Scroll Untuk Membaca

Headlines

Hakim Minta KPK Buka Sprindik Baru, Effendy Pohan Berbelit Soal Pergeseran Anggaran

Hakim Minta KPK Buka Sprindik Baru, Effendy Pohan Berbelit Soal Pergeseran Anggaran
Mantan Pj Sekda Pemprovsu Effendy Pohan (tengah) saat menjadi saksi di kasus suap proyek jalan Hutaimbaru-Sipiongot di PN Medan, Rabu (1/10).Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Hakim Ketua Khamozaro Waruwu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait pergeseran anggaran proyek jalan di Hutaimbaru-Sipiongot, Paluta.

Permintaan ini muncul dalam sidang lanjutan di PN Medan, Rabu (1/10), saat mantan Pj Sekda Pemprovsu, Effendy Pohan, memberikan keterangan yang dinilai berbelit-belit.

Hakim Khamozaro menekankan pentingnya sprindik baru untuk mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab dalam kasus korupsi ini.

Dalam sidang, perdebatan sengit terjadi antara Hakim Khamozaro dan Effendy Pohan terkait pergeseran anggaran yang dianggap janggal. Berikut petikan perdebatan tersebut:

Effendy Pohan: “Izin yang mulia, secara de fakta, dalam rapat TAPD tidak pernah hadir semuanya ini.”

Hakim Khamozaro: “Lalu kalau tidak hadir, kenapa dipaksakan?”

Effendy Pohan: “Tidak ada yang mengharuskan kourum yang mulia.”

Hakim Khamozaro: “Kalau tidak ada kourum, berarti bisa suka-suka.”

Effendy tetap bersikeras bahwa semua anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bisa menandatangani meski tidak hadir.

Hakim Khamozaro: “Tetapi, tadi saudara mengatakan tidak semua hadir.”

Hakim Khamozaro kemudian meminta jaksa KPK menyita semua dokumen terkait pergeseran anggaran. “Akar permasalahannya itu, di situ penganggaran yang mungkin tidak normal, lalu tiba-tiba muncul, itu yang mau kita lihat,” tegasnya.

Hakim juga mempertanyakan dasar TAPD memunculkan anggaran Rp200 miliar lebih tanpa dokumen lengkap.

Hakim Khamozaro: “Maka ketika itu tidak ada. Bagaimana tim TAPD bisa memunculkan Rp200 miliar lebih tanpa dokumen lengkap?”

Effendy berdalih dokumen pendukung tidak pernah sampai ke TAPD.

Hakim Khamozaro: “Lalu bagaimana saudara bisa menentukan nominal anggaran?”

Hakim menilai Effendy tidak paham tugasnya sebagai Ketua TAPD. Ia menyoroti proyek yang tayang sejak Juni, namun rencana umum pengadaan baru muncul di tanggal 26 sore, bahkan pemenang tender sudah ditentukan sebelum rencana proyek dan konstruksi tayang di Juli.

“Kasus ini masih berkembang nanti kan penyidikan KPK bisa mengembangkannya untuk membuat sprindik baru mencari siapa lagi yang bertanggung jawab. Kita harus masuk ke akar masalah supaya Sumut ini bersih,” pungkas Hakim Khamozaro.

Dalam sidang itu, dua terdakwa yang disidangkan adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

Sementara saksi selain Effendy Pohan, juga dihadirkan antara lain mantan mantan Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi, ASN Sumut Dicky Anugerah Panjaitan, ASN Dinas PUPR Abdul Aziz Nasution, serta bendahara UPT Gunung Tua, Irma Wardani.(id23)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE