Lainnya

Dr. Sarmedi Purba: Jangan Ciderai Anugerah Pahlawan Nasional Tuan Rondahaim Saragih

Dr. Sarmedi Purba: Jangan Ciderai Anugerah Pahlawan Nasional Tuan Rondahaim Saragih
Dokumentasi Audiensi PACS dengan Komnas HAM, Jumat (21/11/2025). Waspada. id/ist
Kecil Besar
14px
  • Prihatin Konflik Tanah Usik Tatanan Adat Dan Sosial Di Simalungun

MEDAN (Waspada.id): Sesepuh masyarakat Simalungun, Dr. Sarmedi Purba, SpOG, menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang tengah mengguncang Tanoh Simalungun.

Hal itu terjadi setelah salah seorang oknum anggota DPR RI berinisial BRM diduga mengeluarkan pernyataan mengenai keberadaan tanah adat di Simalungun, belum lama ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dalam keterangan yang diterima Waspada.id di Medan, Sabtu (22/11), disebutkan, keprihatinan itu terjadi justru di saat masyarakat Simalungun bangga atas penetapan Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK Tahun 2025.

Dr. Sarmedi khawatir nilai-nilai perjuangan yang diwariskan sang pahlawan kini terancam oleh konflik internal yang mengusik tatanan adat dan sosial masyarakat Simalungun.

Lebih lanjut Dr. Sarmedi Purba bahwa strategi perang Tuan Rondahaim bukan hanya soal angkat senjata, tetapi juga tentang kepatuhan terhadap adat dan istiadat Simalungun.

Ia membangun benteng sosial-budaya untuk melawan taktik pecah-belah kolonial Belanda.

Namun kini, nilai-nilai itu diuji oleh klaim sepihak atas tanah adat di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, yang dilakukan oleh 41 kepala keluarga terhadap ribuan hektar tanah yang selama ini dihuni oleh sekitar 250 kepala keluarga masyarakat asli Simalungun.

Dr. Sarmedi mengingatkan Presiden Prabowo Subianto akan potensi konflik horisontal yang bisa meledak sewaktu-waktu jika isu ini terus dipolitisasi.

Ia menilai bahwa klaim tersebut tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga mencederai sejarah dan hukum adat Simalungun.

Sesepuh masyarakat Simalungun, Dr. Sarmedi Purba, SpOG. Waspada.id/ist

Lapor BRM Ke MKD

Sebagai langkah antisipatif, Aliansi Masyarakat Simalungun telah melaporkan BRM ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), kantor pusat partainya, dan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran kode etik dan potensi pelanggaran hak asasi masyarakat Simalungun.

Salah satu pernyataan yang menuai kontroversi adalah klaim bahwa masyarakat Sihaporas telah diberikan lahan dua ribu hektar oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Pernyataan ini langsung dibantah oleh Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), yang menegaskan bahwa hingga kini belum ada Surat Keputusan Menteri terkait pengakuan Hutan Adat di wilayah tersebut karena belum adanya Peraturan Daerah tentang Hutan Adat di Kabupaten Simalungun.

Ketua Bidang Hukum DPP PPABS, Hermanto H. Sipayung, menyebut klaim tersebut sangat berbahaya karena mencederai sejarah peradaban dan eksistensi hukum adat Simalungun.

Ia menegaskan bahwa tanah adat adalah warisan leluhur yang hanya dapat dikelola oleh keturunan asli Simalungun, bukan oleh kelompok yang baru menempati wilayah tersebut.

Dr. Sarmedi juga menanggapi klaim dari kelompok yang mengatasnamakan Lembaga Adat Keturunan Pomparan Ompu Manontang Laut Ambarita Sihaporas (LAMTORAS).

Ia menyatakan bahwa sejarah mencatat leluhur marga Ambarita hanya diberi izin untuk bermukim dan bertani, bukan untuk mengklaim tanah tersebut sebagai tanah ulayat mereka.

Ia menilai bahwa testimoni dari oknum LSM dan lembaga adat yang menyebut kelompok tersebut sebagai korban pelanggaran HAM justru merupakan bentuk pembalikan fakta.

“Justru kami, masyarakat asli Simalungun, yang menjadi korban pelanggaran HAM akibat klaim sepihak yang tidak memiliki dasar hukum maupun sejarah,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tuntutan dari kelompok pendatang tersebut telah merendahkan harkat dan martabat suku Simalungun dengan menyebut ribuan hektar tanah sebagai tanah adat marga Siallagan dan Ambarita. “Ini adalah bentuk vulgar dari pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat Simalungun,” ujarnya.

Proyek Multi-Tahun

Direktur Eksekutif NCBI, Juliaman Saragih, menilai bahwa klaim sepihak atas tanah adat di Simalungun merupakan proyek multi-tahun yang terus berulang sejak 2012 hingga 2025.

Ia menyebut bahwa substansi dan pola gerakan tersebut tidak pernah berubah, meskipun telah berkali-kali dibantah oleh pemerintah daerah dan kelompok adat.

Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada pengakuan resmi terhadap masyarakat adat di luar SISADAPUR di wilayah Simalungun.

“Konfirmasi fakta sejarah ini telah disampaikan ke berbagai lembaga politik, kementerian terkait, hingga Presiden Republik Indonesia. Tapi anehnya, klaim sesat ini justru didukung oleh satu-satunya politisi yang berasal dari daerah pemilihan Simalungun. Dukungan politik itu bahkan diterjemahkan selaras dengan kebijakan partainya,” pungkas Juliaman.

Di tengah semua kegaduhan ini, Dr. Sarmedi menyerukan agar pengakuan terhadap Tuan Rondahaim Saragih sebagai Pahlawan Nasional dijadikan momentum untuk memperkuat identitas dan kehormatan masyarakat Simalungun.

“Jangan biarkan warisan perjuangan kami dikaburkan oleh kepentingan politik sesaat. Tanoh Simalungun bukan ladang klaim. Ia adalah warisan yang harus dijaga dengan hati,” tutupnya.

Sejauh ini, anggota DPR RI BRM belum dapat dihubungi terkait perihal tersebut di atas. (id06/rel)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE