MEDAN (Waspada.id): Anggota DPD RI asal Sumatra Utara, Pdt. Penrad Siagian, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumatra Utara (Sumut), terutama Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Kota Sibolga, dan Mandailing Natal.
Ia juga menyampaikan duka cita kepada seluruh korban dan keluarga yang terdampak.
“Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada semua korban banjir bandang dan longsor,” kata Penrad dalam keterangan tertulisnya, yang diterima di Medan, Rabu 26 November 2025.
Penrad mengatakan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial melalui Direktorat PSKBA serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memastikan bantuan darurat segera tiba dan menjangkau titik-titik bencana.
Menurutnya, bantuan berupa makanan, kebutuhan anak dan balita, serta tenda pengungsian sedang dalam perjalanan menuju lokasi terdampak.
“Namun medan dan banyaknya jalan yang putus sangat menghambat perjalanan logistik menuju lokasi-lokasi kawasan yang diterjang banjir dan longsor. Tim logistik masih terus berjuang untuk bisa sampai ke banyak titik kawasan tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan data Polda Sumut, terdapat 56 titik bencana alam yang tersebar di delapan kabupaten/kota, yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, serta Pakpak Bharat.
Luasnya sebaran bencana membuat penanganan membutuhkan koordinasi intensif antara pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pihak terkait.
Penrad menegaskan bahwa rangkaian banjir bandang dan tanah longsor tersebut tidak bisa dianggap sebagai peristiwa alam semata.
Ia menilai potongan kayu dan material lumpur yang terbawa arus banjir menjadi bukti nyata telah terjadinya kerusakan ekologis yang masif, terutama di kawasan hutan Tapanuli Raya dan wilayah lain yang terdampak.
Penrad menyebut bahwa kerusakan ekologis tersebut merupakan akibat langsung dari perambahan hutan, praktik ilegal maupun legal logging, serta alih fungsi lahan yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Menurutnya, aktivitas itu telah merusak daya dukung lingkungan, melemahkan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem, dan pada akhirnya meningkatkan risiko bencana.
“Harus dilihat bahwa bencana itu terjadi tidak hanya karena alam, tapi bisa akibat dari kerusakan alam. Dan kerusakan alam ini faktor penyebabnya adalah karena ulah manusia. Yang paling besar dampaknya adalah akibat kebijakan terkait tata kelola Sumber Daya Alam,” ujarnya.
“Kesalahan kebijakan melalui berbagai peraturan yang ada terkait tata kelola sumber daya alam ini adalah penyebab paling masif dan sistematis penyebab terjadinya kerusakan alam dan akhirnya terjadi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor ini,” sambungnya.
Penrad menilai bahwa masyarakat kini harus menanggung akibat dari kesalahan tata kelola sumber daya alam yang tidak didasarkan pada prinsip keberlanjutan ekologis.
Bencana yang terjadi, katanya, seharusnya menjadi momentum refleksi nasional bahwa banyak kejadian serupa bukan sekadar fenomena alam, melainkan akibat dari kebijakan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.
“Apa yang terjadi saat ini, tanah longsor dan banjir bandang kita lihat membawa serta sisa-sisa potongan kayu dan lumpur. Ini ‘kan bukti bahwa telah terjadi perambahan hutan yang mengakibatkan kerusakan alam. Coba periksa, kawasan bencana ini terjadi di kawasan-kawasan di mana hutan telah gundul,” katanya.
Ia menilai kesalahan kebijakan—baik dalam bentuk peraturan maupun pemberian izin pengelolaan hutan—telah menjadi penyebab paling masif dan sistematis terjadinya kerusakan lingkungan.
Ia menyoroti bahwa sejumlah kebijakan izin pengelolaan kawasan hutan selama ini lebih mengutamakan kepentingan korporasi dibandingkan keselamatan rakyat.
Regulasi tersebut dinilainya tidak memberi manfaat signifikan bagi masyarakat di sekitar kawasan operasi, bahkan justru memperburuk kondisi ekologis.
Karena itu, Pendrad mendesak pemerintah melakukan audit lingkungan terhadap perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), perusahaan Hutan Tanaman Industri, dan pertambangan emas.
Ia menegaskan, audit lingkungan, konsesi, dan izin perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan Tapanuli Raya harus segera dilakukan, termasuk terhadap PT Toba Pulp Lestari (TPL).
“Karena itu saya menuntut agar pemerintah segera mengevaluasi perusahaan-perusahaan penerima yang berbasis ekstraktif di Sumut, juga agar segera melakukan evaluasi menyeluruh atas konsesi-konsesi perusahaan-perusahaan tersebut,” ucapnya.
“Jangan sampai kebijakan pemberian konsesi ini menjadi penderitaan bagi rakyat akibat dampak yang ditimbulkannya,” kata Penrad menambahkan.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di berbagai titik rawan aktivitas tambang ilegal. Menurutnya, aktivitas itu juga dapat memicu munculnya bencana alam.
“Tapi aktivitas pertambangan emas baik perusahaan maupun tambang liar juga berkontribusi terhadap longsor dan banjir bandang,” katanya.
Ia meminta seluruh kegiatan operasional perusahaan dihentikan sementara selama proses evaluasi berlangsung.
Lebih tegas lagi, Penrad mendorong agar perusahaan yang terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan dan berkontribusi pada terjadinya bencana dicabut hak konsesinya dan ditutup secara permanen.
Ia menegaskan bahwa negara harus menjadikan kejadian ini sebagai peringatan penting untuk membangun paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya alam.
Penrad mengatakan keselamatan rakyat harus ditempatkan di atas kepentingan ekonomi jangka pendek, terutama yang berbasis eksploitasi lingkungan tanpa memperhatikan keberlanjutan.
Menurutnya, tragedi ekologis yang berulang tidak akan berhenti selama kebijakan pemerintah tetap memihak pada korporasi dan mengabaikan perlindungan lingkungan.
Oleh karena itu, selain menuntut evaluasi konsesi, Penrad menyerukan pentingnya membangun gerakan masyarakat yang kuat untuk menolak perusakan ekologis di semua wilayah.
“Dan bagi perusahaan-perusahaan yang konsesinya telah menimbulkan dampak kerusakan alam dan menimbulkan terjadinya bencana agar segera ditutup dan ditarik hak guna usaha dan konsesinya,” pungkasnya.
Di akhir pernyataannya, dia berharap agar seluruh korban yang terdampak bencana diberikan kekuatan dalam masa duka dan pemulihan.
Penrad Siagian juga mendorong pemerintah agar bertindak cepat, tepat, dan berpihak pada rakyat demi mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang.
Merangkum Berbagai Sumber, Sedikitnya Ini Beberapa Perusahaan yang Beroperasi di Tapanuli Raya:
PT. Panei Lika Sejahtera
PT. Teluk Nauli
PT. Multi Sibolga Timber
PT. Anugerah Rimba Makmur
PT. Hutan Barumun Perkasa
PT. Sumatera Riang Lestari
PT. Toba Pulp Lestari (TPL)
PT. Panei Lika Sejahtera (PLS)
PT. Sinar Belantara Indah
PT. Mujur Timber
PT Gunung Raya Utama Timber Industries (Gruti)
PT Agincourt Resources (PTAR) atau Tambang Emas Martabe.(id06)












