MEDAN (Waspada):Sejumlah akademisi menyebutkan jika Bisfenol A (BPA) yang digunakan sebagai salah satu bahan produksi plastik polikarbonat pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) dapat berpotensi menimbulkan permasalahan kesehatan. Diantaranya, senyawa kimia tersebut bisa menimbulkan gangguan fungsi hormon dan organ manusia serta penyakit degeneratif lainnya bila dikonsumsi tubuh dalam jangka panjang.
“Para peneliti dan pakar internasional mengingatkan bahwa resiko kesehatan yang ditimbulkan paparan BPA cukup banyak, sehingga perlu keseriusan mengatasinya,” ujar pembicara dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Ir Evi Mutia M. Kes, dalam Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan BPA pada AMDK yang digelar USU bersama Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan di Medan, Senin (12/9).
Lebih lanjut, Evi menjelaskan, faktor yang mempengaruhi migrasi BPA dari kemasan pangan dapat terjadi mulai dari proses pencucian yang tidak tepat, seperti penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 Celcius. Selain itu, terdapat residu detergen dari pembersihan yang mengakibatkan goresan.
Dia menyebutkan potensi risiko migrasi BPA ke dalam AMDK galon itu justru lebih besar selama proses perjalanan atau transportasi secara terbuka dan terpapar panas sinar matahari mulai dari pabrik sampai ke lokasi penjualan, termasuk penyimpanan tidak tepat seperti terkena paparan sinar matahari langsung.
“Begitu bahayanya BPA, seharusnya mendapat perhatian besar dari semua pihak, khususnya produsen AMDK yang harusnya punya kesadaran dan tanggung jawab kepada konsumen,” katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar yang juga turut berpartisipasi mengapresiasi kegiatan sarasehan ini. Menurutnya, sarasehan yang dilakukan menunjukkan bahwa BPOM Medan telah menjalankan fungsinya dengan benar dan baik, yakni telah memberi informasi kepada publik.
“Tapi, tugas BPOM bukan hanya sampai di sini, tetapi juga harus mengawasi produk AMDK, karena produsen harusnya punya tanggung jawab mengendalikan untuk menekan seluruh potensi risiko yang ada pada produk yang mereka pasarkan,” ujarnya.
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Medan Martin Suhendri menyatakan, untuk saat ini, pihaknya masih fokus untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Kedepannya, ujar dia, bagi produsen AMDK harus mencantumkan label jika air minumnya berpotensi tercemar BPA.
“Parlabelan ini keinginan kalangan masyarakat. Tapi itu nanti, untuk sekarang bagaimana memberikan edukasi dulu agar masyarakat luas dapat memahami,” jelasnya.
Akademisi FKM USU lainnya, Dr Drs R Kintoko Rochadi MKM menambahkan, untuk saat ini dampak dari BPA memang belum terlihat. Akan tetapi di masa depan penyakit degeneratif yang berbiaya mahal dapat terjadi, sehingga harus diputus mulai dari sekarang.
Begitu juga, Indra Ginting dari Intitute Kesehatan Helvetia (IKH) menyatakan, perpindahan bisfonal ke arah hormon lama kelamaan akan berdampak dan berpengaruh pada kehidupan. Untuk itu menurut dia, masalah ini tidak main-main karena merupakan temuan ilmiah.
“Karena tujuan utama kita adalah melindungi masyarakat,” pungkasnya. (cbud)