Scroll Untuk Membaca

Medan

Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti: RUU Tata Cara Pidana Mati Berpotensi Picu Pro-kontra

Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti: RUU Tata Cara Pidana Mati Berpotensi Picu Pro-kontra
Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti, merespon Kementerian Hukum (Kemenkum) yang menggelar uji publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. 

Rudi berpendapat, RUU itu dikhawatirkan menimbulkan prokontra, kecuali masyarakat, termasuk penggiat hak asasi manusia sudah setuju tentang pemberlakuan hukuman mati di Indonesia.

“Bagi saya no problem hukuman mati itu dilakukan apakah dengan diinjeksi, kursi listrik atau ditembak, tapi masalahnya sekarang kita semua ini setuju gak dengan hukuman mati itu,” kata Rudi kepada Waspada.id, melalui sambungan telepon dari Medan, Kamis (9/10).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil Sumut 12 Binjai Langkat itu, menyikapi uji publik RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati guna  memberikan jaminan perlindungan bagi terpidana mati berdasarkan prinsip hak asasi manusia (HAM).

Menurut Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Eddy Hiariej, tujuan uji publik RUU ini adalah memberikan jaminan pelindungan tentunya bagi terpidana mati berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Salah satu isi RUU itu ada pertimbangan pelaksanaan pidana mati selain tembak mati, adalah dengan cara injeksi atau memakai kursi listrik.

Suara Prokontra

Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti berpendapat, sejauh ini masih terdapat suara prokontra tentang pelaksanaan hukuman mati di Tanah Air.

Suara lantang bahkan dilontarkan penggiat  hak asasi manusia (HAM), yang menyebut hukuman mati dianggap melanggar hak untuk hidup yang bersifat absolut dan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 

Di Belanda, sejak tahun 1991 negara Eropa itu telah menghapuskan hukuman mati dan menggantikannya dengan hukuman seùmur hidup.

Sedangkan di Indonesia, sebut Rudi, ada seorang calon hakim agung yang tidak lolos jadi hakim, karena mengusulkan hukuman mati saat gelar fit and proper test di DPR RI.

“Tapi kalau kemudian DPR RI kemudian setuju hukuman mati, kita di DPRD Sumut siap dukung, dan terserah apakah ditempuh dengan cara injeksi, atau kursi listrik,” ujarnya.

Jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI dan disetujui jadi UU, maka itu berarti tampaknya Indonesia setuju dengan hukuman mati.

Diketahui, dasar hukum hukuman mati di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Namun hingga kini, belum begitu jelas apakah benar-benar sudah dilaksanakan.

Kedua hal tersebut, yakni RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dengan UUD No 1/2023 tentang dasar hukuman mati, belum sepenuhnya tersinkron menjadi satu kepastian.

Berdasarkan catatan data Kemenkumham terdapat sekitar 478 orang yang menunggu eksekusi di Indonesia, yang sebagian besar terkait kasus narkoba.

Hingga ini belum jelas kapan akan dieksekusi, karena berbagai persoalan, termasuk penolakan atas hukuman mati. 

“Sehingga saya berpendapat, harus ada kepastian hukuman mati benar-benar sudah sepenuhnya dilaksanakan, baru tatacara pelaksanaannya, seperti apa nantinya,” pungkas Rudi. (id23)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE