Scroll Untuk Membaca

Medan

Diskusi 4 Pulau APHTN-HAN Sumut: Jangan Hanya Kacamata Positivisme, Tapi Perlu Pendekatan Historis

Diskusi 4 Pulau APHTN-HAN Sumut: Jangan Hanya Kacamata Positivisme, Tapi Perlu Pendekatan Historis
Wakil Ketua APHTN-HAN Sumut, Dr Andryan, SH., MH.dan narasumber lain membahas persoalan empat pulau yang terjadi antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut menjadi kontroversi, melalui Webinar, Selasa (17/6). Waspada/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Persoalan terkait empat pulau yang terjadi antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut menjadi kontroversi. Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sumut turut serta dalam melakukan pengkajian tersebut melalui Webinar, Selasa (17/6).

“Pada prinsipnya persoalan empat pulau ini tidak dapat kita pandangan hanya dengan kacamata positivisme, melainkan perlu juga melakukan pendekatan secara historis,” ujar Wakil Ketua APHTN-HAN Sumut, Dr Andryan, SH., MH.

Dia menambahkan, dalam pembentukan suatu produk hukum, tentunya diperlukan pertimbangan baik secara filosofis, sosiologis, maupun, politis. Artinya, hal-hal demikian harus menjadi landasan bagi pembentukan suatu produk hukum.

Kabag HTN/HAN UMSU tersebut juga mengatakan bahwa tujuan negara kita sendiri salah satunya adalah ikut serta dalam menjaga ketertiban dunia, maka tentunya kita berharap jangan sampai terjadi pertikaian ataupun gesekan antar sesama masyarakat Sumut dan Aceh.

Dr Vita Cita Emia Tarigan sebagai salah satu narasumber pada webinar tersebut menyoroti terkait Perjanjian Helsinki. Ia menekankan bahwa perjanjian ini bukanlah termasuk perjanjian internasional.

Namun perjanjian ini memberikan beberapa implikasi, yaitu dari bidang hukum yang melahirkan Undang-Undang No II Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, dan juga status kekhususan dan otonomi luas yang diberikan kepada Pemerintah Aceh.

“Dari segi moral-sosial, walaupun perjanjian ini bukan perjanjian internasional, namun perjanjian ini menjadi perjanjian damai,” tuturnya.

Ia juga menyampaikan bahwa secara historis, konflik DI/TII yang terjadi di Aceh pada masa lalu berhasil mendapatkan jalan keluar oleh semangat perjanjian ini yang melahirkan juga UU No.24 Tahun 1956. Sehingga terhadap perjanjian ini perlu bagi pemerintah pusat untuk melakukan penghormatan atas janji politik nasional dan sebagai instrumen perdamaian nasional.

Selain itu, keputusan pemindahan wilayah harus pula melibatkan pemerintah Aceh, DPRA, dan masyarakat lokal dan bukan hanya keputusan teknokratik Kemendagri.

Rizky Rahayu Fitri,S.H.,M.H., yang juga merupakan salah satu narasumber pada webinar, juga menyampaikan bahwa kekurangan pakar yang terjadi di daerah dan oleh karena tidak adanya fasilitas dari pemerintah pusat menjadi salah satu faktor mengapa persoalan seperti ini terjadi di daerah-daerah.

Dia juga menyampaikan ketidaksepahamannya dengan Kemendagri yang secara tiba-tiba mengeluarkan keputusan tanpa dilakukan perundingan terlebih dahulu oleh Pemerintah Provinsi Sumut dan Pemerintah Provinsi Aceh.

“Secara konstitusional, kekhususan Pemerintah Aceh diatur dalam pasal 18B ayat 1 UUD 1945. Dan lebih lanjut, berkaitan dengan empat pulau tersebut berada pada daerah Aceh Singkil. Dalam UU 14 Tahun 1999 menyatakan tekait pembentukan Aceh Singkil mencantumkan daerah adminstratif Aceh singkil mencakup seluruh gugusan pulau kecil disekitarnya,” tegasnya.

Ia menyebutkan bahwa terkait empat pulau ini bukan hanya sekedar titik dari peta namun ini juga merupakan lambang terhadap pengakuan eksistensi Aceh sebagai entitas konstitusional yang sah hari ini. Wilayah Aceh juga termasuk dalam perairan dari pulau pulau kecil di dalamnya adalah bagian dari kedaulatan adminstrasif Aceh bagaimana dijamin di dalam MOU dan diturunkan dalam UUPA.

Pengalihan empat pulau ke Sumatera Utara tanpa persetujuan Pemerintahan Aceh bertentangan dengan semangat rekonsiliasi dari MoU Helsinki tersebut dan juga MoU ini memiliki legitimasi hukum politik yang kuat bagi masyarakat Aceh.

Kegiatan Webinar dihadiri oleh puluhan peserta secara daring dari akademisi, praktisi hukum serta mahasiswa melalui sesi diskusi dengan narasumber.(m05/A)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE