Scroll Untuk Membaca

Medan

ARSSI Sumut Protes Keras Permenkes 24/2022

# Kewajiban Integrasi Data Kesehatan Dinilai Bebani Rumah Sakit

ARSSI Sumut Protes Keras Permenkes 24/2022
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Wilayah Sumatera Utara melayangkan protes keras terhadap kebijakan pemerintah melalui Permenkes No. 24 Tahun 2022 yang mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan untuk terhubung dengan sistem Satu Sehat.

Ketua ARSSI, Dr. dr. Beni Satria, M.Kes, SH, MH, menegaskan bahwa regulasi tersebut sangat memberatkan, terutama bagi rumah sakit swasta di daerah yang memiliki keterbatasan anggaran dan sumber daya.

Menurut Beni, sistem Satu Sehat awalnya dibangun saat pandemi COVID-19 untuk mempermudah pengumpulan data terkait sertifikasi kesehatan. Namun, kini sistem tersebut berkembang dan digunakan untuk pemetaan data kesehatan nasional, termasuk tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan penyakit yang prevalen di setiap wilayah.

Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan Permenkes 24/2022, yang mencabut Permenkes 290/2008 tentang Rekam Medis Elektronik.

Kebijakan baru ini mengharuskan seluruh fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit, klinik, dan puskesmas, untuk terhubung dengan sistem Kemenkes melalui platform Satu Sehat atau platform lain yang memenuhi syarat.

“Rumah sakit bisa memilih menggunakan platform pemerintah, membangun platform sendiri, atau menggunakan pihak ketiga seperti Halodoc. Namun, semuanya harus memenuhi tujuh syarat yang diatur oleh Kemenkes,” jelas Beni, Jumat (16/8).

Namun, banyak rumah sakit yang mengkhawatirkan potensi kebocoran data pasien. Contoh kasus kebocoran data di Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi salah satu kekhawatiran terbesar bagi fasilitas kesehatan. “Jika data pasien bocor, ini bisa berdampak buruk, termasuk digunakan untuk kepentingan politik,” tambahnya.

Lebih lanjut, Beni juga menyebutkan bahwa sanksi administratif yang diatur dalam Permenkes, seperti teguran tertulis hingga pencabutan akreditasi, sangat memberatkan rumah sakit yang belum mampu memenuhi syarat tersebut.

“Sanksi pencabutan akreditasi tidak relevan, karena akreditasi seharusnya menilai mutu pelayanan, bukan sekadar soal keterkaitan dengan sistem elektronik,” ujarnya.

ARSSI mendesak pemerintah untuk lebih memahami kondisi rumah sakit, terutama yang berada di daerah, dan memberikan solusi yang tidak membebani fasilitas kesehatan.

“Rumah sakit di daerah menghadapi kendala besar, mulai dari anggaran hingga keterbatasan SDM, terutama dalam hal teknologi informasi,” tutup Beni.(cbud)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE