MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga (foto) mendesak Kerja Sama Operasional (KSO) yang dilakukan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) dengan pihak ketiga segera dibatalkan. Selain dapat merugikan perusahaan, dewan tidak melihat argumentasi yang kuat mengapa perusahaan di-KSO-kan.
“Kita minta batalkan KSO, karena ini yang juga pertama kali saya lihat ada aset yang diserahkan pengelolannya kepada pihak ketiga. Kemudian syarat untuk kerja sama ini tidak terpenuhi bahkan terkesan dipaksakan,” kata Zeira kepada wartawan di Medan, Selasa (31/1).
Anggota dewan dari Fraksi Nusantara itu merespon bakal disetujuinya KSO PT PSU dengan mitra kerja yang dimenangkan oleh PT MSS untuk mengelola aset perusahaan di Kebun Tanjung Kasau, Kabupaten Sergai seluas 2.545,87 hektar, kebun Sri Kari Kabupaten Batubara seluas 470,50 hektar, dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Tanjung Kasau.
Menyikapi langkah PT PSU, Zeira yang juga anggota Komisi C yang membidangi masalah keuangan ini kaget dengan rencana tersebut.
“Begini, kita mau tanya dasar KSO itu apa, apa sudah terindikasi ada kerugian yang sudah diaudit BPK, dan apa saja yang menyebabkan kerugian, cashflow-nya bagaimana, likuiditasnya juga. Kok sudah sampai pada kesimpulan di KSO-kan ? ” ujarnya.
Padahal lanjut Zeira, tahun 2016-2017, perusahan boleh dibilang sudah mendapatkan pengembalian modal dari hasil penjualan sawit yang dikelola sendiri PT PSU.
“Kemudian juga ada penyertaan modal, lalu kenapa kok bisa KSO. Apa benar sudah merugi, meruginya di mana?” tanyanya lagi.
Zeira juga mempertanyakan mengapa yang di KSO-kan, hanya pada kebun yang ada di Batubara, sedangkan kebun yang sama di Kabupaten Madina tidak dilakukan langkah serupa ? “Ini jadi aneh saja menurut saya,” katanya.
Dalam setiap pertemuan dengan Komisi C, PT PSU tidak pernah secara spesifik menyebutkan apa penyebab munculnya kerugian.
“Harga sawit kini sudah bagus pada harga Rp 2.000 per kg, PT PSU punya kebun sawit ribuan hektar, dengan asumsi pendapatan 1 ton per bulan, dikalikan 2.500 hektar, maka diprediksi meraih Rp 50 miliar tiap bulan. Ada orang yang punya lahan sawit 10 hektar bisa menyekolahkan 4 anaknya di perguruan tinggi. Ini PT PSU punya ribuan hektar, kok ma0lah disebut rugi,” katanya.
Selanjutnya, tandas Zeira, dengan penyerahan dan pengelolaan aset kepada pihak ketiga selaku investor, apakah sudah dapat dipastikan bisa menyetor kepada PT PSU sebesar Rp 17 miliar sesuai kerangka kerja KSO-nya selama 30 tahun ke depan.
“Nah kalau juga merugi ini gimana. Yang tak kalah pentingnya, apakah PT PSU sudah punya modal dalam kerja sama ini. Lalu juga utang-utang PT PSU kepada pihak lain, siapakah yang membayarnya?” sebut Zeira.
Bertitik tolak pada argumentasi tersebut di atas, Zeira khawatir aset-aset Pemprovsu ini akan disalahgunakan. “Lihatlah kerja sama yang lain atas aset Pemprovsu, apa yang kita dapat. Yang kita dapat malah rugi,” sebutnya.
Karenanya, Zeira tidak menginginkan hal itu terjadi, mengingat PT PSU masih memiliki potensi yang baik jika dilakukan reformasi birokrasi di internal, tempatkan orang-orang yang berkompetensi di manejemen perusahaan dan lakukan perbaikan menejemen keuangan.
“Janganlah karena ibarat seekor tikus yang bermasalah, lumbungnya yang dibakar. Sama seperti KSO 30 tahun, ini sudah hampir mirip dengan menjual perusahaan,” cetusnya.
Selanjut Zeira menandaskan, dari informasi yang diketahui, proses tender KSO dengan pihak ketiga disebut-sebut bermasalah. “Ini sudah gawat kita, ini tampaknya ada permainan tersistematis,” ujarnya.
Karenanya, Zeira berpendapat sebaiknya KSO itu dibatalkan, dan pengelolaannya sebaiknya diserahkan kembali kepada pihak yang berkompeten di PSU.
“Masa orang lain kita suruh kelola aset Pemprovsu, dan ironisnya mengelola ribuan hektar, PT PSU hanya minta kewajiban Rp 17 miliar setiap tahun, ini terlalu kecil dibanding ribuan hektar sawit milik perusahaan tersebut,” ujarnya.
Memperbaiki Perusahaan
Sebelumnya, dalam rapat antara Komisi C dengan PT PSU belum lama ini, Direktur PT PSU Agus Salim Harahap menyebutkan, langkah untuk KSO ditempuh melalui berbagai prosedur.
“Dan KSO itu sendiri diambil sebagai langkah memperbaiki perusahaan, memperbaiki kebun yang butuh investasi dana. Di sisi lain kita juga dukung untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) tadi. Jadi murni untuk perusahaan dan untuk daerah,” ujar Agus, seraya menyebutkan, KSO dilakukan demi menyelamatkan perusahaan.
Terkait KSO dengan pihak ketiga, Agus menyebutkan, perusahaan melakukan serangkaian uji kelayakan dan harus memenuhi kriteria, baik dari sisi evaluasi administratif dan juga teknis.
“Kita juga sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” imbuhnya.
“Seluruh proses tender untuk mencari mitra KSO semuanya telah kita laksanakan sesuai aturan, bahkan perusahaan pengelola objek PT PSU berkewajiban memberikan pendapatan tetap setiap tahunnya sebesar Rp17,520 miliar, selama lima tahun pertama dan selanjutnya di tahun ke 6 sampai tahun ke 30 profit sharing sebesar 56,85 persen dari keuntungan bersih,” tegasnya lagi.
Selain itu, katanya, perusahaan mitra KSO juga memberikan investasi kepada PT PSU berupa, rehabilitasi tanaman (perbaikan tanaman), investasi tanaman tua dan infrastruktur, investasi PMKS (rehabilitasi dan penggantian PMKS) dan intensifikasi pemupukan.
“Jadi, setelah selesai kontrak dalam 30 tahun, PT PSU tetap menerima asset yang dikelola mitra KSO secara utuh, bukan besi tua atau perkebunan yang tidak berproduksi seperti yang dikuatirkan,” tandas Agus Salim sembari menyakinkan dewan, bahwa dengan KSO, PT PSU akan memperoleh keuntungan. (cpb)
Teks foto
Anggota DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga. Waspada/ist