MEDAN (Waspada.id): Assoc. Prof Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengatakan, dinamika impelementatif pada tatanan teknis yuridis begriffen pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terjadi beberapa kekeliruan di dalam menginterprestasikan putusan tersebut.
“Hal ini terkait adanya pemohonan para Pemohon yang mengajukan uji materiil terhadap norma dan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang cenderung difahami secara parsial (sepotong-potong) tidak holistic (menyeluruh). Bahkan membangun opini bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 merupakan bentuk pembangkangan, penghianatan terhadap konstitusi dan bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya di Medan, Rabu (17/12).
Dia menjelaskan bahwa dasar para pemohon untuk menguji di MK yakni Ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002, yang berbunyi: “(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian”. Penjelasan pasal 28 ayat “(3) Yang dimaksud dengan “jabatan di luar kepolisian” adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.” terhadap Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 28D Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Dalam mengabulkan permohonan terhadap pemohon pengujian maka Hakim MK tentunya tidak hanya didasarkan pada noscitur a socis, ejusdem generis, expressum facit cassare tacitum, namun juga interprestasi sistematis atau logis, bahkan dalam peristiwa konkrit melakukan interprestasi secara argumentum a contrario karena Hakim melakukan konstatir dan konstituir terhadap peristiwa kongkrit,” jelas Alpi.
Dikatakan, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 merupakan formulasi untuk mengatasi kekosongan hukum sebagai bentuk kepatuhan dan penghormatan terhadap Putusan MK. Karena putusan MK mengakibatkan terjadinya rechtverfijring (penyempitan hukum) dalam putusannya atas adanya permohonan para pemohon untuk uji materiil terhadap norma dan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. “Ini terdeskripsikan dalam ratio decidentie putusan.”.
Antara lain, dia menyambung, pertama, MK perlu menegaskan, “jabatan” yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk UU No.20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 20/2023). Jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial [vide Pasal 13 UU 20/2023].
Kedua, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang pada pokoknya dipersoalkan konstitusionalitasnya oleh para Pemohon harus dibaca dan dimaknai sesuai dengan norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002. Karena yang dipersoalkan para pemohon adalah perihal penjelasan suatu undang-undang, penting bagi mahkamah untuk menegaskan fungsi penjelasan berdasarkan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011 jo. UU 13/2022), yang menyatakan, “Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud”. Selanjutnya dinyatakan pula, “Penjelasan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma” [vide angka 176 dan angka 177 Lampiran II UU 12/2011].
Assoc Prof Alpi mengemukakan atas adanya statement atau opini yang menyatakan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 adalah bentuk pembangkangan atau pengkhianatan Polri terhadap konstitusi atau bertentangan dengan UU sangatlah tidak baik dan tidak patut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(id04)











