MEDAN (Waspada): Farid Wajdi selaku Founder Ethics of Care/Anggota Komisi Yudisial 2015-2020,menyampaikan, Senin(14/7) satu tautan video beredar cepat di berbagai kanal media sosial: “Apakah Boby Sekongkol dengan TOP yang Ditangkap KPK?” Video berdurasi belasan menit itu bukan sekadar potongan kabar biasa.
Ia tampil dengan satu misi: menggugat relasi kekuasaan yang tak transparan. Sebuah pertanyaan yang selama ini bergema di ruang-ruang publik, namun belum dijawab secara jujur oleh elite pemerintahan.
Apa yang membuat publik tertarik membuka link ini, bahkan menyebarkannya? Jawabannya terletak pada kekosongan informasi resmi dan kerinduan kolektif akan kejujuran politik.
Rakyat, yang semakin cerdas dan jenuh dengan retorika, kini haus akan narasi tandingan—narasi yang membuka sisi gelap kekuasaan yang jarang disentuh media arus utama.
Majalah yang mengangkat topik ini—dan kini mencoba menjadikannya produk jurnalistik cetak—jelas memanfaatkan momentum.
Di tengah melemahnya kepercayaan publik terhadap elite, isu keterlibatan Boby Nasution—yang tak lain adalah Wali Kota Medan sekaligus menantu Presiden—dengan seorang tokoh yang tersangkut kasus korupsi, adalah magnet perhatian.
Boby dan TOP: Hukum atau Sekadar Kedekatan?
Pertanyaannya sederhana, namun tajam: apakah Boby bisa dianggap sekongkol dengan TOP yang telah ditangkap KPK? Secara hukum positif, tudingan semacam ini tak bisa serta-merta dibenarkan.
Dibutuhkan pembuktian formal tentang keterlibatan aktif, baik dalam bentuk persengkokolan administratif maupun korupsi struktural. Namun, pengamatan hukum juga mengenal indikasi dan relasi kuasa—dan inilah yang dibedah dalam laporan tersebut.
TOP bukan nama asing dalam birokrasi lokal. Pengaruhnya dalam proyek-proyek strategis diduga cukup besar. Jika Boby memberi ruang gerak yang luas bagi TOP, atau menikmati keuntungan politik dari jejaring tersebut, maka secara politis (bukan semata yuridis), publik memiliki dasar untuk bertanya: apakah ini kerja sama, atau pembiaran?
Ketertarikan Masyarakat: Kritik dan Hasrat Akan Keadilan
Apa yang membuat majalah ini laku? Bukan semata eksklusivitas informasinya, tapi karena ia menyentuh keresahan banyak orang: apakah kekuasaan hari ini benar-benar bersih, atau sekadar meneruskan tradisi transaksional dari rezim sebelumnya? Boby, sebagai simbol generasi baru politik dinasti, berada dalam sorotan tajam.
Ia diharapkan tampil berbeda. Namun ketika muncul bayangan masa lalu yang melekat pada langkah politiknya, kepercayaan publik pun tergerus.
Video dan laporan tersebut hadir sebagai cermin retak—ia memperlihatkan wajah lain kekuasaan yang selama ini tersimpan rapi di balik pencitraan. Tak heran, tautan itu dibuka, dibagikan, dan diperdebatkan.
Publik Tak Lagi Diam
Bila ada yang berubah hari ini, maka itu adalah keberanian publik untuk bersuara. Mereka tak lagi mau menjadi penonton bisu. Sekali tautan dibuka, maka pertanyaan pun muncul bertubi-tubi. Dan jika tak dijawab secara jujur, maka bukan tak mungkin kepercayaan runtuh sebelum masa jabatan berakhir.
Kekuasaan bukan soal pengaruh, tapi tentang kepercayaan. Dan kepercayaan hanya bisa dijaga jika kebenaran tidak disembunyikan.(m22)