MEDAN (Waspada)
Kebiajakan parkir berlangganan yang dibuat Pemerintah Kota (Pemko) Medan dalam hal ini Wali Kota Medan M Bobby Nasution dinilai sudah meresahkan masyarakat. Sebab parkir berlangganan tidak “diindahkan” di lapangan oleh juru parkir (Jukir), sehingga masih banyak masyarakat pengguna jasa layanan parkir yang sudah membeli stiker parkir berlangganan, masih terus dikutip parkir lagi oleh jukir.
“Berbagai alasan petugas parkir yakni mereka belum digaji, mereka masih setor pada ketua (istilah bos jukir), masih belum tahu karena ini jalan kecil, zampai alasan terserah masyarakat mau bayar atau tidak,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Sumut, Elfanda Ananda kepada Waspada, Jumat (26/7) menanggapi kebijakan parkir berlangganan menggunakan stiker yang sudah berjalan dua minggu.
Dikatakan Elfanda, keresahan masyarakat terhadap kebijakan tersebut sangat jelas bahwa Pemko tidak punya perencanaan yang matang dalam mempersiapkan sebuah kebijakan. Kebijakan parkir berlangganan dibuat tanpa mempersiapkan instrument teknis sebagai melengkapi kebijakan.
“Pemko selalu ngeles bahwasanya ini kebijakan baru dan tidak semudah membalik telapak tangan. Kalau ditanya kenapa belum ada kesiapan petugas jukir seperti yang disampaikan akan digaji sebesar Rp.2,5 juta perbulan, masih dalam proses di pihak ketiga,” ucapnya.
Disatu sisi, lanjut Elfanda, petugas parkir pura’pura tidak melihat adanya stiker parkir berlangganan yang ditempel dikenderaan. Kalaupun ada perdebatan biasanya parkir tidak dilayani oleh petugas jukir di lapangan.
“Mereka tidak peduli apakah kendaraan yang parkir akan menimbulkan kemacatan atau bahaya senggolan di belakang kenderaan pemilik kenderaan, karena tidak dipandu untuk mundur,” ungkapnya.
Sangatlah jelas pemko Medan melalui Dinas Perhubungan sudah dua minggu pemberlakukan parkir berlangganan mau menang sendiri. Tidak mau disalahkan, seolah oleh masyarakat sudah tahu kebijakan yang dibuat. Banyak pemilik kendaraan yang mau parkir di tepi jalan yang belum punya stiker diusir dan tidak boleh parkir di wilayah Pemko Medan. Untuk warga luar kota silahkan pilih parkir di mall. Padahal, tidak semua kebutuhan warga yang dari luar kota kebutuhannya dekat dengan mall.
“Hal ini bisa berdampak warga luar kota akan terhambat urusannya dan enggan ke kota Medan kalau ada keperluan. Tentunya, kalau hal ini terus berlangsung maka yang rugi tentunya Masyarakat pedagang dan pengusaha yang berbisnis di kota Medan. Kunjungan ke Kota Medan akan berkurang dan secara ekonomi mengurangi perputaran uang dikota Medan,” tegas Elfanda.
Tentu cukup aneh pernyataan parkir berlangganan dinyatakan pertama sekali ke publik atau sekitar Juni 2024 ini setelah kebijakan E- Parking gagal dalam implementasi lapangan. Tentunya kalau sudah berani membuat kebijakan harus mempersiapkan semua kemungkinan yang akan terjadi dilapangan.
Anehnya kalau mau menekan angka kebocoran, kenapa justru membuka peluang kebocoran makin tinggi dengan dua kali masyarakat membayar uang parkir yakni parkir berlangganan dan parkir tunai. Kalau ditanya bagaimana Pemko dengan gampangnya mengatakan lapor ke polisi karena itu Pungutan Liar (Pungli).
“Tentunya, apa yang disampaikan pemko menunjukkan tindakan yang mau menang sendiri tanpa memperhatikan hak masyarakat yang sudah membeli stiker parkir berlangganan,” imbuhnya.
Wali Kota Medan Bobby Nasution, lanjut Elfanda, dianggap pihak yang tidak bertanggungjawab terhadap kebijakan yang dibuat. Dengan alasan menekan kebocoran PAD, meningkatkan pelayanan parkir dan meringankan beban masyarakat karena parkir berlangganan lebih murah.
“Kebijakan ini tidak dapat dilaksanakan sesuai apa yang dijanjikan. Pemko Medan hanya mau uangnya lewat menjual stiker parkir berlangganan. Dengan target PAD dengan parkir berlangganan sebesar Rp.130 miliar, Pemko Medan mengabaikan persoalan di lapangan yang harus membayar dua kali yaknj parkir berlangganan dan biaya parkir dilapangan,” ucapnya.
Menyikapi persoalan parkir berlangganan ini sebenarnya DPRD Medan sudah bisa meminta BPKRI untuk melakukan audit secara investigative terhadap kebijakan parkir Kota Medan. DPRD Medan harus memanfaatkan fungsi pengawasan dan budgeting untuk memastikan parkir berlangganan tidak bermasalah dari sisi hukum dan praktik korupsi. Apa yang terjadi atas kebijakan iniberpotensi kebocoran yang massif, masyarakat dikutip dua kali saat parkir karena sudah memeliki stiker parkir berlangganan.
“Masyarakat Kota Medan sudah seharusnya menggugat atas ketidak becusan Walikota Medan dan Dishub karena sudah dirugikan secara material karena sudah mengeluarkan uang yang lebih besar karena membayar parkir dua kali dan kerugian psikis karena harus bersitegang urat leher dengan petugas parkir dilapangan. Ombudsman Sumut juga telah menyatakan bahwa parkir berlangganan telah melanggar SOP. Harusnya ini menjadi evaluasi bagi Pemko untuk membatalkan kebijakan yang hanya berdasarkan Perwal No 26 Tahun 2026 dan bukan diatur dalam Perda No 1 Tahun 2024,” tutur Elfanda. (h01)












