HeadlinesNusantara

Pedagang Thrifting: Yang Merusak Pasar Bukan Kami, Tapi Banjirnya Produk Impor

Pedagang Thrifting: Yang Merusak Pasar Bukan Kami, Tapi Banjirnya Produk Impor
Pedagang thrifting saat mengikuti rapat dengan pendapat umum dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Rabu (19/11/2025), di Jakarta. (tangkapan layar TVP)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Para pedagang baju bekas (thrifting) di berbagai daerah diantaranya dari Jakarta, Lampung, Bandung, Papua, Jambi, hingga Yogyakarta , mengikuti rapat dengan pendapat umum dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Rabu (19/11/2025), di Jakarta.

Dalam forum tersebut, para pedagang thrifting memberikan testimoni yang menggambarkan kompleksitas persoalan di lapangan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Rifai Silalahi, perwakilan pedagang dari Pasar Senen, Jakarta, mengatakan usaha pakaian bekas merupakan bagian dari UMKM yang telah bertahan puluhan tahun.

Ia menegaskan pelaku thrifting bukanlah ancaman bagi UMKM, bahkan tidak bersinggungan secara langsung dengan produk lokal.

“Yang merusak pasar itu bukan kami, tapi banjirnya produk impor baru. China menguasai 80 persen, ditambah barang dari Amerika, Vietnam, dan India sekitar 15 persen. Produk lokal hanya tersisa 5 persen,” ungkap Rifai dalam pertemuan tersebut.

Jadi Perhatian Serius

Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu dalam rapat tersebut menegaskan komitmen DPR untuk memastikan aspirasi para pelaku usaha thrifting menjadi perhatian serius dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah.

Adian menekankan, BAM DPR RI ingin mendengar langsung kondisi di lapangan karena wacana larangan impor pakaian bekas kembali mengemuka dan memunculkan kekhawatiran luas di kalangan pelaku usaha.

Dalam konferensi pers, ia juga memaparkan data bahwa barang thrifting yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 3.600 kontainer, atau 0,5 persen dari total 28.000 kontainer tekstil ilegal yang beredar di tanah air. Angka tersebut menunjukkan bahwa thrifting bukan merupakan ancaman utama bagi keberlangsungan UMKM.
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

Menurutnya, kebijakan negara tidak boleh hanya didasarkan pada persepsi atau stigma, tetapi harus berpijak pada data yang akurat.

Ia menilai persoalan thrifting selalu muncul setiap tahun, namun penanganannya tidak pernah disertai pendekatan menyeluruh dan pemahaman bahwa jutaan masyarakat menggantungkan hidup dari sektor tersebut.

“Negara tidak boleh hanya hadir dengan tindakan, tetapi juga dengan keadilan. Kita tidak boleh mengambil keputusan yang menekan rakyat kecil ketika negara sendiri belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai,” ujarnya.

Adian juga menyoroti keluhan para pedagang mengenai operasi penertiban yang dinilai represif dan merugikan, membuat para pedagang merasa diperlakukan seperti pelaku kejahatan.

Menurut Adian, situasi ini tidak boleh terus terjadi. Untuk itu sebelum melakukan penindakan, pemerintah harus memastikan telah hadir dengan solusi yang konkret dan dapat diimplementasikan.

Merespons berbagai aspirasi tersebut, Adian menegaskan BAM DPR RI akan menindaklanjuti seluruh masukan dengan menggelar dialog lanjutan bersama kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan.

Menurutnya, penyelesaian persoalan thrifting hanya dapat dicapai jika seluruh pemangku kepentingan duduk bersama dan melihat isu ini secara menyeluruh, termasuk aspek ekonomi, sosial, dan keberlanjutan hidup pedagang. (id10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE