MEDAN (Waspada.id): Presiden Prabowo Subianto diminta segera mengambil tindakan tegas kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas sejumlah kebijakannya yang dinilai telah merugikan Provinsi Sumatera Utara dan memperparah kerusakan ekosistem hutan di provinsi ini.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Peduli Aset Sumatera Utara (PP GEMPA-SU), Aki Sastra Siregar, menanggapi pernyataan Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel) Gus Irawan yang keberatan terhadap keputusan Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan yang kembali membuka izin penebangan hutan pada Oktober 2025 kemarin.
Keputusan tersebut dinilai sangat berbahaya karena memicu potensi kerusakan lingkungan di wilayah Sumatera Utara, khususnya di kawasan Batangtoru yang baru-baru ini dilanda banjir bandang.
Bupati Tapsel sebelumnya menerima surat dari KLHK pada Juli 2025 yang menghentikan sementara aktivitas Pengelolaan Hak Atas Tanah (PHAT), yakni skema kerjasama antara korporasi dan masyarakat dalam pengambilan kayu.
Namun ironisnya, keputusan untuk kembali membuka izin penebangan justru keluar beberapa bulan kemudian, yang dinilai bertentangan dengan upaya pemulihan lingkungan.
Merespon hal itu, Aki Sastra menilai langkah tersebut sebagai kebijakan yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan kelestarian ekosistem hutan.
“Keputusan membuka izin penebangan saat kondisi hutan yang kritis, adalah kelalaian serius. Maka dari itu, GEMPA-SU
mendesak Bapak Prabowo Subianto menindak tegas jajaran KLHK yang menerbitkan kebijakan merugikan ini. Sumatera Utara sedang menghadapi kerusakan lingkungan yang nyata, bukan sekadar wacana,” tandas Aki kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (3/12/2025) petang.

Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Peduli Aset Sumatera Utara (PP GEMPA-SU), Aki Sastra Siregar. Waspada.id/ist
Aki Sastra juga mengungkapkan, Tapsel, Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Masinton Pasaribu mangatakan bahwa ribuan kayu gelondongan yang terseret banjir di sejumlah wilayah Sumatera berasal dari aktivitas pembalakan hutan.
Masinton menegaskan bahwa persoalan hulu berada pada praktik pembabatan hutan di lereng bukit yang kemudian dialihfungsikan menjadi perkebunan.
Menurut Aki Sastra, pengalihan fungsi hutan merupakan faktor utama pemicu banjir bandang dan longsor.
“Banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumut bukan datang tiba tiba. Ini diduga akibat dari pembukaan dan pembalakan hutan sertab dan lemahnya pengawasan maupun izin yang dikeluarkan. Akibatnya, rakyat yang menanggung risikonya,” tukasnya.
Seluruh perusahaan tersebut beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, kawasan yang merupakan habitat berbagai satwa dilindungi seperti orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, serta spesies langka lainnya.
Aki Sastra juga mendesak Pemerintah Pusat untuk segera mengevaluasi izin perusahaan yang diduga melakukan pembalakan hutan dan menindak pelaku pembalakan liar serta mencabut izin perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.
“Kita harap Presiden Prabowo turun langsung mengevaluasi ataupun mencabut izin perusahaan yang telah merusak ekosistem hutan di Sumut. Sebab, rakyat sudah menjadi korban. Ribuan potongan kayu gelondongan yang dibawa air saat bencana beberapa waktu laku terjadi, menjadi bukti bahwa hutan di Sumut telah rusak,” pungkasnya. (Id06)












