Scroll Untuk Membaca

Medan

APMPEMUS: Usut Oknum Internal Dugaan Korupsi Aset PTPN I 

APMPEMUS: Usut Oknum Internal Dugaan Korupsi Aset PTPN I 
Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumut (APMPEMUS) Iqbal SH. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumut (APMPEMUS) Iqbal SH menyoroti kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan aset PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) kembali mengguncang Sumatera Utara. 

Hal itu terjadi setelah dua pejabat tinggi Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pada Rabu (15/10/2025).

Mereka adalah ASK, mantan Kepala BPN Sumut periode 2022–2024, dan ARL, mantan Kepala BPN Kabupaten Deliserdang periode 2023–2025.  

“Keduanya diduga kuat terlibat dalam praktik penyimpangan hukum terkait pengalihan aset PTPN I Regional I seluas 8.077 hektar yang dikerjasamakan dengan PT Nusa Dua Propertindo melalui skema Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Ciputra Land,” kata Iqbal di Medan, Kamis (16/10).

Namun, di balik penahanan itu, muncul pertanyaan besar dan tajam: Apakah mungkin aset negara seluas ribuan hektar berpindah tangan tanpa keterlibatan atau persetujuan dari pihak internal PTPN I sendiri?  

Tanpa Kewajiban

Dari hasil penyidikan awal, kedua pejabat BPN tersebut diduga menyetujui penerbitan sertifikat HGB atas nama PT Nusa Dua Propertindo tanpa memastikan kewajiban perusahaan menyerahkan 20% lahan kepada negara.Padahal, kewajiban tersebut merupakan ketentuan hukum yang melekat pada setiap perubahan hak guna usaha (HGU) menjadi hak guna bangunan (HGB).

Namun di sisi lain, fakta administratif menunjukkan bahwa setiap aset HGU milik PTPN tidak bisa begitu saja dialihkan tanpa proses internal PTPN, mulai dari direksi, dewan komisaris, hingga persetujuan Kementerian BUMN dan ATR/BPN. 

Artinya, bila sertifikat HGB itu benar terbit, maka secara logika hukum dan tata kelola perusahaan negara, mustahil tanpa persetujuan atau tanda tangan dari pejabat internal PTPN I.

Iqbal SH. menilai, Sumber hukum dari lingkungan BUMN menyebutkan, pengalihan aset PTPN kerap dilakukan melalui pola kerja sama yang “dibungkus sah secara administratif”, namun secara substansi menyimpang.

Modusnya sederhana: Oknum internal PTPN memberikan izin kerja sama dengan perusahaan swasta; Kemudian, BPN menerbitkan sertifikat baru atas nama perusahaan tersebut; Lahan negara pun berpindah kepemilikan tanpa melalui mekanisme pelepasan aset resmi.

Dalam kasus ini, PT Nusa Dua Propertindo bersama PT Ciputra Land diduga mengembangkan dan menjual lahan tersebut tanpa memenuhi kewajiban hukum terhadap negara.

Awasi Aset

Sementara itu, pihak PTPN I yang mestinya menjaga dan mengawasi aset negara, justru terkesan abai atau bahkan terlibat.Ketua APMPEMUS, Iqbal SH. menilai kasus ini tidak bisa berhenti di dua pejabat BPN semata. 

“Aset yang dijaga oleh BUMN tak mungkin bisa dialihkan tanpa tanda tangan dari internal. Bila hanya BPN yang disalahkan, penegakan hukumnya belum tuntas. Kejati harus berani membuka kotak hitam di tubuh PTPN I,” tegasnya.Adapun dasar Hukum yang menguatkan dugaan Keterlibatan, menurut Iqbal, yakni 

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53–58, melarang pemindahtanganan aset negara tanpa izin resmi.
Lalu, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun,” ujarnya.Sedangkan Pasal 55 KUHP, tentang penyertaan dalam tindak pidana, menegaskan bahwa setiap orang yang turut membantu atau memfasilitasi tindak pidana dapat dihukum sama beratnya dengan pelaku utama.

Selanjutnya, Peraturan Menteri BUMN No. PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Pemindahtanganan Aset Tetap BUMN — mewajibkan persetujuan tertulis Menteri BUMN untuk setiap pengalihan aset.

Tanpa izin, transaksi batal demi hukum.Dengan dasar tersebut, Kejati Sumut memiliki landasan hukum kuat untuk memperluas penyidikan ke arah internal PTPN I, termasuk siapa saja pejabat yang menandatangani perjanjian KSO dengan pihak swasta.

Kasus ini bukan insiden tunggal. Pola serupa telah berulang dalam berbagai kasus pengalihan aset BUMN, terutama di sektor perkebunan dan properti.

Dari Sumatera hingga Jawa, praktik “jual aset dengan baju kerja sama” menjadi modus yang merugikan negara triliunan rupiah.

Para pengamat menilai bahwa lemahnya pengawasan internal dan “restu diam-diam” dari oknum direksi membuat korupsi aset BUMN berubah menjadi kejahatan sistemik.

 “Kalau aparat hanya berani menyentuh ekornya, bukan kepalanya, maka kasus ini akan terulang di BUMN lain,” katanya.

Perluas PenydikanAliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumut mendesak Kejati Sumut agar memperluas penyidikan dengan memanggil pejabat PTPN I yang menandatangani dokumen kerja sama.
Kemudian, m

engaudit seluruh perjanjian KSO dan pemindahtanganan lahan yang dilakukan oleh PTPN I dalam lima tahun terakhir.

“Berkoordinasi dengan KPK dan BPKP untuk menghitung kerugian negara secara transparan dan terbuka kepada publik,” sebutnya.

Iqbal juga desak segera bekukan sementara proyek kerja sama yang melibatkan PT Nusa Dua Propertindo dan PT Ciputra Land hingga penyidikan tuntas.

Kasus korupsi aset PTPN I bukan sekadar kejahatan administrasi, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan negara.

BUMN dibentuk untuk mengelola aset rakyat — bukan memperdagangkannya melalui tangan-tangan mafia bersetelan rapi.
Keadilan akan kehilangan maknanya jika hanya pejabat BPN yang diseret, sementara oknum dalam PTPN yang membuka gerbang korupsi dibiarkan lolos.

“Kini publik menunggu keberanian Kejati Sumut: Apakah sanggup menelusuri hingga ke akar kekuasaan yang sebenarnya — atau kembali berhenti di permukaan?,” pungkas Iqbal.(Id23)
.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE