MEDAN (Waspada): Memasuki 100 hari kerja Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas, sejak dilantik pada 20 Februari 2025 kemarin, dinilai belum menunjukkan “geliat” mengatasi berbagai persoalan di Kota Medan.
Pengamat Kebijakan Publik dan Pemerintahan, Elfenda Ananda, kepada Waspada, Kamis (22/5), mengatakan, persoalan di Medan begitu kompleks dan besar harapan masyarakat Walikota Medan Rico Waas dapat mengatasi, yakni penanganan banjir, perbaikan infrastruktur, perbaikan ekonomi dan sebagainya.
Ditambah lagi kondisi Kota Medan saat ini secara ekonomi mengalami pelemahan daya beli, dimana pasar pasar tradisional yang dikelola oleh Pemerintah Kota (Pemko) maupun swasta serta mall sepi pengunjung. Para pedagang mengeluh karena daya beli masyarakat yang berdampak sepinya kunjungan untuk berbelanja.
“Walikota Medan justeru sibuk dengan berbagai kegiatan seremonial. Bahkan untuk perhelatan gelar melayu serumpun menelan anggaran sebesar Rp1,9 milyar melalui Dinas Pariwisata. Meresmikan kegiatan pameran lukisan “Iconic Medan” dan sebagainya. Di satu sisi saat hujan lebat sebentar saja berbagai laporan banjir dimana-mana. Proyek underpass di Jalan Jawa simpang jl. HM Yamin SH yang harusnya sudah layak uji, namun tetap kebanjiran sehingga menyulitkan masyarakat melewatinya,” ujar Elfenda.
Laporan banjir dan genangan banjir beredar dimedia sosial seperti, komplek Tasbih 2 Medan, Se Batang Hari, Gatot Subroto simpang Sei asekambing, Jalan Salam Harjosari II Medan Amplas, Sei Aful Medan Barat dan puluhan laporan di media sosial soal banjir.
“Tentunya ini menjadi evaluasi soal penangnan banjir di Kota Medan yang tak kunjung teratasi oleh Wali Kota Rico Waas. Walaupun Walikota sebelumnya yakni Bobby Nasution sudah menggelontorkan anggaran cukup besar untuk menangani banjir ternyata belum mampu mengatasi persoalan banjir, padahal janji politiknya saat kampanye akan mengatasi banjir,” ungkapnya.
Fasilitas Publik
Ditambahkan Elfenda, fasilitas publik yang baru dibangun seperti kawasan kebun bunga Medan yang terkesan jorok, lampu lampu taman ada yang hilang, Lapangan Merdeka juga demikian jorok, banjir kalau hujan sedikit saja.
Over pass stasiun kereta api sebagian besinya untuk dinding hilang, Taman Cadika di Johor yang sudah dibangun dengan petugas yang cukup banyak, namun belum mampu melakukan edukasi agar menjaga kebersihan.
Terbukti setiap akhir pekan banyak pengunjung, maka sampah berserakan. Tentunya fasilitas publik yang dibangun dengan biaya mahal harus dijaga dan dirawat dengan baik.
“Namun kelihatannya Walikota Medan Rico Waas masih asyik dengan kegiatan seremonialnya. Harusnya ini menjadi perhatian beliau dalam 100 hari kerja. Persoalan parkir berlangganan saja hingga saat ini tidak jelas solusi yang diberikan, sementara masyarakat yang sudah membeli stiker parkir berlangganan tetap membayar parkir juga,” paparnya.
Disatu sisi, untuk urusan membantu kerja kerja Walikota saja masih kewalahan, memastikan para pembantunya, yakni eselon 2. Kelihatan Walikota Medan Rico Waas merelakan para pejabatnya dipindahkan ke provinsi Sumatera Utara. Walikota sudah kehilangan waktu untuk mengkonsolidasikan jajarannya untuk bekerja secara cepat merealisasikan janji-janjinya.
Ia menilai tidak terlihat jelas fokus Walikota Medan dengan 10 program prioritas, yakni revitalisasi Pasar Tradisional, pengembangan ruang terbuka hijau (RTH), pengembangan Sistem Transportasi Publik yang terintegrasi, kampanye edukasi tentang pengelolaan sampah dan daur ulang, pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur drainase kota.
Serta pengembangan pusat kreativitas anak muda, program Pencegahan dan penaggulangan stanting, pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dan budaya, penyediaan air bersih dan sanitasi layak di daerah kumuh dan digitalisasi pendidikan berbasis smart class dan metaverse.
“Dalam menentukan skala prioritas Wali Kota Medan Rico Waas terlalu berambisi sampai 10 prioritas, sehingga tidak ada yang fomus. Idealnya prioritas itu adalah mengutamakan, bukan berati yang lain tidak penting. Namun kalau terlalu banyak yang jadi prioritas akan menyebabkan tidak ada yang fokus, sementara waktu terbatas dan sebagian sudah dikerjakan secara rutin misalnya program pencegahan dan penanggulangan stunting,” imbuhnya.
Begitu juga dengan pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dan budaya, tentunya harus ada sinergi dengan sektor lain misalnya kepastian keamanan, kenyamanan dan biaya terjangkau. Tidak adanya prioritas ekonomi misalnya mendorong peningkatan daya beli masyarakat, memastikan dunia usaha agar dapat bertahan, pedagang pasar bisa bertahan dengan dagangannya. Harusnya ini menjadi persoalan rill dibidang ekonomi yang harus segera diatasi.
“Walikota Medan Rico waas harus bisa lebih fokus pada 4 atau 5 prioritas yang mampu dikerjakan. Bukan prioritas borongan yang cukup banyak sementara para pejabatnya belum jelas,” tutur Elfenda. (h01)