Medan

Dosen FISIP UMSU: Negara Wajib Lunasi Utang Historis Pada Syafroeddin Dan Assaat Melalui Obligasi Khusus

Dosen FISIP UMSU: Negara Wajib Lunasi Utang Historis Pada Syafroeddin Dan Assaat Melalui Obligasi Khusus
Negara wajib lunasi utang historis pada Syafroeddin (kiri) dan Assaat (kanan) melalui obligasi khusus. Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Wacana politik apresiasi terhadap tokoh bangsa belakangan ini dinilai terlalu sarat muatan politis dan mengabaikan jasa-jasa historis yang substansial.

Shohibul Anshor Siregar, dosen ilmu politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki obligasi moral dan historis yang tak terbayar terhadap dua tokoh kunci penentu keberlangsungan Republik: Syafroeddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Hal itu disampaikan Shohibul Anshor Siregar kepada Waspada.id di Medan, Rabu (12/11/2025). Menurutnya, pengakuan terhadap kedua tokoh tersebut harus segera dilakukan melalui mekanisme yang substansial dan bermartabat, tanpa perlu menunggu desakan demonstratif.

‘’Indonesia tak dapat dipahami sama sekali dari aspek kontinuitas sejarah tanpa peran Syafroeddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya adalah Penjamin Eksistensial Negara di tengah krisis yang mengancam kedaulatan,” ucap Siregar.

Jasa Krusial yang Terlupakan

Siregar menyoroti bahwa jasa Syafroeddin dan Assaat bukanlah jasa biasa, melainkan jasa yang bersifat penyelamat negara (state-saver).

Syafroeddin Prawiranegara: Sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada Desember 1948, Syafroeddin secara legalitas dan politik menjamin Republik Indonesia tetap eksis dan berdaulat di mata internasional setelah Soekarno dan Hatta ditawan.

“Tanpa PDRI yang beliau pimpin dari rimba, klaim Belanda bahwa Republik sudah tamat akan diterima dunia. Syafroeddin adalah penjamin legitimasi kedaulatan,” tegas Siregar.

Mr. Assaat: Beliau memegang peran sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia (RI) ketika RI menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949-1950.

Assaat adalah penjaga legalitas entitas RI, memastikan bahwa entitas ini tetap sah secara hukum untuk kemudian memimpin proses unifikasi dan pembubaran RIS, kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Obligasi Khusus sebagai Apresiasi Negara

Menanggapi wacana gelar Pahlawan Nasional yang seringkali diwarnai kontroversi dan politisasi, Siregar mengusulkan langkah konkret dan inovatif dari pemerintah.

“Pemerintah mesti mewujudkan apresiasi besar ini bukan hanya sekadar seremoni gelar. Negara memiliki kewajiban untuk melunasi utang historis ini dengan langkah keuangan yang konkret dan simbolik,” kata Siregar.

Dia mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Obligasi Khusus Negara (Obligasi Apresiasi Pahlawan) yang didedikasikan atas nama Syafroeddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.

Dana hasil obligasi tersebut dapat digunakan untuk mendanai riset sejarah, pusat studi demokrasi dan keadilan transisional, serta program beasiswa bagi generasi muda.

“Ini adalah cara modern, bermartabat, dan substansial untuk mengakui jasa. Obligasi ini akan menjadi instrumen pengakuan historis sekaligus pembangunan memori kolektif yang sehat,” jelas Siregar.

Politik Apresiasi tanpa Mobil Komando

Siregar menekankan bahwa negara tak perlu menunggu momentum politik yang sarat mobilisasi massa untuk mengakui tokoh-tokoh krusial. Politik apresiasi yang baik, menurut beliau, seharusnya merupakan kesadaran historis yang diinisiasi oleh negara, bukan hasil tekanan.

“Pemerintah tak perlu mengharapkan akan ada delegasi-delegasi dari berbagai daerah dengan ikat kepala dan mobil komando dengan ribuan volt sound yang menyuarakan tuntutan ke Istana atau ke DPR,” ucapnya.

“Negara harus berdiri tegak di atas kebenaran sejarah. Pengakuan kepada Syafroeddin dan Assaat adalah soal integritas historis, bukan soal mobilisasi politik.”

Tindakan ini, lanjutnya, akan menunjukkan bahwa rezim pasca-Reformasi benar-benar berkomitmen pada penegakan keadilan dan pelunasan utang sejarah, yang jauh lebih penting daripada sekadar merehabilitasi citra Orde Baru.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE