MEDAN (Waspada): Seratusan mahasiswa dari berbagai elemen yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus berhasil menguasai gedung DPRD Sumut, Kamis sore (26/1). Mereka masuk ruangan paripurna setelah menerobos blokade aparat dan merobohkan pagar besi gedung wakil rakyat itu.
Kehadiran para mahasiswa untuk berunjukrasa sambil membawa berbagai spanduk itu tercatat sudah kedua kali, dengan tuntutan yang sama. Yakni meminta pihak legislatif menolak diterbitkannya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Cipta Kerja (Ciptaker) akhir tahun 2021, yang sebelumnya sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelum masuk ke gedung paripurna, mereka sempat berorasi, namun karena tidak direspon, mahasiswa memaksa masuk, sehingga terjadi aksi dorong yang mengakibatkan pintu pagar besi seberat hampir 1 ton itu roboh.
Setelah roboh, mereka berusaha masuk ke ruang dewan dari depan lobi, namun dihadang aparat kepolisian dan petugas security. Dengan jumlah personel yanglebih kecil, membuat mahasiswa berhasil masuk ke ruang dewan melewati tangga menuju ke lantai 2.
Di ruang paripurna, massa menguasai ruang paripurna dan menyampaikan orasi sambil membawa keranda yang terbuat dari kayu dan kain.
Ketua Umum DPD IMM Sumut, M Arifuddin Bone yang berada di depan sidang mengatakan, pihaknya ingin menyampaikan aspirasi menolak penerbitan Perppu tersebut, yang dianggap sebagai salah satu bentuk ketidakpastian pemerintah dalam melakukan perbaikan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker yang disahkan tahun 2020.
Meski sudah dihadiri dua anggota dewan dari Komisi B Berkat Laoly dan Tangkas Manimpan dan Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda, massa terus berorasi sambil melecehkan DPRD Sumut dengan kata-kata “Matilah DPRD”.
Menurut Berkat, para mahasiswa ingin ada pimpinan dewan hadir, tapi kebetulan tidak berada di tempat. “Jadi kita menunggu sampai kami diizinkan untuk menyampaikan pandangan,” kata Berkat kepada Waspada.
Dijelaskannya, aspirasi para mahasiswa ini dapat diterima, namun ini bukanlah tugas DPRD Sumut, seperti peraturan daerah dll, sehingga dewan hanya bisa menampung dan membahasnya sesuai mekanisme, yakni rapat dengar pendapat.
“Inilah yang harusnya difahami adek-adek mahasiswa,” ujar anggota dewan Dapil Nias ini.
Hal itu pun sudah disampaikannya ketika diberi kesempatan berbicara di hadapan para mahasiswa, namun sebagian dari mereka tampak menutup kuping sambil membelakangi wakil rakyat yang berbicara, dengan meneriakkan “hoaks”.
Usai bernegosiasi dengan aparat kepolisian, para mahasiswa tak urung meninggalkan ruangan bahkan sebagian terlihat ada yang melemparkan telur ke ruangan.
Mereka juga tampak membacakan pernyataan sikap yang intinya menolak Perpu No 2 tahun 2022 itu yang sudah ditolak secara bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi MK.
Setelah berorasi dan menyampaikan pernyataan sikap, mereka dengan tertib meninggalkan gedung dewan. (cpb)