MEDAN (Waspada) : Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan bahwa kebutuhan energi fosil masyarakat Indonesia mencapai 2 juta barel per hari.
Hal itu diungkapkan Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman pada pembukaan 2nd NSF di Ballroom, Hotel Adi Mulia, Medan, Kamis (27/10). Seraya menyatakan bahwa produksi energi fosil Indonesia hanya 600 ribu barel per hari.
“Dalam hal ini kita melihat produksi energi fosil Indonesia setiap hari mengalami penurunan sementara kebutuhan terus meningkat. Tentunya kondisi ini merupakan pukulan berat bagi Indonesia karena semakin hari subsidi semakin meningkat,” ujarnya.
Fatar Yani Abdurrahman menjelaskan bahwa perbandingan antara kebutuhan dan produksi yang cukup tinggi tersebut menunjukkanbahwa tingginya Indonesia mengimpor energi fosil untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dengan perhelatan 2nd NSF yang digelar di Medan, Sumatera Utara, lanjutnya, dapat memberikan angin segar bagi masyarakat Indonesia ke depannya. Dimana dengan adanya dukungan pemerintah daerah maka target target kita 2030 adalah memproduksi 1 juta barel per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari tercapai.
“Untuk itu marilah bersama-sama dengan semangat sumpah pemuda antara pemerintah daerah, SKK Migas, dan KKKS Wilayah Sumbagut memupuk sinergisitas untuk menghasilkan produksi energi fosil lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,” ujarnya.
Sebelumnya Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menceritakan sejarah awal bangkitnya migas di Indonesia yang dimulai pada tahun 1885 pertama kalinya ditemukan di Telaga Said, Sei Lapan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Pada 15 Juni 1885, saat itu A.J. Zijker berhasil menggali sebuah sumur minyak yang diberi nama Telaga Tunggal I atau Telaga Said, yang terletak di 12,5 kilometer di sebelah Pangkalan Brandan, Langkat Sumatera Utara.
Dengan pengelolaan sumur minyak di Telaga Said itu, maka dimulailah sejarah perminyakan di Indonesia. Sumur minyak tersebut dikelola oleh NV Koninklijke Nederlandsch Petroleum Mij.
Seiring perjalanan waktu, perusahaan itu kemudian berpatungan dengan Shell untuk membentuk sebuah perusahaan minyak, yang diberi nama Bataafsche Petroleum Mij (BPM) dan pada tahun 1892 dibangun kilang penyulingan minyak yang berkapasitas 2,4 ribu barrel per hari di Pangkalan Brandan.
“Dan untuk mengenang hal tersebut maka kita akan merevitalisasi Telaga Said tersebut, sebagai pendorong semangat SKK Migas, KKKS Wilayah Sumbagut dan Pemerintah Daerah untuk bersinergi membangun yang lebih baik,” ujarnya.
Target Pengeboran Masih 69 Persen
Sementara Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, Rikki Rahmat Firdaus mengungkapkan bahwa target pengeboran SKK Migas masih 69 persen yang tercapai.
Untuk marealisasikan target tersebut diharapkan seluruh stakeholder migas sama-sama membangun koordinasi, komunikasi dan bersinergi akan tercapai terget produksi 1 juta barel per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari,
“Dalam hal ini kita juga mengapresiasi kerja sama yang sudah terjalin baik dengan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Dan CEO Forum akan menjadi tempat kita untuk berdiskusi nanti. Terkait soal perizinan, kita akan bahas bersama dengan kepala daerah,” katanya.
Riki juga menyatakan bahwa keberhasilan target pengoboran maupun target produksi memberikan dampak multi player effect atau dampak positif bagi tumbuh kembang perekonomian Indonesia khususnya di daerah masing-masing. (m13)