MEDAN (Waspada): Remaja putri merupakan kelompok yang rawan menderita anemia difisiensi besi, karena mempunyai kebutuhan zat besi yang cukup tinggi. Anemia difisiensi merupakan anemia yang paling sering terjadi di dunia.
Hasil Riskesdas 2017 menunjukkan, 22,7% remaja mengalami Anemia difisiensi besi. Demikian dikemukakan Ketua Tim Pengabdian Dosen Institut Kesehatan Helvetia (IKH) Bd. Novy Ramini Harahap SST, M.Keb, usai melakukan pengabdian di SMK Swasta Bima Utomo di Desa Sidodadi , Batang Kuis Kab, Deliserdang.
Dalam pengabdian itu ia dibantu Bd. Rauda SST, M. Keb, Yuliana dan Korriati Manurung dari program studi Bidan profesi IKH ,
Hal ini, sambungnya, menunjukkan anemia difisiensi besi saat ini masih menjadi permasalahan gizi di Indonesi. Anemia difisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel – sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.
Dia mengatakan, remaja putri memiliki sepuluh kali lipat lebih tinggi menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra.
Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga mereka membutuhkan lebih banyak asupan zat besi.
Berbagai riset menunjukkan bahwa anemia difisiensi berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan pada anak dan remaja yang mengakibatkan perkembangan kurang optimal serta menurunkan prestasi akademik, karena mudah lelah kehilangan semangat dan sulit berkonsentrasi.
Katanya, selain penderita anemia pada remaja, sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa akan beresiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang mempunyai kualitas hidup yang kurang optimal.
Salah satu strategi untuk mengatasi hal tersebut, katanya, adalah pengembangan kemitraan seperti yang dilakukan oleh beberapa dosen IKH dengan mengadakan pengabdian masyarakat di SMK Swasta Bima Utomo di desa Sidodadi kec, Batang Kuis Kab Deliserdang.
Menurutnya, kengidentifikasi dan mencegah terjadinya anemia pada remaja putri membutuhkan kolaborasi multi-stakeholder, terutama kesehatan remaja putri.
Dalam hal ini perlu dilakukan pemberdayaan remaja putri dengan cara memberikan edukasi tentang penanganan anemia pada remaja putri guna meningkatkan kadar hemoglobin melalui pengelolaan; puding buah naga merah dan buah bit.
“Penelitian menyebutkan bahwa buah naga merah dan buah bit sangat baik untuk sistem pencernaan, peredaran darah dan bermanfaat dalam pembentukan sel darah merah,” ungkap Novy Ramini Harahap (dosen IKH). (m19)
Waspada/ist
Tim Dosen IKH foto bersama siswa SMK Swasta Bima Utomo di Desa Sidodadi Kec, Batang Kuis, Deliserdang.