Scroll Untuk Membaca

Lainnya

Belajar dari Kasus Cacingan, KPPPA Perkuat Pemenuhan Hak Anak Lewat Kolaborasi Lintas Sektor

Belajar dari Kasus Cacingan, KPPPA Perkuat Pemenuhan Hak Anak Lewat Kolaborasi Lintas Sektor
Pribudiarta Nur Sitepu dan Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Lovely Daisy dalam kegiatan Media Talk KPPPA di Jakarta, Rabu (8/10/2025) di Jakarta.
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Kasus anak yang mengalami infeksi cacing di berbagai daerah menjadi cerminan pentingnya sistem perlindungan anak yang bekerja secara menyeluruh dan saling terhubung. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( KPPPA) menegaskan, perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab satu instansi, melainkan kerja bersama lintas sektor yang melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, media, dan masyarakat.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan, pemenuhan hak anak harus dipahami sebagai tanggung jawab kolektif yang memerlukan kolaborasi dan koordinasi lintas sektor.

“Ketika terjadi kasus anak cacingan, keracunan makanan, atau stunting, pertanyaannya bukan hanya siapa yang harus bertanggung jawab, tetapi bagaimana setiap Kementerian dan Lembaga berperan sesuai fungsi masing-masing,”” ujar Pribudiarta dalam acara Media Talk KPPPA bertajuk “Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Perlindungannya” di Jakarta, Rabu (8/10/2015).

Bukan hanya Kementerian Kesehatan karena banyak Kementerian/Lembaga lain yang juga memiliki peran dan tanggung jawab, karena ada siklus sebab-akibat yang saling terkait antara berbagai sektor. Oleh karenanya sistem perlindungan anak harus berfungsi secara menyeluruh dan saling terhubung,” ujar Pribudiarta.

Menurut Pribudiarta, kasus kesehatan anak seperti cacingan tidak bisa dilepaskan dari persoalan sosial dan ekonomi keluarga.
“Ada masalah kemiskinan, sehingga kementerian di bidang perekonomian seperti Kementerian Koperasi dan UKM dapat mendorong kewirausahaan perempuan atau kementerian lain seperti Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) dapat memperkuat program kesejahteraan keluarga. Faktor lainnya, seperti anak tinggal di rumah tidak layak huni atau lingkungan dengan sanitasi buruk, maka Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat mengambil langkah perbaikan infrastruktur. Sementara itu, terkait faktor gizi buruk, saat ini Badan Gizi Nasional (BGN) memastikan akses gizi yang baik bagi anak,” jelasnya.

Ia mengakui masih terdapat berbagai tantangan dalam mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak anak, mulai dari aspek kesehatan, lingkungan, hingga kesejahteraan sosial. Namun, prinsip dasarnya sudah jelas: hak anak dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, serta terlindungi dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah. Apabila hak-hak tersebut terpenuhi, anak akan tumbuh menjadi manusia yang berkualitas,” ujar Pribudiarta.

Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar dalam mencegah kasus cacingan dan memastikan anak hidup sehat.
“Orang tua harus memberikan makanan bergizi sebagai wujud pengasuhan yang layak anak, menjadi teladan dalam hidup bersih dan sehat, serta memberikan pengawasan yang memadai terhadap keluarga,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Lovely Daisy, menegaskan bahwa hak pertama dan utama setiap anak adalah hak untuk hidup.

“Kalau hak hidupnya sudah terpenuhi, maka hak lainnya akan mengikuti. Namun bila hak hidup anak terabaikan, maka pemenuhan hak lainnya pun tidak akan bisa tercapai,” kata Daisy.

Daisy menyoroti bahwa infeksi cacingan masih marak terjadi akibat sanitasi buruk dan rendahnya kesadaran kebersihan diri.

“Siklus penularan cacingan ini sebenarnya sangat mudah diputus. Kuncinya ada pada kebersihan diri dan lingkungan. Anak-anak perlu dibiasakan mencuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan kuku, menggunakan alas kaki saat bermain, serta mengonsumsi makanan yang bersih,” tegasnya.

Ia menambahkan, pemerintah telah menyiapkan langkah preventif melalui pemberian obat cacing gratis dua kali setahun bagi anak usia 1–12 tahun.

“Pemerintah telah menyediakan obat cacing gratis bagi balita melalui posyandu, yang diberikan bersamaan dengan vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus. Program ini menjadi bagian dari upaya nasional untuk memutus rantai penularan cacingan sejak dini dan memastikan setiap anak tumbuh dalam kondisi sehat,” tambah Daisy.

Lebih jauh, Daisy menegaskan pentingnya sinergi antara status gizi dan kesehatan anak. Anak yang kekurangan gizi akan lebih mudah terserang penyakit, sementara anak yang sering sakit berisiko mengalami penurunan gizi.

“Anak yang kurang gizi akan lebih mudah sakit, dan anak yang sering sakit akan semakin kekurangan gizi. Namun pada prinsipnya, cacingan tidak langsung menyebabkan kematian. Ada penyakit infeksi lain yang diperburuk dengan adanya kondisi cacingan karena status gizinya buruk, kemudian penyakitnya menjadi semakin berat dan dapat berakibat pada kematian,” pungkasnya.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE