JAKARTA (Waspada): Lapo merupakan sebutan khas Batak untuk menamai warung makan. Tetapi bagi masyarakat Batak, lapo bukan sekedar untuk makan dan minum.
Sejatinya bagi masyarakat Batak, lapo sebagai tempat masyarakat bertemu untuk berdiskusi, bertukar informasi, menjalin dan mempererat tali persaudaraan, serta belajar budaya.
Di lapo, anak muda dapat bertanya soal budaya kepada yang tua, bahkan tak jarang bersenandung bersama-sama mengenang kampung halaman.
Untuk melihat keberadaan lapo di Jakarta sebagai tempat perantauan, pada Minggu, 20 Juli 2025, Waspada mencoba menelusuri kawasan Cililitan Jakarta Timur, dimana di kawasan ini berjejer lapo khas Batak. Mulai dari lapo Batak Toba, Karo, dan Simalungun .
Lapo Codian yang merupakan salah satu rumah makan yang menyajikan makanan khas Batak di kawasan itu ternyata di desain bukan hanya sekedar tempat untuk makan dan minum. Sebab di dalam lapo, yang ruangannya di dominasi warna khas Batak yakni merah, putih dan hitam, pengunjung bisa belajar untuk mengetahui Tarombo (silsilah) dari marganya.
Minggu, siang itu, di dalam lapo terlihat sekelompok anak muda sedang berdiri sambil berdiskusi sembari melihat -lihat potongan kayu kayu kecil tertempel di dinding utama ruangan, dimana terpampang jelas lukisan sosok pria memegang tongkat dengan mengenakan busana khas Batak yakni ulos.
Lukisan ini pun dilingkari dengan tempelan kayu-kayu kecil yang bertuliskan deretan marga -marga Batak yang disusun rapi, sesuai dengan keturunanya .
Seperti Silsilah Toga Aritonang, terlihat jelas urutan ketiga anaknya yakni Oppusunggu, Rajagukguk dan Simaremare.
Demikian juga dengan marga-marga lainnya.
Dari susunan kayu – kayu kecil itulah pengunjung di Lapo Codian bisa mengetahui tarombo, Bukan hanya silsilah dari marganya, tetapi juga marga lainnya di tengah masyarakat Batak.
Silsilah yang terpampang di lapo ini, paling tidak bisa sebagai bekal jika seseorang ingin memperdalam pemahamannya tentang silsilahnya hingga ke generasi sekarang.
Bagi masyarakat Batak, Tarombo merupakan hal yang penting untuk melacak garis keturunan dan hubungan kekeluargaan antar marga. Tarombo membantu orang Batak memahami asal usul mereka, dan mempererat persaudaraan.
Bukan hanya tarombo saja, pengunjung juga bisa mengetahui istilah – istilah waktu di masayarakat Batak, karena di tembok dekat kasir, melingkar angka -angka yang terbuat dari kayu- kayu kecil .
Dalam lingkaran ini, jarum pendek menunjukkan angka 9 dan jarum panjang menunjukkan angka 12. Dan setiap angka, tertulis dengan jelas keterangan waktu yang dipakai orang Batak untuk menyatakan waktu demi waktu.
Sementara di depan, persisnya sebelah kiri panggung untuk live musik, terdapat Tagading yang terdiri dari lima gendang dan dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik.
Meskipun disebut sebagai alat musik, tagading juga merupakan bagian penting dari gondang, sebuah ensambel musik tradisional Batak Toba.
Lapo Codian juga dilengkapi beberapa ruang pertemuan untuk rapat hingga acara-acara lainnya . Ruangan -ruangan ini lebih sering digunakan kelompok masyarakat Batak di Jakarta sebagai tempat membicarakan rencana pesta adat.
Di belakang ruangan utama juga ada tempat makan area outdoor, sembari menikmati alunan musik yang dimainkan secara live.
Melihat suasana yang ditawarkan, pengusaha Lapo Codian, Nimrod Sihombing, mampu memadukan usaha kulinernya sebagai ruang edukasi untuk menegenal budaya Batak . (j05)