah pantai nelayan sederhana, namun penuh cerita bagi siapa saja yang datang menyapanya.
Muhammad Riza