Scroll Untuk Membaca

Headlines

Wawancara Khusus Elfenda Ananda: Abrakadabra APBD: Dari Hibah Ke Aspal Sipiongot

Wawancara Khusus Elfenda Ananda: Abrakadabra APBD: Dari Hibah Ke Aspal Sipiongot
Kecil Besar
14px

Pengantar Redaksi

Pada Sabtu sore, 21 September 2025, di kepadatan Medan Johor, waspada.id, media Jaringan Jurnalis Investigasi Sumatera (JJIS) mewawancarai Elfenda Ananda, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara. Percakapan dua jam lebih itu menelisik dugaan keterlibatan Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam perkara korupsi proyek pembangunan jalan yang menyeret eks Kepala Dinas PUPR, Topan Obaja Putra Ginting. Fokusnya: jejak kebijakan dan rangkaian pergeseran APBD 2025 yang dinilai beririsan dengan perkara tersebut.

Dalam wawancara, Elfenda memaparkan dugaan pergeseran anatomi APBD Rp425 miliar dari sejumlah dinas ke Dinas PUPR, yang membuat total anggaran dinas itu melonjak menjadi sekitar Rp1,25 triliun dari sebelumnya sekitar Rp800 miliar. Menurutnya, pergeseran semestinya diarahkan ke kegiatan yang lebih produktif—seperti pengadaan alat pertanian dan permodalan usaha kecil—alih-alih ke proyek jalan yang ia sebut rawan rente. Temuan ini ditempatkan dalam konteks OTT KPK 26 Juni 2025 atas proyek jalan senilai Rp231,8 miliar, yang oleh Elfenda dibaca sebagai sinyal kuat untuk menelusuri kebijakan penganggaran dan pola pengambilan keputusan di Pemprov Sumut.

Elfenda Ananda, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara

Seluruh pernyataan dalam wawancara merupakan keterangan narasumber dan dipublikasikan demi transparansi serta akuntabilitas publik. Bobby Nasution dan pihak Pemprov Sumut telah dihubungi untuk konfirmasi; hingga pengantar ini disusun, permintaan wawancara/konfirmasi belum direspons. Kami membuka ruang hak jawab dan akan memperbarui pemberitaan apabila tanggapan resmi disampaikan. Waspada.id berpegang pada asas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum yang berjalan.

Berikut petikan wawancaranya.

Waspada.id: Apa yang membuat Anda menilai Gubernur Sumut Bobby Nasution patut dicurigai terlibat dalam kasus korupsi proyek jalan?

Elfenda Ananda: Polanya terlihat dari pergeseran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2025 yang diarahkan ke Dinas PUPR. Dalam rentang Februari hingga Mei 2025, Pemerintah Provinsi Sumut enam kali menggeser anggaran lewat Peraturan Gubernur (Pergub). Rinciannya:
Pergub No.6 Tahun 2025 – perubahan pertama atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.7 Tahun 2025 – perubahan kedua atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.16 Tahun 2025 – perubahan ketiga atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.23 Tahun 2025 – perubahan keempat atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.24 Tahun 2025 – perubahan kelima atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.25 Tahun 2025 – perubahan keenam atas Pergub No.37 Tahun 2024.
Pergub No.6 dan No.7 disusun pada era Pj Gubernur Fatoni. Adapun Pergub No.16, 23, 24, dan 25 merupakan produk Gubernur Bobby Nasution.

Waspada.id: Dasar hukum yang dipakai di serangkaian Pergub itu apa?

Elfenda: Pergub No.6, 7, 16, 23, dan 24 menggunakan rujukan yang sama: ketentuan Bab VI huruf D angka 1 huruf h Lampiran Permendagri No.77 Tahun 2020. Aturan ini membolehkan pergeseran anggaran sebelum Perubahan APBD dalam kondisi mendesak atau ketika ada perubahan prioritas pembangunan nasional maupun daerah—termasuk menyesuaikan Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Yang berbeda adalah Pergub No.25 Tahun 2025. Di sini, dasar pergeseran bergeser ke Bab II huruf D angka 4 huruf k Permendagri 77/2020 yang menegaskan penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk kebutuhan mendesak, dengan mekanisme pergeseran dari BTT ke belanja SKPD terkait. Artinya, Pergub No.25 bukan lagi sekadar “kondisi mendesak atau perubahan prioritas”, tetapi secara eksplisit mengondisikan BTT untuk situasi darurat.

Waspada.id: Bagaimana itu dibaca dalam kerangka aturan pengelolaan keuangan daerah?

Elfenda: Rujukannya PP No.12 Tahun 2019. Pasal 48 dan Pasal 55 menegaskan dana darurat atau BTT hanya untuk keperluan darurat atau mendesak yang tak bisa diprediksi—misalnya pascabencana—bukan untuk kebutuhan rutin. Ironisnya, tak ada satu pun pos belanja daerah yang secara nyata memenuhi kriteria itu. Buktinya, BTT yang semula Rp843,12 miliar justru dipangkas drastis menjadi Rp106,07 miliar atau hanya 1 persen dari total belanja daerah.

Waspada.id: Di sisi lain, pos belanja mana yang justru melonjak?

