MEDAN (Waspada): Pemerintah secara nasional menargetkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) secara penuh di seluruh rumah sakit mitra BPJS Kesehatan pada tahun 2025.
Di Sumatera Utara, langkah-langkah persiapan menuju implementasi penuh KRIS terus dilakukan, meski sejumlah tantangan masih dihadapi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dari 207 rumah sakit yang ada di wilayah ini, sebanyak 163 rumah sakit telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dari total 22.484 tempat tidur yang tersedia di rumah sakit mitra BPJS tersebut, sekitar 16.544 merupakan tempat tidur kelas 1, 2, dan 3. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10.796 tempat tidur telah dialokasikan untuk kebutuhan KRIS.
Namun demikian, hanya 6.066 tempat tidur yang saat ini telah memenuhi 12 kriteria KRIS yang ditetapkan pemerintah.
“Kriteria tersebut mencakup berbagai aspek kenyamanan dan keselamatan pasien, seperti ketersediaan nurse call, kamar mandi dalam dengan handrail, serta outlet oksigen, yang merupakan tiga kriteria yang paling sulit dipenuhi oleh sebagian besar rumah sakit,” jelas Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, H. Muhammad Faisal Hasrimy, AP., M.AP, yang disampaikan oleh dr. Muhammad Emirsyah Harvian Harahap MKM, Kepala Seksi Pelayanan KEsehatan Rujukan Dinkes Sumut pada Rabu (25/6).
Katanya, Dinkes Sumut telah melakukan asesmen kesiapan rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta, melalui kunjungan langsung dan metode daring. Evaluasi ini menjadi dasar untuk pemetaan dan intervensi lebih lanjut, termasuk pendampingan teknis dan pelatihan melalui webinar.
Menurut Dinkes Sumut, tantangan utama yang dihadapi rumah sakit, terutama milik pemerintah daerah, terletak pada kebutuhan pembiayaan serta keterbatasan ruang yang harus disesuaikan untuk memenuhi standar KRIS.
Dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumut juga telah diberikan, baik dalam bentuk kebijakan berupa surat edaran maupun pelaksanaan sosialisasi serta monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala terhadap progres implementasi KRIS.
“Kami juga telah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dalam proses transisi menuju KRIS. Dalam setiap proses kredensial rumah sakit, kami memastikan asesmen kesiapan KRIS menjadi bagian yang tidak terpisahkan,” ujar perwakilan dari Dinas Kesehatan.
Di sisi lain, pemahaman masyarakat mengenai KRIS sudah mulai meningkat, meski masih terdapat kekhawatiran, terutama dari peserta JKN kelas 1 dan 2. Masyarakat mempertanyakan kenyamanan layanan apabila terjadi penghapusan kelas yang selama ini membedakan fasilitas rawat inap.
“Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pelayanan JKN di rumah sakit harus mengacu pada kelas standar. Implementasi KRIS ke depan akan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3, dan digantikan dengan single premi dan single tarif pelayanan, yang disesuaikan dengan stratifikasi kompetensi rumah sakit,” tegasnya.
Langkah ini diharapkannya tidak hanya meningkatkan standar pelayanan kesehatan, tetapi juga mendorong keadilan bagi seluruh peserta JKN, tanpa diskriminasi fasilitas berdasarkan kelas. (cbud)