MEDAN (Waspada.id): Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumatera Utara (APMPEMUS), Iqbal menyampaikan apresiasi terhadap langkah tegas Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) yang telah menahan Irwan Peranginangin (IP), mantan Direktur PTPN 2 periode 2020–2023. Namun, APMPEMUS menegaskan bahwa penahanan satu orang saja tidak cukup.
“Kasus dugaan korupsi penjualan aset negara berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 1 Regional 1, yang dialihkan melalui kerja sama operasional antara PT Nusa Dua Propertindo (PT NDP) dan PT Ciputra Land, menunjukkan adanya jaringan mafia aset negara,” kata Iqbal, dalam keterangan tertulisnya kepada Waspada.id, Senin (10/11).
Iqbal menambahkan para mafia iti diduga melibatkan oknum pejabat BPN, kepala daerah, bahkan diduga hingga ke tingkat holding BUMN dan kementerian terkait.
Berdasarkan penyidikan resmi Kejati Sumut, IP diduga menyertakan aset negara berupa lahan HGU kepada PT NDP tanpa izin Menteri Keuangan.
Tindakan ini memenuhi unsur pelanggaran:
Jika ini mengandung kebenaran, hal itu telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Pasal 12 huruf e UU Tipikor (penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri/orang lain), dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penyertaan tindak pidana).
Selain itu, tindakan penyertaan aset negara tanpa izin bertentangan dengan Pasal 48 ayat (1) dan (2) PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang secara tegas mengatur bahwa pemanfaatan atau kerja sama aset negara harus mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan.
“Dengan demikian, ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara yang nyata, sistemik, dan terstruktur,” tegas Iqbal.
APMPEMUS juga menyoroti tersangka pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), baik di tingkat wilayah Sumut maupun BPN Kabupaten Deli Serdang, yang menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT NDP tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa pemenuhan kewajiban negara.
Proses penerbitan sertifikat HGB di atas lahan eks-HGU tidak mungkin terjadi tanpa restu atau pembiaran pejabat daerah, terutama oknum Bupati Deli Serdang, yang secara hukum memiliki kewenangan administratif dan pengawasan tata ruang wilayah.
Jika benar terdapat persetujuan atau pembiaran administratif, maka tindakan tersebut memenuhi unsur Pasal 3 UU Tipikor, serta Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik) juncto Pasal 55 KUHP (turut serta melakukan tindak pidana).
“Tidak boleh ada kepala daerah yang bersembunyi di balik jabatan politik untuk melindungi tindakan melanggar hukum. Negara tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan segelintir elit,” tegas Iqbal lagi.
Pengawasan Gagal
Kasus ini mengungkap runtuhnya prinsip Good Corporate Governance (GCG) di tubuh Holding Perkebunan Nusantara (PTPN Holding/PalmCo), dan gagalnya pengawasan pemerintah daerah terhadap pemanfaatan lahan HGU.
Padahal, sesuai ketentuan hukum dan regulasi, setiap perubahan peruntukan atau kerja sama pemanfaatan lahan BUMN wajib mendapat izin tertulis dari Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ATR/BPN, serta dikawal oleh pemerintah daerah.
Faktanya, mekanisme formal itu diduga disalahgunakan menjadi transaksi bisnis dan gratifikasi politik.
Hal ini melanggar asas akuntabilitas, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan aset negara sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan negara harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karenanya, APMPEMUS menyerukan langkah hukum menyeluruh dan berani kepada Kejati Sumut dan Kejagung RI.
Yakni, periksa seluruh Komisaris dan Direksi PTPN 1 dan PTPN 2 yang menjabat pada periode kerja sama dengan PT NDP dan PT Ciputra Land.
Kemudian, periksa oknum Bupati Deli Serdang terkait kemungkinan adanya tanda tangan, surat dukungan, atau pembiaran administratif dalam alih fungsi lahan.
Juga telusuri aliran dana dan gratifikasi yang mengalir ke pejabat BUMN, BPN, dan pemerintah daerah.
APMPEMUS juga meminta kembalikan seluruh aset negara yang dialihkan melalui skema ilegal, dan batalkan sertifikat HGB hasil pelanggaran hukum.
“Kita juga meminta Libatkan Kementerian BUMN, ATR/BPN, dan BPKP untuk audit total aset eks-HGU PTPN di seluruh wilayah Sumatera Utara. Periksa hingga level holding PalmCo dan pejabat kementerian, sebab tanpa restu pusat, kerja sama strategis seperti ini tak mungkin berjalan, pungkas Iqbal.
Kejaksaan sebelumnya telah menahan beberapa pejabat tinggi Askani, mantan Kakanwil BPN Sumut Abdul Rahman Lubis, mantan Kepala BPN Deli Serdang Iman Subekti, Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan dan kini Irwan Peranginangin, eks Direktur PTPN 2
Rangkaian penahanan ini memperkuat dugaan adanya struktur mafia aset negara lintas instansi, yang diduga beroperasi melalui rekayasa dokumen HGU–HGB dan persekongkolan antarpejabat.
Atas dasar itu, APMPEMUS merekomendasikan agar Kejati Sumut dan KPK RI bersinergi menelusuri aliran dana dan peran pejabat pusat/daerah.
Selanjutnya, ementerian BUMN dan ATR/BPN melakukan audit menyeluruh terhadap manajemen aset eks-HGU di Sumut.
“Oknum kepala daerah dan pejabat yang terlibat dituntut dengan pidana maksimal, serta dilakukan penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi,” kata Iqbal.
Kemudian, Presiden dan Menteri BUMN diminta turun tangan langsung untuk menertibkan tata kelola aset BUMN dan menghentikan praktik mafia tanah di tubuh perusahaan negara. Pernyataan Penutup APMPEMUS
“Kami mendukung langkah Kejati Sumut, tapi penegakan hukum jangan berhenti di Irwan Peranginangin. Bongkar sampai ke atas — ke komisaris, direksi, pejabat BPN, bupati, bahkan holding dan kementerian.
Aset negara adalah hak rakyat, bukan hidang makanan para elit,”
tegas Iqbal. (id06)












