JAKARTA (Waspada.id): Hasil Sidang Kabinet pada Senin (15/12/2025) yang dipimpin langsung Presiden Prabowo Subianto menghasilkan keputusan untuk mempercepat pemulihan bencana di Sumatera melalui optimalisasi dana hasil efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Keputusan Presiden ini sebagai langkah memastikan rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan tanpa tersendat dari persoalan pendanaan. Hal ini menempatkan penggunaan anggaran hasil efisiensi APBN sebagai penopang utama penanganan bencana, mulai dari pemulihan infrastruktur hingga dukungan operasional pemerintah daerah.
“Anggaran APBN sudah kita siapkan. Anggaran ini berasal dari hasil penghematan yang telah kita lakukan. Kita siapkan mekanisme cepat agar dana segera dimanfaatkan di wilayah terdampak, terutama Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” kata Prabowo, dikutip Selasa, (16/12/2025).
Presiden meminta seluruh jajaran memaksimalkan pemanfaatan dana tersebut guna mempercepat pekerjaan di lapangan. Dalam sidang yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melaporkan kondisi pemulihan sektor energi yang masih menghadapi kendala berat.
Kerusakan infrastruktur dan keterbatasan akses menghambat pemulihan kelistrikan serta distribusi bahan bakar minyak (BBM) serta gas petroleum cair (liquefied petroleum gas/LPG) di sejumlah wilayah terdampak.
Presiden menegaskan pemulihan listrik harus berjalan seiring dengan prinsip keselamatan. Sebagian besar wilayah telah kembali tersambung listrik, namun masih terdapat lokasi yang belum dapat dialiri karena risiko tinggi akibat genangan dan jaringan rusak.
“Kabel yang melewati area yang masih tergenang berbahaya. Jika dipaksakan menyambung listrik, hal ini bisa menimbulkan korban jiwa,” kata Prabowo, menyinggung kondisi kerja PLN di lapangan.
Secara teknis, Bahlil memaparkan perkembangan pasokan listrik di Aceh. Kapasitas pembangkit di Banda Aceh mencapai sekitar 110 megawatt (MW) dengan beban rata-rata 66 MW, tapi sebagian masih mengandalkan genset. Jaringan induk telah terpasang sekitar 80–90 persen dan ditargetkan kembali normal dalam beberapa pekan, sehingga aliran dari Arun dan Bireuen dapat masuk secara penuh.
Dampak Negatif
Sementara itu, Bank Dunia (World Bank) menyoroti bencana banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.
Lead Economist Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste David Knight mengatakan bencana banjir merupakan bagian dari faktor risiko penurunan (downside risk) bagi pertumbuhan ekonomi nasional menjelang akhir 2025.
“Terkait dengan risiko yang merupakan downside risk, tentunya bencana alam seperti banjir yang terjadi di Sumatra dan juga beberapa lokasi lainnya pun juga akan berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia,” kata David dalam peluncuran laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) di Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Adapun banjir dan longsor berskala besar terjadi sejak akhir November 2025 di sejumlah wilayah Sumatera, antara lain Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. David juga memaparkan bahwa ke depan penerimaan negara diperkirakan menghadapi tekanan.
David menilai, keseimbangan antara risiko penurunan dan peluang pertumbuhan sangat bergantung pada keberhasilan sejumlah reformasi pemerintah yang telah dicanangkan.
“Hal ini penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan ke depan, terutama untuk mempersempit berbagai kesenjangan yang masih ada,” ujarnya. (Id88)











