Scroll Untuk Membaca

Gaya Hidup

Penyintas Kanker yang Menjaga Tembang: Kisah Yuli Yuwono

Penyintas Kanker yang Menjaga Tembang: Kisah Yuli Yuwono
Yuli Yuwono, menyanyikan lagu lawas sebagai bagian dari terapi kesehatannya sebagai penyintas kanker.
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Erna Yuliastuti, atau akrab disapa Yuli Yuwono, seorang penyintas kanker payudara, berhasil menerbitkan buku tentang perjalanan hidupnya sebagai pelestari lagu-lagu lawas sejak era ’40-an. Peluncuran buku berjudul Perempuan Penjaga Tembang karya Hari Ardiande berlangsung di Cosmo Amaroosa Hotel, Jakarta, Minggu (28/9/2025), dihadiri keluarga besar, kerabat, kolega, sahabat komunitas menyanyi sampai teman masa kecil dan remaja.

“Sampai saat ini, tidak kurang dari 300 lagu tembang lawas yang saya bawakan kembali dan ada di kanal YouTube saya,” ujar Yuli Yuwono dalam acara peluncuran.

Yuli Yuwono, lahir di Kediri, 18 Agustus 1958. Ayahnya, Ali Yuwono, adalah seorang pengusaha sukses di Kota Kediri. Sementara sang ibu, Suyati, dikenal sebagai pianis yang cukup handal. Dari darah seni ibunya, Yuli Yuwono, sapaan akrab Erna Yuliastuti, menyerap bakat bermusik sejak kecil.

Sejak belia, Yuli sesungguhnya sudah memiliki bakat bernyanyi. Namun, dukungan orang tuanya lebih kuat mengarah pada permainan piano. Anak ke-4 dari 9 bersaudara ini pun belajar piano bukan hanya dari ibunya, tetapi juga dari seorang guru piano khusus. Walau demikian, diam-diam Yuli memendam hasrat yang besar pada seni vokal. Ia terinspirasi oleh Waljinah, maestro keroncong yang menjadi sumber inspirasinya.

Kini, lebih dari satu dekade terakhir, Yuli akhirnya mewujudkan cita-citanya sejak kecil: bernyanyi. Di sela kesibukannya sebagai legal officer di sebuah perusahaan terkemuka, Yuli terus menghidupkan dunia musik. Tidak hanya demi menyalurkan hasrat terpendam, melainkan juga berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Lebih dari 300 lagu bernuansa vintage dari era 40-an hingga 70-an telah ia nyanyikan kembali. Sebagian besar terekam dan bisa dinikmati di kanal YouTube miliknya.

Bukan tanpa alasan. Kecintaan Yuli pada seni suara membawanya pada cita-cita luhur: melestarikan tembang pusaka Tanah Air.

“Inilah Yuli, perempuan penjaga tembang,” demikian julukan yang melekat padanya.

Niniek L Karim, aktris senior sekaligus psikolog sosial Universitas Indonesia (UI), melihat bakat Yuli sebagai sinar yang tak pernah padam.

“Setiap manusia lahir dengan bakatnya masing-masing. Bakat itu menjadi energi yang siap berpijar dan menggelegak kapan saja, hingga akhirnya sampai pada titik bahagia,” ujarnya.

Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Abraham Maslow tentang aktualisasi diri. “Pada diri Yuli Yuwono, bakatnya ‘nembang’ ibarat sinar yang mampu membuat diri dan lingkungan sekitarnya bahagia. Bakat Yuli adalah karunia Ilahi,” lanjut Niniek, yang juga senior Yuli di SMA Negeri 2 Kediri.

Namun perjalanan Yuli tak selalu mulus. Ia adalah penyintas kanker payudara. Sejak 2016 hingga kini, ia masih menjalani rangkaian perawatan setelah dua kali menjalani mastektomi. Dalam perjuangan itu, bernyanyi menjadi bagian dari terapinya. Dengan bernyanyi, Yuli merasa bahagia, optimis, dan berharap kankernya bisa sembuh.

Jenis musik yang paling dicintai Yuli adalah keroncong. Waljinah tetap menjadi sosok yang ia kagumi dan inspirasi gaya bernyanyinya. “Musik keroncong adalah aset bangsa. Keindahan musik keroncong menarik minat saya untuk terus belajar lebih mendalam,” ujar Yuli, yang kembali aktif bernyanyi bersama komunitas sejak 2011.

Perhatian Yuli juga meluas pada pelestarian lagu-lagu lawas atau vintage. Pertemuannya dengan Pugar Triadi—kakak fotografer ternama Darwis Triadi—kian menguatkan langkahnya. Dari situlah Yuli membangun kanal YouTube khusus untuk mengkaver lagu-lagu vintage. Ia membawakan karya-karya pujangga musik Tanah Air, di antaranya Gesang, Ismail Marzuki, Maladi, Muchtar Embut, Bing Slamet, A. Usman, Wrdhaswara, R. Soetedjo, hingga Maroeti.

Setelah Pugar Triadi wafat pada 25 Agustus 2021, Yuli merasa terpanggil meneruskan tongkat estafet pelestarian lagu-lagu pusaka bangsa itu.

Dukungan dari keluarga menjadi semangat utama bagi Yuli untuk melestarikan tembang kenangan sekaligus menyintas kanker. Salah satu putra Yuli, Ardi, mengaku sangat mendukung giat ibunya. Yang penting positif dan bisa membahagiakan hati orang tuanya, Ardi mengaku akan terus mendukung. Yuli membuat akun YouTube untuk digitalisasi tembang kenangan yang dinyanyikannya kembali, berkat bantuan putrinya, Keke.

“Saya berharap dengan melakukan digitalisasi lagu-lagu vintage ini, generasi muda jadi tahu bahwa ada, lho, lagu-lagu luar biasa dari pujangga-pujangga hebat Tanah Air,” pungkas Yuli. (id11)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE