Scroll Untuk Membaca

Medan

Catatan Palit Muda Dampingi Umat Islam Di Kawasan Minoritas

Catatan Palit Muda Dampingi Umat Islam Di Kawasan Minoritas
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Ketua Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama MUI Sumatera Utara Drs. H. Palit Muda Harahap, MA, menyampaikan catatan perjalanan dalam mendampingi umat Islam.

Dia memaparkan pandangannya serta pengalaman langsung dalam mendampingi umat Islam di kawasan wisata Danau Toba Perapat Kabupaten Simalungun, di MUI Sumut pada Sabtu(28/6).

Dijelaskannya, hal pertama yang paling terasa saat umat muslim berkunjung ke daerah minoritas adalah menemukan makanan halal.
“Ya soal makanan inilah yang menjadi perhatian kita saat ke kawasan yang didiami muslim minoritas di suatu wilayah,”kata Palit membuka perbincangan. Ia menjelaskan bahwa di kawasan wisata seperti Parapat dan Samosir, fasilitas kuliner halal masih sangat terbatas. Padahal, kenyamanan spiritual saat berwisata adalah kebutuhan dasar setiap Muslim.

Lanjutnya, upaya telah dilakukan MUI Sumut melalui kolaborasi dengan LPPOM MUI Sumut terus mendorong pelaku UMKM lokal agar mengurus sertifikasi halal. Namun, proses ini memerlukan pendekatan yang bijak—bukan sekadar instruksi, melainkan edukasi dan dialog lintas budaya.
“Bukan hanya demi umat Islam ,tetapi juga untuk menciptakan ekosistem wisata yang inklusif menciptakan ekosistem wisata yang inklusif dan aman bagi semua kalangan,”ujarnya.

Masalah berikutnya yang lebih kompleks adalah keterbatasan lembaga pendidikan Islam. Di beberapa titik seperti di Kabupaten Samosir, terdapat resistensi dari sebagian elemen masyarakat dalam pendirian madrasah atau pesantren. Kendalanya bukan hanya administratif, tetapi juga persepsi dan sensitivitas sosial.

“Ini yang menyakitkan. Anak-anak Muslim yang lahir dan besar di sana justru harus bersekolah jauh dari nilai-nilai agamanya,”ujarnya.

Lanjut Palit, MUI Sumut tak tinggal diam. Pendekatan kultural dibangun melalui dialog lintas agama, penguatan FKUB, dan komunikasi intensif dengan pemerintah daerah.

“Sesungguhnya pendidikan adalah ruh dari hijrah yang berkelanjutan. Tanpa generasi muda muslim yang terdidik, maka masa depan keislaman di kawasan ini akan rapuh,”ungkapnya.

Dakwah khusus

Disebutkan Palit, ketersediaan sarana ibadah menjadi titik krusial lain. Di beberapa desa sekitar Danau Toba, seperti yang ada di wilayah Samosir, Tobasa, hingga sebagian Karo, umat Islam kesulitan menemukan masjid atau mushalla yang representatif. Akibatnya, banyak Muslim—terutama yang muda—rentan terhadap pengaruh pemurtadan yang masuk melalui jalur pendidikan, sosial, atau ekonomi.
“Kita harus hadir. Dakwah kita bukan hanya ceramah di mimbar, tapi membangun ruang-ruang pembinaan yang nyata,” katanya dengan nada tegas.

Menurutnya, sebagai solusi, MUI mendorong pemanfaatan wakaf produktif untuk mendirikan rumah ibadah, pusat pembinaan muallaf, serta asrama bagi pelajar Muslim yang ingin tetap menjaga akidahnya meski berada di daerah minoritas.

Hal lain dijelaskannya, bahwa hijrah di era ini adalah berpindah dari diam menuju gerakan, dari keraguan menuju keberanian, dari ketertinggalan menuju kemajuan. Hijrah bukan hanya peristiwa, tapi proses panjang yang penuh komitmen.
“Kita jangan berpikir minoritas itu lemah. Justru di sanalah kekuatan hijrah diuji. Kalau kita bisa membuat Islam tetap hidup di tempat yang kecil, maka cahaya itu akan lebih terang dari manapun,” pungkasnya. (m22)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE