Scroll Untuk Membaca

Medan

Dr Alpi: Penangkapan Pelaku Penghasutan Untuk Kepentingan Umum

Dr Alpi: Penangkapan Pelaku Penghasutan Untuk Kepentingan Umum
Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Waspada.id/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Dr Alpi Sahari, SH. M.Hum Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengatakan, pengungkapan kasus penghasutan yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tidak dapat dimaknai sebagai ancaman kebebasan sipil. Dia juga berpendapat bahwa hal itu demi kepentingan umum dan bukan bentuk pengambinghitaman dengan pelanggaran prinsip due process of law.

“Penindakan yang dimulai dari rangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan sampai dengan penetapan tersangka temasuk upaya paksa berupa penangkapan,” ujarnya di Medan, Sabtu (6/9).

Menurutnya, kebebasan sipil pada supremasi sipil di dalam due process of law tidak dibenarkan merugikan kepentingan umum, termasuk pelanggaran terhadap hak-hak anak yang dijamin oleh undang-undang. Sehingga kebebasan sipil harus dibedakan dengan penegakan hukum yang bertujuan demi melindungi kepentingan umum dan penjaminan hak-hak anak atas adanya pelanggaran hukum.

Dia berpendapat bahwa tindakan penangkapan yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian didasarkan pada prinsip hukum pidana yang dianut di Indonesia, yakni nullum delictum nulla poena sine legality dan crime control model sebagaimana dimaksud dalam KUH Pidana dan KUHAP yang dalam penerapannya tentunya membatasi hak-hak sipil.

“Artinya agar hak-hak sipil tidak dibatasi oleh hukum maka jangan melakukan pelanggaran atau kejahatan. Di dalam dalil mengemukakan bahwa ‘keinginan perubahan suatu keadaan harus dimulai dari perubahan diri sendiri (innallaha la yughayyiru bi qoumin hatta yugairu ma biamfusihim)'”, tuturnya.

Dr Alpi adalah akademisi yang pernah dihadirkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk memberikan keterangan ahli di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas adanya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana Jesicca Wongso.

Lebih lanjut dia mengemukkan bahwa pemahaman prinsip equitas sequitur legem (procedural) harus diluruskan, yakni di dalam mekanisme hukum pidana terkait pengawasan horizontal untuk menghindari adanya bentuk kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum. Maka hal ini telah diatur di dalam peraturan perundang-undang (lex), sehingga seharusnya mekanisme ini yang dilakukan sebagai implementasi prinsip due process of law.

“Jadi ini bukan ancaman terhadap kebebasan sipil. Due process of law dalam hukum pidana menitiberatkan pada crime control model dan due process model, sehingga narasi penegakan hukum sebagai pola pengambinghitamkan terlalu dini, sehingga dapat dimaknai ditujukan untuk mengambil simpati publik yang dikhwatirkan sebagai upaya mendegradasi institusi Kepolisian yang menjalankan tugas Negara untuk menjaga ketertiban umum sebagai kebutuhan masyarakat dalam bingkai NKRI.”

Dia menambahkan, penyidik pada Ditreskrimum Polda Metro Jaya dalam penegakan hukum terhadap pelaku penghasutan memiliki kepentingan untuk melindungi kepentingan umum dan anak korban berdasarkan post factum (ius constitum).

Hal ini berupa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang dimaknai pemenuhan minimum bewijs berupa kuantitas bukti yang memiliki relevansi dengan tindak pidana terhadap pelaku atas pebuatan yang dilakukan (de strafbaarheid van het feit atau het verboden zjir van het feit).

Menurutnya, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya menerapkan Pasal 160 KUH Pidana dan atau Pasal 87 Jo Pasal 76H Jo Pasal 15 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 45A ayat (3) Jo Pasal 28 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE.

Penerapan Pasal-Pasal ini menandakan adanya bentuk eendaadse samenloop atau meerdaadse samenloop. “Dalam hal eendaadse samenloop karekteristiknya memperhatikan prinsip lex specilais versus lex specialis, lex specialis sistematis dan lex consumen derogat legi consumte yang mana hal ini berbeda dengan meerdaadse samenloop,” sebutnya.

Dia menerangkan, pengertian menghasut (opruien) harus diperbedakan dari menggerakkan, menganjurkan atau berusaha menggerakkan. Menghasut adalah membuat orang berminat, bernafsu atau turut mendendam, sehingga ia melakukan yang dihasutkan itu.

Pelanggaran

Dalam arti secara umum tujuan penghasutan adalah agar orang lain melakukan tindak pidana untuk melakukan suatu pelanggaran, artinya pelaku tersebut melakukan suatu penghasutan, baik dengan tulisan atau dengan tulisan, yakni agar orang lain melakukan sesuatu tindak pidana atau melanggar ketentuan perundang-undangan sebagai akibat dari perbuatan menghasut.

“Dalam hal ini tidak dipersoalkan apakah ada upaya dari si penghasut seperti halnya pada penggerakan tersebut dalam Pasal 55 KUH Pidana. Dalam kamus Bahasa Indonesia tindakan penghasutan adalah suatu perwujudan untuk membangkitkan hati orang supaya marah (untuk melawan atau memberontak).”

Sementara itu, menurut Black’s Law Dictionary menghasut diartikan sebagai “provocation” yaitu “something (such as word or action) that affects a person’s reason and self-control, esp.causing the person to commit a crime impulsively”.

Menyitir, R. Soesilo, Dr Alpi mengatakan bahwa artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat “dengan sengaja”. Menghasut itu lebih keras daripada “memikat” atau “membujuk”, akan tetapi bukan “memaksa”.

“Delik ini dipandang sudah sempurna, apabila seseorang itu mengeluarkan kata-kata penghasutan. Jadi tidak harus sudah terjadi suatu tindak pidana, namun pasca putusan Mahkamah Konstitusi bahwa untuk selesalainya perbuatan menghasut adalah sudah terjadi suatu tindak pidana. Pasca Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009, maka Jaksa harus bisa membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan penghasutan dengan timbulnya akibat yang dilarang,” katanya.(id04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE