MEDAN (Waspada): Buku berjudul Mata Air Indonesia Maju: Bunga Rampai Gagasan Kepada Cak Imin, diluncurkan di Jalan DI Panjaitan, Medan, Minggu (19/6). Peluncuran buku, dirangkai dengan diskusi publik dengan tema Mata Air Indonesia Maju-Oligarki dan Masa Depan Indonesia Sejahtera.
Acara tersebut digagas Rumah Politik Kesejahteraan (RPK). Dalam diskusi itu, hadir sebagai narasumber pengamat politik sekaligus akademisi Rocky Gerung. Meski membahas soal buku Cak Imin. Namun, diawal dialog Rocky Gerung menegaskan dirinya bukan pendukung Cak Imin.
“Saya bukan pendukung Cak Imin, saya cuma pengarah dari suatu kesempatan bagi Indonesia yang mau berpikir maju ke depan,” kata Rocky Gerung disambut tawa hadirin.
Dikatakan Rocky, buku tersebut dihasilkan dari 62 tesis. Ia menyebutkan, orang yang mau membaca 62 tesis dan mendengarkan semua isi buku tersebut adalah bukti orang yang mau berpikir. Artinya, konsep dari buku itu bisa dibaca dan dikaji agar diuji sehingga semua calon presiden dapat melakukannya.
“Saya pernah mengajar di PMII dan Cak Imin dulu adalah murid saya, jadi saya berhak dong mengarahkan dia,” kata Rocky Gerung.
Mengapa Cak Imin, menurut Rocky, karena salah satu capres yang mau menguji 62 tesis di buku ini dan ingin menerapkannya untuk Indonesia Emas mendatang adalah sosok Cak Imin.
“Jadi kalau bisa semua tim sukses harusnya bikin buku bukan bikin ‘amplop’, sebab, di sini ada mata air, 62 tesis di dalamnya, jadi jelas setiap ada diskusi politik kita menghasilkan pemikiran,” katanya.
Ditegaskan Rocky lagi, pengarah maksudnya mencegah agar Cak Imin tidak salah arah dengan mengarahkan dari sudut pandang pikiran, agar seorang Cak Imin bisa dengan lantang mengeluarkan isi buku ini di kampanyenya nanti.
“Jadi buku ini bukan main-main, setiap calon presiden harusnya punya buku seperti ini, makanya saya mau datang ke sini meluncurkan buku ini di Kota Medan yang memiliki multikultural,” tandas Rocky Gerung.
Sementara, pembicara lainnya, Surya Nita pengajar di Universitas Indonesia mengaku, secara garis besar dengan konsep kesejahteraan rakyat yang sangat detail mengajukan politik kesejahteraan bukan politik oligarki pada buku ini cukuplah bagus.
“Buku ini menjelaskan demokrasi Pancasila bahwa itu bukanlah sebuah kekuasaan kelompok tapi kekuasaan rakyat yang penuh dengan nilai Pancasila. Jelas sangat menarik, hanya saja kurang mewujudkan konsep pendidikan dan peranan wanita, apalagi saya sebagai akademisi jadi ini menurut saja yang masih kurang,” kritiknya.
Sedangkan, pembicara berikutnya, Ester Indahyani Jusuf seorang penulis buku dan pegiat isu kebhinekaan menjelaskan, bahwa ide dan gagasan membuat buku ini berdasarkan hasil rekosinsiliasi yang sudah dilakukan namun tetap saja bangsa ini terjebak dengan hal-hal buruk di masa lalu, salah satunya oligarki politik yang disampaikan.
“Artinya, penyelesaian level politis dan hukum tidak lah cukup. Undang-Undang pidana sudah ada namun apakah sudah dipahami masyarakat luas malah rakyat kebanyakan tidak tahu. Kedua, tidak diimbangi narasi Kebhinekaan, masyarakat banyak teriakan hoax dan lainnya,” jelasnya.
Disinggung apakah Cak Imin mampu mengatasi politik oligarki seperti yang ada di buku ini, Ester menjawab diplomatis.
“Mampu tidaknya kita akan melihat program dan siapa yang mendukungnya, karena masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh seorang tokoh tapi harus mendapat dukungan dan semua pihak, dan saya rasa bila mendapatkan itu saya yakin itu bisa teratasi,” kata Ester.
Terakhir, Kristian Redison Simarmata, aktivis demokrasi lebih menekankan bahwa, oligarki adalah warisan lama, maka kemungkinan untuk lepas dari intervensi oligarki ini pasti akan sangat sulit. Hal itu sebabnya politik uang masih subur bahkan hingga tingkat kepala desa bahwa intervensi politik uang akan memengaruhi pelayanan publik, dan itu fakta.
“Mohon maaf, sebelum era demokrasi keberadaan ketua partai politik ini ada di mana?, tapi di saat pesta demokrasi dimulai seakan-akan mereka yang telah berbuat dan berjuang, jadi sekali mohon maaf ini akan terus terjadi sampai kapan pun,” tegas Kristian. (m32)
Waspada/Rama Andriawan
Para narasumber berfoto usai peluncuran buku Mata Air Indonesia Maju, Minggu (19/6).