Elfenda: Dua pos utama.
Pertama, Belanja Operasi naik dari Rp6,98 triliun menjadi Rp7,04 triliun. Lonjakan terbesar pada pos hibah kepada organisasi masyarakat berbadan hukum Indonesia. Tambahan Rp61,3 miliar pada hibah rumah ibadah diduga kuat untuk mengakomodasi janji politik yang tertunda—langkah yang sarat nuansa elektoral.

Kedua, Belanja Modal meningkat tajam dari Rp1,65 triliun menjadi Rp2,27 triliun. Yang paling menonjol: belanja jalan, jaringan, dan irigasi melesat dari Rp669,9 miliar ke Rp1,36 triliun—hampir dua kali lipat. Kenaikan ini patut dicurigai karena bertepatan dengan OTT KPK pada proyek jalan Sumut. Bahkan, salah satu tersangka diketahui ikut dalam kunjungan Gubernur Bobby Nasution ke lokasi proyek pada April 2025, hanya sebulan sebelum Pergub pergeseran anggaran kembali diteken. Pertanyaan besarnya: apakah lonjakan anggaran proyek jalan murni kebijakan teknokratis, atau sudah bercampur permainan fee proyek 4–5 persen yang diduga diterima pejabat terkait?

Waspada.id: Anda meminta KPK menelusuri Pergub itu?

Elfenda: Harusnya KPK menelusuri fakta pergub yang berubah-ubah ini. Pergeseran lewat Pergub yang dilakukan berulang—terutama lonjakan di belanja hibah dan proyek jalan—menunjukkan gejala penyalahgunaan instrumen peraturan keuangan daerah. Alih-alih untuk kebutuhan darurat sebagaimana amanat aturan, pergeseran anggaran justru terkesan diarahkan ke kepentingan politis dan proyek yang rawan praktik korupsi.

Waspada.id: Ada seruan kepada pemerintah pusat?

Elfenda: Sudah seharusnya Presiden Prabowo melalui Menteri Dalam Negeri turun tangan melakukan kajian eksaminasi atas seluruh produk APBD yang telah digeser sampai enam kali. Ini terkait komitmen Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi sekaligus program nawa cita yang disampaikan.

Waspada.id: Anda menyebut ada catatan spesifik soal belanja hibah di Pergub No.7/2025 dan Pergub No.25/2025. Bisa dirinci?

Elfenda: Ya.
Pergub No.7 Tahun 2025
(1) Anggaran belanja hibah Pasal 15 ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp451.922.750.816,00, terdiri atas:
a. belanja hibah kepada pemerintah pusat (instansi vertikal) Rp73.499.320.000,00;
b. kepada badan/lembaga/ormas berbadan hukum Indonesia Rp343.364.765.816,00;
c. bantuan keuangan kepada partai politik Rp35.058.665.000,00.
(2) Hibah ke pemerintah pusat Rp73.499.320.000,00.
(3) Hibah ke badan/lembaga/ormas berbadan hukum Indonesia Rp343.364.765.816,00, terdiri atas:
a. badan/lembaga nirlaba, sukarela, sosial yang dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan Rp21.548.600.000,00;
b. badan/lembaga nirlaba, sukarela, sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar Rp1.157.163.539,00;
c. badan/lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan Rp320.659.002.277,00.
(4) Bantuan keuangan kepada partai politik Rp35.058.665.000,00.
Pergub No.25 Tahun 2025
(1) Anggaran belanja hibah Pasal 15 ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp513.233.703.000,00, terdiri atas:
a. belanja hibah kepada pemerintah pusat (instansi vertikal) Rp73.499.320.000,00;
b. hibah kepada badan/lembaga/ormas berbadan hukum Indonesia Rp404.675.718.000,00;
c. bantuan keuangan kepada partai politik Rp35.058.665.000,00.
(2) Rincian hibah ke pemerintah pusat Rp73.499.320.000,00:
a. hibah uang Rp72.800.320.000,00;
b. hibah barang Rp699.000.000,00.
(3) Hibah ke badan/lembaga/ormas berbadan hukum Indonesia Rp404.675.718.000,00, terdiri atas:
a. badan/lembaga nirlaba, sukarela, sosial yang dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan Rp108.204.278.000,00;
b. badan/lembaga nirlaba, sukarela, sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar Rp28.000.000,00;
c. badan/lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan Rp296.443.440.000,00.
(4) Bantuan keuangan kepada partai politik Rp35.058.665.000,00.
Tambahan penting: BTT yang semula Rp843,12 miliar dipangkas menjadi Rp106,07 miliar (sekitar 1% dari total belanja daerah). Sementara Belanja Jalan, Jaringan, dan Irigasi melonjak dari Rp669,9 miliar menjadi Rp1,36 triliun. Belanja Operasi naik dari Rp6,98 triliun ke Rp7,04 triliun, dengan tambahan Rp61,3 miliar untuk hibah rumah ibadah yang saya duga kuat terkait akomodasi janji politik.

Waspada.id: Jadi, simpulan dari perubahan “siluman” postur APBA Sumut 2025 itu?

Elfenda: Bila melihat kronologi enam Pergub, landasan hukumnya, pergeseran BTT, kenaikan belanja hibah, dan lonjakan proyek jalan yang beririsan dengan OTT KPK, saya menilai ada alasan kuat mencurigai keterlibatan Gubernur Bobby Nasution. Ini bukan cuma soal teknis anggaran, melainkan potensi penyalahgunaan kebijakan yang harus diusut oleh KPK.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE