MEDAN (Waspada): Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bersama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mengadakan kegiatan konsultasi publik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penilai guna menggali masukan/partisipasi publik (meaningful participation) yang bertempat di Aula Rekreasi Gedung Keuangan Negara Medan, Jumat (11/3).
Kegiatan konsultasi publik ini merupakan salah satu tahapan penting dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Penilai. Dalam kegiatan itu, Kepala Kanwil DJKN Sumatera Utara, Tedy Syandriadi menyampaikan apresiasi kepada seluruh undangan dan mengharapkan saran serta masukan sehingga Rancangan Undang-Undang tentang Penilai dapat segera diundangkan guna memberikan kebaikan bagi masyarakat.
“Pemerintah melalui Kementerian Keuangan c.q. DJKN telah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Penilai yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum dan pembentukan pusat data transaksi properti nasional yang valid serta berdampak tidak hanya kepada insan Penilai Indonesia namun juga kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya. Dalam kegiatan ekonomi,”, ujar Tedy.
Sementara, Direktur Penilaian DJKN, Arik Haryono dalam sambutannya menyampaikan RUU tentang Penilai akan menjadi salah satu Undang-Undang yang dibentuk dalam rangka mewujudkan pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan dengan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Kemudian Arik Haryono juga menyampaikan bahwa terdapat 3 hal yang menjadi urgensi kenapa UU Tentang Penilai itu perlu ada, yang pertama, UU Tentang Penilai mendukung penerimaan optimalisasi negara.
“Dengan adanya UU Tentang Penilai, diharapkan dapat menjadi payung hukum terbentuknya data transaksi nasional yang valid. Sehingga dapat mengikat pihak – pihak yang melakukan transaksi properti untuk melaporkan transaksinya secara valid yang tentu saja akan mendukung optimalisasi penerimaan Negara,” katanya.
Kedua, lanjut Arik, adalah mendukung upaya pencegahan krisis ekonomi.
Hal lain kata dia, salah satu amanat dalam RUU Tentang Penilai adalah pembentukan basis data transaksi properti yang valid.
Dengan adanya basis data tersebut, dapat menekan Non Performing Loan (NPL) dari sektor perbankan dan revocery rate karena nilai yang dihasilkan akan lebih valid karena didukung dengan data transaksi yang valid.
“Ketiga, UU Tentang Penilai memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat dan Penilai. Dengan adanya payung hukum setingkat undang – undang, pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat dapat lebih optimal dan hasil penilaian juga lebih kredibel, selain itu juga bagi Penilai akan mendapatkan perlindungan hukum yang memadai,” tambah Arik.
Tahap Harmonisasi
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Constantinus Kristomo menyampaikan bahwa RUU Tentang Penilai saat ini sudah masuk dalam tahap harmonisasi dan penyelarasan Naskah Akademik RUU Tentang Penilai sudah dilakukan oleh BPHN Kementerian Hukum dan HAM, sehingga merujuk Pasal 96 Undang-Undang No.13 tahun 2022 perlu dilakukan kegiatan sosialisasi publik guna menggali masukan/partisipasi publik (meaningful participation).
“Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) yang memenuhi tiga prasyarat yaitu, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” ungkap Kristomo.
Kristomo menambahkan, pemenuhan meaningful participation ini menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah tersusun dengan sempurna secara formil sehingga secara materiil juga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat.
Kegiatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, seminar, lokakarya, diskusi dan kegiatan konsultasi publik lainnya.
Di mana, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM saat ini memiliki kanal khusus untuk menjaring berbagai masukan dari publik terkait Peraturan Perundangan melalui aplikasi Partisipasiku.bphn.go.id.
“Masyarakat dapat memberikan masukan serta pendapatnya mengenai RUU Tentang Penilai melalui kanal ttps://partisipasiku.bphn.go.id/kategori/ruu-penilai. Dengan adanya masukan dari masyarakat, tentu saja akan menjadi bahan pertimbangan dalam Penyusunan RUU Tentang Penilai,” ungkap Kristomo.
Sebagai informasi, kegiatan Konsultasi Publik RUU Tentang Penilai ini diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berkolaborasi dengan BPHN bersama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) pertama kali diselenggarakan di Medan yang nantinya akan dilanjutkan di beberapa kota seperti Denpasar, Solo, Balikpapan dan Makasar.(m22/A)
Waspada/ist
Kiri,Moderator Darwawan D Atmoko selaku Kasi SPB III, Direktorat Penilaian DJKN bersama narasumber Nafiantoro Agus Setiawan, Kasubdit SPB, Direktorat Penilaian DJKN(tengah)
Dr. Jimmy Z. Usfunan, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Udayana(kanan)