Scroll Untuk Membaca

Medan

Akrobat Inflasi Bobby Nasution

Akrobat Inflasi Bobby Nasution
Ilustrasi
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Gubsu Bobby Nasution kembali bikin ruang publik tersontak kaget dan gaduh lagi. Bukan karena raihan kerja keras dan ukiran prestasi, tetapi mencetak rekor tertinggi dalam hal inflasi.

Itu didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menyebut, terdapat tiga provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi tercatat berada di Pulau Sumatera, dengan Provinsi Sumatera Utara dengan nilai tertinggi sebesar 5,32% (YoY). Riau menyusul dengan nilai inflasi sebesar 5,08%, diikuti oleh Aceh dengan inflasi mencapai 4,45%.

Sebelum meningkat tajam, inflasi Sumatera Utara sempat melandai dari 1,78% di Januari menjadi 0,69% di Maret 2025. Bulan berikutnya terjadi lonjakan yang cukup tinggi, yang membuat inflasi di provinsi ini mencapai 2,09%, sebelum akhirnya kembali menurun pada 2 bulan berikutnya.

Pada September, inflasi Sumatera Utara mencapai titik tertinggi di angka 5,32% (YoY) atau setara kenaikan sebesar 20% dari bulan sebelumnya.

Lonjakan inflasi dipicu kenaikan harga di subsektor makanan, minuman dan tembakau. Nilai IHK subsektor ini mengalami peningkatan dari 117,73 di Agustus menjadi 119,27 pada September 2025.

IHK pada subsektor perawatan pribadi dan jasa lainnya turut berkontribusi dalam peningkatan inflasi di Sumatera Utara. BPS mencatat nilai IHK subsektor ini meningkat 1,41 poin selama periode Agustus-September.

Dua Sebab

Sejumlah pengamat mengatakan, inflasi yang terjadi bisa terjadi karena dua sebab, yakni faktor internal dan eksternal.

Yakni inflasi permintaan (Demand-Pull Inflation) yang dapat terjadi ketika permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa meningkat lebih cepat daripada kemampuan produsen untuk menyediakannya.

Faktornya bisa berupa peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan populasi, atau pergeseran preferensi konsumen.

Kedua, inflasi biaya (Cost-Push Inflation), yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi, seperti kenaikan harga bahan baku (minyak, agrikultur), upah buruh, atau harga bahan bakar. Kenaikan biaya ini akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi.

“Dan yang terakhir ini, adalah defisit anggaran pemerintah yang terjadi di P APBD 2025 Sumut, yang menimbulkan persoalan,” kata Direktur Eksekutif LIPPSU, Azhari AM Sinik di Medan, kemarin.

Disebutkan, dari hasil pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Sumatera Utara (Sumut) Tahun Anggaran 2025, anggaran tersebut mengalami penurunan yang menyebabkan defisit.

Adapun jumlah defisit anggaran P-APBD Sumut 2025 berkurang sebesar Rp696,79 miliar yang diduga terjadi karena adanya penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer dari Pusat.

Adapun anggaran awal sebesar Rp13,242 triliun, menjadi Rp12,546 triliun setelah mengalami perubahan.

Dewan mengingatakan penyesuaian anggaran itu terjadi di tengah inflasi di Sumut pada September 2025 mencapai 5,32%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 4,69%.

“Ini jadi pertanda bisa menekan daya beli masyarakat dan menunjukkan kegagalan pemerintah daerah dalam mengantisipasi tekanan harga serta merespons kebijakan untuk mengendalikan inflasi,” kata Sinik.

Menurut Sinik, harusnya Pemprovsu fokus pada penyeimbangan kondisi ekonomi, dengan melakukan pemulihan dan perbaikan.

“Jangan sibuk ngurusin anggaran, nanti inflasi kita turun naik, naik turun, kayak akrobat aja nanti. Ini ibarat komandan tak sejalan dengan anak buah, tak ada ketegasan,” katanya.

Atau, ibarat kapal berjalan, tetapi jalannya oleng, dan dikhawatirkan bisa menabrak kapal lain.

“Kalau ini terus berlangsung, maka inflasi jadi tidak terkendali, kalau tak pandai menari, jangan kaca yang dipecahkan,” katanya.

Soroti Serius

Pandangan lain disampaikan Wakil Ketua DPRD Sumut Salman Alfarisi, yang menyoroti serius lonjakan inflasi di Sumut yang kini tercatat sebagai yang tertinggi di Indonesia, mencapai 5,32 persen (year-on-year).

Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan dan koordinasi pengendalian harga di tingkat provinsi.

“Kita tidak bisa terus menyalahkan cuaca atau pasar. Masalah utama terletak pada lemahnya sistem pengendalian harga di daerah. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) belum bekerja secara cepat dan terintegrasi,” tegas Salman menanggapi pertanyaan wartawan, Rabu (08/10/2025).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai kenaikan harga bahan pangan pokok seperti cabai merah, beras, dan bawang bukan sekadar faktor musiman, melainkan akibat ketidaksiapan stok dan lemahnya intervensi pemerintah daerah saat harga mulai naik.

Salman melihat ada persoalan serius, sekaligus menunjukan tidak berjalannya kebijakan pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

“Bisa kita lihat, adanya kenaikan signifikan pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau menunjukkan bahwa mekanisme distribusi dan pengawasan harga di pasar belum berjalan efektif. Ini menunjukan lemahnya kebijakan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumut,” tegasnya.

Salman mengingatkan bahwa inflasi tinggi berakibat langsung pada menurunnya daya beli masyarakat dan beban ekonomi rumah tangga kecil, sehingga perlu langkah konkret dan terukur, bukan sekadar seremonial.

“Pemprov harus segera membentuk Badan Pangan Daerah yang kuat untuk mengelola cadangan pangan strategis, membeli langsung dari petani, dan menyalurkan ke pasar saat harga melonjak,” ujarnya.

Tingginya inflasi ini, kata Salman menunjukan adanya beban nyata yang ditanggung masyarakat pada saat ini terutama yang menjadi perhatian adalah sektor pangan.

“Angka-angka ini tidak bisa kita nilai sekadar statistik, tetapi mencerminkan beban nyata yang ditanggung masyarakat terhadap biaya hidup yang terus meningkat, terutama di sektor pangan,” katanya.

Selain itu, ia merekomendasikan penguatan fungsi TPID, pembentukan sistem data pangan terpadu antar dinas, serta pengawasan ketat terhadap rantai distribusi dan praktik penimbunan.

Salman juga mendorong program Pasar Stabil dan Warung Murah Permanen agar masyarakat bisa mendapatkan harga terjangkau setiap saat.

“Inflasi bukan sekadar angka statistik, tapi ukuran nyata dari kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah wajib hadir dengan sistem yang kuat, bukan hanya reaksi sesaat,” pungkasnya.

Adapun Gubsu Bobby Nasution dalam keterangannya kepada wartawan Pemprovsu mengungkapkan sudah melakukan berbagai upaya.

“Hari ini saya mengikuti langsung Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025 bersama Kemendagri RI secara virtual. Berbagai upaya terus kita lakukan untuk menekan laju inflasi, mulai dari Gerakan Pangan Murah hingga memperkuat kerja sama antar daerah dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan,” tulis Bobby Nasution di Instagram pribadinya yang dilihat, Senin (6/10/2025).

Bobby berharap langkah itu dapat membuat inflasi terkendali. Sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi di Sumut. (Id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE